View Full Version
Rabu, 06 Oct 2021

Media Sosial Semakin Negatif di Masa Pandemi

 

Oleh:

Aprilia Rahmawati || Mahasiswi Universitas Indonesia

 

PANDEMI belum kunjung usai, masyarakat mulai menata kembali kehidupan seperti sediakala. Seolah pandemi mulai dihiraukan kembali, tapi pemerintah tetap gencar-gencarnya  menangani  permasalahan pandemi yang telah menumbuhkan turunan aspek permasalahan lain. Meski tidak adanya periode PPKM level 4, pemerintah tetap menerapkan sejumlah aturan untuk mengurangi mobilitas dan berlaku untuk kegiatan perjalanan.

Vaksin juga semakin disamaratakan, termasuk pada kalangan pelajar. Hal tersebut juga menjadikan seluruh kegiatan masyarakat di luar rumah dapat dilakukan dengan syarat sudah di vaksin. Perlahan seluruh tatanan aspek kehidupan kembali dan siap untuk hidup dengan Covid-19. 

Media sosial merupakan unsur kehidupan yang mewadahi seseorang ataupun kelompok untuk mengekspresikan diri sendiri, menyalurkan informasi, menyalurkan bakat sekaligus dapat menjadi ladang kejahatan dunia maya.

Pandemi membuat media sosial dimanfaatkan untuk menjalin sosialisasi. Tidak hanya bersosialisasi, sosial media juga dimanfaatkan untuk sarana pembelajaran untuk pelajar. Hal tersebut diperkuat dengan diakui selama pandemi terjadi perubahan besar dalam penggunaan media sosial.

Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate dalam (WEF) Global Coalition on Digital Safety Inaugural Meeting 2021 mengatakan pemerintah juga memberikan berbagai edukasi yang berfokus memberikan pemahaman pada masyarakat agar menyebarluaskan informasi yang akurat dan positif untuk menghentikan penyebaran konten negatif yang telah menimbulkan fenomena hoaks, misinformasi, disinformasi, serta mal informasi dengan tiga pendekatan yaitu tinggkat hulu, menengah, dan hilir  (viva.co.id, 18 September 2021). 

Demi menarik perhatian kontek saat ini, bisa dikatakan random. Banyak konten yang seharusnya tidak diperlihatkan untuk anak usia dini, baik itu melalui media televisi, Twitter, Instagram, maupun Youtube. Semua bebas dipertontonkan, terlebih lagi saat ini semua kegiatan harus dilakukan di rumah saja, membuat semua orang bosan dan bermigrasi pada media sosial. Peran orang tua juga sangat dipertaruhkan di sini, akan tetapi tidak semua orang tua saat ini paham dan mengerti cara bermedia sosial, sehingga membuat anak mereka bebas melihat apapun tanpa para orang tua ketahui. 

Fakta yang membuat maraknya konten negatif yang terus direproduksi tidak lain dan tidak bukan sebab dari edukasi yang tidak bersandar pada aspek ketakwaan, tidak adanya regulasi yang melarang sektor lain menyebarluaskan aktivitas negatif (sektor ijtima+ekonomi dan politik masih toleran terhadap pornografi, manipulasi) dan tidak adanya definisi yang baku terhadap makna konten negatif tersebut. 

Menurut Harold D. Lasswell “who says what which channel, media and what effects”, jika dianalogikan dalam bahasa kita adalah dakwah yang efektif tidak akan lepas dari hal tersebut. Perlu direnungkan kembali untuk memahami, memilah dan memilih media yang akan dipakai sebagai rujukan. Maka, Islam memiliki batasan-batasan dalam memilah dan memilih media yang akan digunakan, terkhususnya untuk sarana dakwah.

Tentu akan berdasarkan pada Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 mengenai Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial yang menjadi dasar hukum Islam dalam melakukan kebebasan ekspresi di media sosial. Sehingga kita sebagai seorang Muslim perlu mengimplementasikan adab-adab dalam bermedia sosial. 

Adapun adab dalam bermedia sosial, yang dilansir dari dppai.uii.ac.id) di antaranya: Pertama, meluruskan niat. Melakukan segala sesuatu dengan maksud dan tujuan yang baik. Rasulullah SAW bersabda:

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ 

“Sesungguhnya segala perbuatan tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh apa yang diniatkannya. Siapa saja yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu dinilai karena Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan dunia atau karena perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu sampai pada apa yang diniatkannya itu” (H.R. Bukhari). 

Kedua, menyebar kebaikan dan mencegah keburukan. Di balik banyaknya kebermanfaatan dalam bermedia sosial, juga perlu kita saring karena ada tanggung jawab atas apa yang kita lakukan. Dalam Qur’an surah ali-Imran ayat 110, Allah SWT menyebutkan kaum Muslim adalah umat terbaik: 

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS ali-Imran [3]: 110).

Ketiga, tidak menghina dan mengumbar kebencian. Menyaring segala bentuk informasi yang akan dibagikan pada khalayak umum. Islam mengajarkan kita untuk selektif dalam  menerima berita apapun. Al-Qur’an  surat Al-Hujurat [49]: 6:

 يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (QS al-Hujurat [49]: 6). 

Keempat, memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Melakukan aktivitas bermedia sosial dengan baik, seperti melakukan aktivitas dakwah, maupun sarana untuk edukasi untuk ibadah secara menyeluruh. Tentunya dengan sebaik mungkin menggunakan waktu yang dimiliki, jangan sampai ketika menggunakan media sosial, kita lupa akan kewajiban yang seharusnya kita jalankan. “Ada dua keuntungan yang banyak orang mengabaikannya, kecuali jika sudah tiada: kesehatan dan waktu luang” (H.R. Bukhari).

Maka dari itu sobat Muslim, marilah kita bijak dalam bermedia sosial. Jangan biarkan hawa nafsu mengatur diri kita, tapi biarkan kita mengatur hawa nafsu kita. Terkhususnya dalam bermedia sosial di era digitalisasi ini  yang terus semakin berkembang dan berkempang pesat. Sejatinya media sosial datang dari pemikiran yang diberikan oleh Allah, sehingga jangan lupa akan segala perintah dan larangan-Nya dan mendasarkan kehidupan kita pada  Islam kaffah.*


latestnews

View Full Version