View Full Version
Kamis, 20 Jan 2022

Mengukuhkan Makna Tawakal bagi Para Pejuang Agama Allah

 

 

Oleh:

Haryani Chotijah || Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

 

SEORANG pejuang (agama Allah) di setiap perjuangannya membutuhkan kekuatan yang menjadi dasar perjuangan, yaitu lurusnya keimanan, benarnya pemahaman dan pengamalan. Salah satu hasil dari keimanan yang benar adalah benarnya makna tawakal yang tercermin dari setiap Mukmin dalam memperjuangkan kehidupan Islam kembali berada di tengah masyarakat. Menurut Imam al-Alusi dalam Ruh al-Ma’ani, tawakal adalah sikap menampakkan kelemahan dan ketergantungan pada pihak lain.

Dengan bertawakal yang hanya kepada Allah SWT, adalah sifat yang menghasilkan ketenangan pada jiwa. Hal ini sudah dikabarkan dalam Al-Qur’an surah ath-Taghabun ayat 13 yang artinya, “(Dia-lah) Allah tidak ada Sesembahan selain Dia. Hendaklah orang-orang beriman bertawakal kepada Allah semata.” Dari ayat tersebut, mengisyaratkan ketauhidan dan perintah wajib untuk hanya bertawakal kepada Allah, bukan yang lain.

Ayat lain yang mempertegas hal tersebut juga pada Qur’an surah at-Taubah ayat 51 yang artinya, “Katakanlah, “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah Allah tetapkan untuk kami. Dialah pelindung kami. Hanya kepada Allah kaum Mukmin harus bertawakal.”

Di ayat lain bahkan menyebutkan dengan bertawakal hanya kepada-Nya dapat membuahkan keridhaan, yaitu pada Qur’an surah ali-Imran ayat 159 yang artinya, “Jika kamu telah bertekad maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”

Ingatlah, yang selalu berdampingan dengan tawakal, adalah ikhtiar. Keduanya berdampingan, bukan bertentangan. Maka tawakal dan ikhtiar dilakukan bersamaan sebelum, pada saat dan setelah melakukan segala sesuatu yang sesuai hukum syara’.

Seperti yang dicontohkan oleh para nabi terdahulu yang bertawakal hanya kepada Allah, buah yang dipetik adalah kemenangan. Nabi Ibrahim as dalam menghadapi kekejaman Namrud dan kaum Musyrik, doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim adalah “Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal, hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.”

Nabi Ibrahim juga mencontohkan bahwa pembuktian dengan amal perbuatan adalah tawakal yang benar, selaras dengan firman Allah Qur’an surah al-Mumtahanah ayat 4. Selain itu, dicontohkan pula oleh Nabi Musa as dalam menghadapi Fir’aun dan bala tentaranya.

Ketawakalan kepada Allah yang dapat kita teladani dari para nabi bahwa semuanya tidak ada yang berpangku tangan, tapi senantiasa memperjuangkan tegaknya Islam. Sebagaimana Allah berfirman: “(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang berkata, ‘Sungguh manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian. Karena itu takutlah kalian kepada mereka.’ Namun, perkataan itu malah menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah sebaik-baik Pelindung’.” (QS ali-Imran ayat 173).

Sungguh jawaban dari para pejuang pada masa Rasulullah di atas menampakkan kekuataan iman yang selaras antara ucapan dan sikap yang teguh di jalan kebenaran. Seorang hamba tidak akan mampu menghadapi gangguan, kezaliman, dan permusuhan orang lain, sehingga harus membentengi diri dengan bertawakal kepada Allah.

Selaras dengan hal tersebut, seorang Peneliti Kajian Tafsir dan Balaghah Al-Qur'an dan Al-Hadits, Irvan Abu Naveed, menyatakan, “Siapa saja yang telah diberi kecukupan dan dijaga oleh Allah maka tidak ada harapan bagi musuh-musuhnya untuk bisa mencelakakan dirinya.”

Semua keteladanan dari Rasulullah SAW dan para sahabat dalam bertawakal kepada Allah SWT adalah keteladanan terbaik. Orang-orang kafir dan munafikun yang benci dan berupaya menjegal agama Allah tidak pernah berhasil dan Allah tetap menyempurnakan Islam.*


latestnews

View Full Version