View Full Version
Senin, 25 Oct 2021

Meraih Kesejahteraan dengan Pengelolaan Sumberdaya Alam

 

Oleh:

Sri Lestari, ST

 

SEJAHTERA merupakan kata yang dirindukan oleh setiap individu manusia. Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai. Di negeri yang kaya raya akan sumber daya alam menjadi hal yang tidak mustahil kesejahteraan dapat diraih.

Namun disisi lain, pajak menjadi hal yang sangat penting untuk mencukupi kebutuhan negara dan rakyat di negeri ini. Pada April tahun 2022 mendatang, Pemerintah bersama DPR RI sepakat akan menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11 persen. Hal ini seiring dengan disahkannya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, tarif PPN akan kembali naik mencapai 12 persen pada tahun 2025, dengan mempertimbangkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.

Adapun untuk PPh, UU ini menetapkan besaran pajak orang pribadi (OP). Sebelumnya hanya ada empat lapisan (bracket) pada PPh OP. Sekarang ditambah dengan lapis kelima dengan dalih PPh OP Indonesia kurang progresif dibanding negara lain. Kelima lapis itu adalah lapis penghasilan per tahun antara Rp54—60 juta atau setara gaji Rp4,5—5 juta per bulan, akan terkena pajak sebesar 5%. Penghasilan Rp60—250 juta terkena 15%. Penghasilan Rp250—500 juta sebesar 25%. Penghasilan Rp500 juta—Rp2 miliar terkena 30%. Lapis kelima, penghasilan lebih dari Rp5 miliar terkena 35%.

Pajak yang kini diberlakukan terlihat menjadi penopang perekonomian negara untuk meraih kesejahteraan. Namun di sisi lain menjadi beban berat yang harus dipikul oleh rakyat. Pasalnya selain memikul beban hidup, rakyat juga dibebani pungutan pajak. Apalagi di masa pandemi saat ini. Banyak rakyat yang sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Apalagi pungutan pajak akan merangkak naik, tentu kondisi ini akan semakin membuat rakyat gigit jari.

Sapaan yang memilukan, kekayaan alam yang melimpah ruah kini telah dikelola oleh pihak swasta. Seperti tambang emas di Papua yang dikuasai Freeport, geothermal di Gunung Salak yang dikuasai Chevron, dan lainnya. Meskipun masih ada yang dikelola oleh negara namun diprivatisasi oleh oknum-oknum tertentu, seperti tambang batu bara di Kalimantan yang dimiliki para pengusaha sekaligus penguasa negeri ini.

Jika pengelolaan kekayaan alam dikelola oleh pihak swasta pendapatan yang masuk dari segmen ini sangat sedikit. Sehingga pemerintah tidak dapat mengandalkan menjadi pendapatan tetap negara. Tidak ada cara lain pajak menjadi sumber pendapatan negara. Beginilah sistem kapitalis, pajak menjadi sumber utama pemasukan negara. Sehingga rakyat akan di kejar untuk membayar pajak.

Jika kita melirik kepada kehidupan Islam, sumber pemasukan utama negara bukan pajak. Pemasukan negara diperoleh dari beberapa pos diantaranya hasil pengelolaan SDA, jizyah, kharaj, fa’i, ghanimah, harta tak bertuan, dan lainnya. Sumber daya alam di kelola oleh negara dan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Seperti pemenuhan pendidikan, kesehatan, pelayanan pelayanan umum, perbaikan jalan dan sebagainya.

Dalam Islam pengelolaan sumber daya alam tidak di serahkan kepada pihak swasta atau pengusaha karena sumber daya alam merupakan kekayaan alam yang tidak ada habisnya dan terus mengalir. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

 “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Kesejahteraan rakyat tampak di era kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz. Saat itu Khalifah Dinasti Umayyah mengutus seorang petugas pengumpul zakat, Yahya bin Sa'id untuk memungut zakat dan memberikan kepada pihak yang berhak namun tidak dijumpai orang yang berhak menerima zakat. Hal demikian menjadi tanda bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah mengentaskan rakyatnya dari kemiskinan. Semua rakyatnya hidup berkecukupan sehingga tidak ada rakyat yang berhak menerima pajak.

Dengan demikian, sangat mungkin meraih kesejahteraan rakyat tanpa pajak. Jika pengelolaan alam di kelola oleh negara maka rakyat dapat sejahtera. Hal demikian telah di buktikan pada masa Islam bahwa pendapatan utama negara bukan pajak akan tetapi hasil dari pengelolaan sumber daya alam.*


latestnews

View Full Version