View Full Version
Sabtu, 19 Jun 2021

Israel Perdana Menteri Baru, Penjajahan terhadap Palestina Semakin Ekstrim

 

Oleh: Meri Hastuti

Pelanggaran gencatan senjata lagi. Rabu (16/06) Israel kembali berulah dengan melancarkan serangan udara ke timur kota Khan Younes Gaza selatan Palestina. Padahal sehari sebelumnya 17 warga Palestina yang menentang parade March of the Flags ditangkap oleh Israel (www.detik.com, 16/06/2021).

Klaim yang dikemukakan senada dengan sebelumnya, seakan Israel menjadi korban. Padahal publik sejagat memahami tak mungkin ada asap jika tak ada api. Barbar dan tak berperikemanusiaan Israel menjajah Palestina selama puluhan tahun, cukup menjadi bukti bahwa Israel lah yang menyalakan api.

Pilu hati dan jiwa melihat kesengsaraan dan penderitaan warga Palestina. Tak terhitung rudal-rudal Israel menghujani langit; darah tergenang dari warga sipil termasuk anak dan wanita; puluhan ribu anak menjadi yatim piatu; rumah dan fasilitas umum luluh lantak; kelangkaan makanan dan air bersih; merebaknya kurang gizi dan busung lapar; ketergantungan pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan dari donasi luar; penangkapan dan penyiksaan terhadap pejuang Islam; dan sebagainya.  Ya inilah santapan sehari-hari warga Palestina. Tak harus muslim yang merasakannya pilunya, tapi cukup sebagai manusia yang punya mata hati.

Ke depan di bawah kepemimpinan perdana menteri baru Naftali Bennet, penjajahan terhadap Palestina akan semakin ekstrim. Nampak dari track record Bennet yang menentang keras kemerdekaan Palestina. Serta mendukung totalitas pemukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yerussalem timur. Dipastikan kebrutalan Israel pun semakin di atas angin. Karena kebrutalan ini akan senantiasa mendapat ‘restu’ negara adidaya dan lembaga internasional, yang memang membidani lahirnya negara penjajah Israel.

Sistem Kapitalis Sekuler Penyebab Bungkamnya Dunia Terhadap Kekejian Israel

Gempuran demi gempuran penjajah, tak menjatuhkan keimanan warga Palestina. Aqidah Islam kokoh terpatri dalam jiwa. Syi’ar-syi’ar Islam tetap membumi di tanah suci. Nampak dari ditegakkannya shalat lima waktu di masjid-masjid walaupun di bawah todongan bom dan senjata. Sambutan hangat puasa Ramadhan walaupun kelaparan mewabah. Menggemanya lantunan ayat suci Al Quran dari lisan huffadz walaupun harus patah tumbuh hilang berganti. Tangis bahagia anggota keluarga menyambut syuhada, walaupun ancaman nyawa lekat di depan mata.

Apatah lagi melihat para pejuang danpenolong agama Allah. Jiwa kesatria tanpa kenal lelah berjihad fisabilillah, mempertahankan tanah suci dengan darah dan harta. Semua karena ketaqwaan dan memenuhi janji pada Allah. Sehingga detik demi detik perjuangan mengusir penjajah tak pernah padam.

Ini yang membuktikan bahwa sebenarnya hanya Palestina lah yang tak mampu ditaklukkan oleh penjajah Israel. Sedangkan negeri-negeri muslim lain hakikatnya ‘terjajah’ Israel dan negara pendukungnya. Mengapa? Karena para pemimpin negeri muslim hanya pandai beretorika, sekadar kecaman dan diplomasi dalam menghadapi kekejian Israel. Tak berani mengerahkan bala tentaranya dengan berbagai dalih.

‘Keterjajahan’ negeri-negeri muslim hari ini, tak lain tak bukan karena sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan dalam negeri. Tak dipungkiri, ekonomi, hukum, politik, pendidikan, kesehatan, keamanan, sosial budaya negeri muslim berkiblat pada nilai-nilai Barat.

Negeri Indonesia tercinta contohnya. Utang luar negeri menggunung; Sumber Daya Alam (SDA) dikuasai asing/aseng; politik dikendalikan korporatokrasi; hukum warisan penjajah; pendidikan kesehatan, dan pangan dikomersialisasi bahkan dipajaki; barang-barang impor membanjiri pasar dalam negeri; ancaman pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai dan sebagainya.

Negeri-negeri muslim lain pun setali tiga uang. Bahkan yang miris, beberapa negeri muslim ada yang secara terbuka, menjalin hubungan diplomatik dengan penjajah Israel. Seakan tak ada masalah dengan berdarahnya tangan Israel ketika membunuh saudaranya. Wajar ketergantungan akut pada Barat membelenggu tangan bahkan mulut para pemimpin muslim hari ini. Membiarkan penjajahan Israel membabi buta terhadap Palestina. Terbukti sistem ini, tak membawa kemashlahatan untuk umat, hanya menguntungkan penguasa, pemilik modal dan kroninya.

Sistem Khilafah Islam Perisai  Umat

Membaca sifat dan watak Israel (Yahudi keturunan bani Israil) yang Allah jelaskan dalam Al Quran, harusnya kaum muslim mengambil sikap tegas. Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW menghadapi Yahudi (bani Qainuqa, bani Nadhir, dan bani Quraidzah) di Madinah. Pelanggaran perjanjian oleh Yahudi, ditanggapi secara cerdas politik oleh Rasululullah dengan angkat senjata. Yahudi pun bertekuk lutut dengan menerima hukuman dari Rasulullah SAW berupa pengusiran atau penjatuhan sanksi lainnya.

Harusnya hari ini pun kaum muslim melakukan hal yang sama. Kecaman dan diplomasi puluhan tahun terbukti hanya menjadikan Israel jumawa. Pelanggaran perjanjian dan kebrutalan menyerang Palestina berulang mereka lakukan. Apakah patut kaum muslim jatuh pada lubang yang sama ? Maka hanya jihad fisabilillah yang terorganisir dalam kesatuan komando (khalifah) lah yang akan mampu menghentikan penjajah Israel.

Ya hanya Khilafah Islamiyah yang menjadi perisai melindungi umat muslim di Palestina. Karena di bawah kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Palestina menjadi milik umat Islam sejak 13 abad (1280 tahun) lalu. Pembebasan kota suci tersebut dari  kedzaliman dan kebiadaban pasukan Salib pun juga dilakukan oleh Shalahuddin al Ayyubi pada masa kekhilafahan Abbasiyyah. Sampai benteng terakhir Khilafah Turki Ustmani juga menolak mentah-mentah permintaan Yahudi atas hibah Palestina kepada mereka.

Disinilah urgensi kaum muslim menyeru persatuan kaum muslim dalam satu institusi Islam global (khilafah). Insya Allah dengan tegaknya khilafah, tak hanya menjadi perisai untuk Palestina tapi juga kaum muslim belahan bumi lainnya. Khilafahlah yang akan mengemban Islam rahmatan lil ‘alamin. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

Artinya : Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Abu Dawud). Wallahu a’lam bish-shawabi. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version