View Full Version
Sabtu, 09 Oct 2021

Dilema Guru Honorer

DALAM Islam guru adalah sosok yang dikaruniai ilmu oleh Allah SWT yang dengan ilmunya itu dia menjadi perantara manusia yang lain untuk mendapatkan, memperoleh, serta menuju kebaikan di dunia maupun di akhirat. Selain itu guru tidak hanya bertugas mendidik muridnya agar cerdas secara akademik, tetapi juga guru mendidik muridnya agar cerdas secara spritual yaitu memiliki kepribadian islam yang lurus.

Tapi nyatanya nasib para guru honorer sekarang sangatlah menyedihkan dan memilukan. Mereka menerima gaji yang jauh dari kata layak walaupun telah mengabdi belasan bahkan puluhan tahun tanpa kepastian status kerja. Mereka terpaksa mencari pekerjaan sampingan demi bertahan hidup .

Menurut pengamat pendidikan, permasalahan guru honorer itu tercipta karena tidak adanya rancangan induk (grand design) pemerintah tentang guru. Banyak yang pensiun tapi sedikit yang direkrut yang menciptakan bom waktu. Lalu, pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berupaya menyelesaikan masalah guru honorer dengan program Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk merekrut satu juta guru. Langkah ini dinilai sebagai tindakan afirmatif untuk memenuhi kebutuhan guru dan solusi bagi masalah guru honorer. Namun, tidak semua guru honorer akan diterima sebagai pegawai PPPK. Mereka harus melalui tahapan seleksi dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan

Pemerintah mengaku telah memberi banyak kemudahan bagi guru honorer dalam seleksi PPPK. Seperti kelonggaran batas usia maksimal satu tahun sebelum pensiun, seleksi tiga kali kesempatan hingga menyediakan materi persiapan seleksi. Akan tetapi apa yang disebut mudah oleh pemerintah, faktanya tidak mudah di lapangan. Sebagian guru honorer menolak cara ini, khususnya bagi mereka yang sudah tua. Hanya lulusan sekolah pendidikan guru (setara SMA) dan telah mengabdi belasan tahun, sebab PPPK mensyaratkan pendidikan minimal sarjana. Pelaksanaan seleksi PPPK pun menuai kritik. Banyak yang menilai seleksi tersebut belum memenuhi rasa keadilan bagi guru honorer, yaitu tidak mempertimbangkan masa pengabdian.

Berbeda dengan Islam, sejarah telah mencatat bahwa guru dalam naungan Islam mendapatkan penghargaan yang tinggi dari negara termakuk pemberian gaji yang melampaui kebutuhannya. Selain mendapatkan gaji yang besar, mereka juga mendapatkan kemudahan untuk mengakses sarana dan prasarana untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Hal itu tentu akan membuat guru bisa fokus untuk menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak SDM berkualitas yang dibutuhkan negara untuk membangun peradaban yang agung dan mulia.

Guru memiliki posisi yang mulia dalam Islam. Suatu ketika Sulaiman bin Abdul Malik bersama pengawal dan anak-anaknya mendatangi Atha’ bin Abi Rabah untuk bertanya dan belajar sesuatu yang belum diketahui jawabannya. Walau ulama dan guru ini fisiknya tak menarik dan miskin, tapi dia menjadi tinggi derajatnya karena ilmu yang dimiliki dan diajarkannya. Di hadapan anak-anaknya ia memberi nasihat, “Wahai anak-anakku! Bertawalah kepada Allah, dalamilah ilmu agama, Demi Allah belum pernah aku mengalami posisi serendah  itu  melainkan di hadapan hamba ini. Ini menunjukkan betapa terhormatnya guru atau orang yang berilmu. Sampai-sampai sekelas khalifah atau kepala negara masa itu harus mendatanginya untuk mendapatkan ilmu serta menasihati anak-anaknya untuk belajar dan menghormati guru.

Suryati

Parongpong, KBB


latestnews

View Full Version