View Full Version
Senin, 02 May 2022

Syukur: Hikmah Syar’iat Puasa Ramadhan

 

Oleh:

Abdullah al-Mustofa || Ketua Al-Fahmu Institute Cabang Jawa Timur

 

Allah Ta’ala berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu; dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya  pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesulitan bagi kalian. Hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, supaya kalian bersyukur.” (QS. Al-Baqarah [2]: 185).

Mukadimah

Ayat tersebut di atas adalah satu-satunya ayat dalam Al-Qur’an yang menyebut bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan adalah bulan yang istimewa karena penuh dengan keistimewaan. Berikut ini beberapa keistimewaannya:

Kitab Li Yaddabbaru Ayatih yang diterbitkan Markaz Tadabbur menyebutkan bahwa di antara keistimewaannya adalah bahwasanya Allah Ta’ala memujinya di antara bulan-bulan selainnya. Selain itu, Allah Ta’ala juga memilihnya untuk diturunkan di dalamnya Al-Qur’an.

Lebih lanjut kitab tersebut menyebutkan, yang artinya:

“Turunnya Al-Qur’an pada bulan ini lebih awal sebelum diwajibkannya berpuasa pada bulan yang sama, yaitu menjadi bulan Al-Qur’an sebelum menjadi bulan puasa, maka berkumpullah dua keistimewaan di dalamnya.”

Dalam kaitan ini Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di dalam kitab tafsirnya menjelaskan, yang artinya:

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an,” yaitu puasa yang diwajibkan atas kalian adalah bulan Ramadhan yaitu bulan yang agung, bulan yang di mana kalian memperoleh di dalamnya kemuliaan yang besar dari Allah, yaitu Al-Quran al-karim.”  

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berpuasa di bulan Ramadhan adalah hal yang istimewa karena puasanya dilakukan di dalam bulan yang istimewa. Bulan Ramadhan itu istimewa karena di dalamnya diturunkan Al-Qur’an yang istimewa, dan juga di dalamnya terdapat malam-malam istimewa, yakni Laitul Qadr. Selain itu, berpuasa di bulan Ramadhan adalah hal yang istimewa karena syari’at puasa Ramadhan memiliki keistimewaan.

Keistimewaan Syari’at Puasa Ramadhan: Penuh dengan Kemudahan

Meskipun Allah Ta’ala telah mewajibkan bagi orang-orang beriman berpuasa di bulan Ramadhan (QS. 2: 183), melalui ayat ini Allah Ta’ala memberitahukan bahwa terkait syari’at puasa Ramadhan Allah Ta’ala menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan bagi umat kekasih-Nya.

Ketika menafsirkan ayat tersebut di atas Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam kitab tafsirnya Aisarut Tafasir menyebutkan bahwa salah satu pelajaran yang bisa dipetik dari ayat tersebut adalah syariat Islam itu mudah, jauh dari kesulitan dan kesusahan.

Senada dengan itu kitab Tafsir Al-Muyassar yang diterbitkan Kementerian Agama Saudi Arabia mengungkapkan sebagai berikut, yang artinya:

“Allah Subhanahu Wa Ta'ala menghendaki keringanan dan kemudahan bagi kalian dalam ajaran ajaran syariat-Nya, dan tidak menghendaki kesulitan dan keberatan dari kalian.”

Berdasarkan ayat-ayat Shiyam dalam surah Al-Baqarah ada beberapa kemudahan terkait syari’at puasa Ramadhan yang telah Allah Ta’ala anugerahkan kepada umat kekasih-Nya, di antaranya:

Pertama, umat Islam bisa merasa ringan menerima dan menjalankan beban kewajiban berpuasa. Hal ini karena beban kewajiban berpuasa bukan hanya berlaku bagi umat Islam, tapi juga umat-umat sebelumnya, yakniumat nabi Musa as dan nabi Isa as.  (QS. 2: 183).

Mengenai hal ini kitab Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah yang diterbitkan Markaz Ta'dzhim al-Qur'an mengutip pernyataan Ibnu Asyuryang mengatakan bahwa ada tiga tujuan dari penyebutan puasa juga diwajibkan bagi umat-umat terdahulu. Salah satunya adalah agar umat Islam tidak merasa berat dalam menjalankannya, sebab mereka telah mendapatkan contoh dari umat terdahulu.

Demikian pula kitab Tafsir as-Sa'di menyatakan hal yang senada, yang menyatakan bahwa puasa itu bukanlah suatu perkara sulit yang khusus bagi umat Islam.

Kedua, berpuasa Ramadhan itu ringan, karena jumlah hari untuk berpuasa sebentar, yakni 29 atau 30 hari. Juga sebab hari-harinya tertentu yakni di bulan Ramadhan. (QS. 2: 184, 185).

Hal ini djelaskan kitab Li Yaddabbaru Ayatih, yang artiya:.

“Di antara pelajaran yang dapat diambil dari penetapan Ramadhan dengan sifatnya أيام (yang merupakan jamak qillah) dan معدودات (yang juga merupakan jamak qillah) adalah untuk menjelaskan keringanan perintah Allah kepada hamba-hamba Nya. Allah menyebut Ramadhan dengan firman-Nya: {أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ} sebagai kinayah akan waktunya yang sebentar.”

Hal senada juga disebutkan Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di dalam kitab tafsirnya, yang artinya:

“Ketika Allah menyebutkan kewajiban puasa bagi mereka Dia memberitahukan bahwa puasa itu hanya pada hari-hari yang tertentu atau sedikit sekali dan sangat mudah. Firman-Nya (أَيَّامٗا مَّعۡدُودَٰتٖۚ) “yaitu dalam beberapa hari yang tertentu” disebutkan untuk meringankan kesulitan yang akan dialami oleh orang yang berpuasa, di mana Allah tidak menjadikan puasa itu selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.”

Ketiga, kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan bagi umat Islam tidak berlaku bagi mereka semua tanpa terkecuali. Tapi hanya berlaku bagi orang-orang tertentu: Pertama, mukallaf, yaitu orang Islam yang berakal dan baligh. Kedua, bagi perempuan sedang tidak haidh atau nifas. Ketiga, orang-orang yang tidak memiliki udzur.

Bagi Muslim yang ketika berada di dalam bulan Ramadhan memiliki udzur seperti sakit berat dan tidak ada harapan sembuh, berpergian jauh, lanjut usia, mengandung, dan menyusui, mendapatkan keringanan berupa diperbolehkan tidak berpuasa. Mereka yang mengalami kondisi ini juga mendapatkan keringanan lainnya yaitu berupa membayar fidhyah atau mengqadha’ puasa. Waktu yang tersedia untuk mengqadha’ pun sangat panjang, yakni sebelas bulan. (QS. 2: 184, 185).

Hikmahnya

Di balik berbagai kemudahan tersebut pasti ada hikmahnya. Hikmahnya adalah supaya umat kekasih-Nya pandai bersyukur kepada Allah Ta’ala sebagaimana termaktub di ujung firman Allah Ta’ala di atas, yaitu “وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ”.

Dalam kaitan ini kitab Tafsir Al-Muyassar menyebutkan bahwa salah satu tujuan Allah Ta’ala menghendaki keringanan dan kemudahan bagi umat Islam dalam ajaran syariat-Nya, dan tidak menghendaki kesulitan dan keberatan dari umat Islam agar umat Islam mensyukuri atas nikmat-Nya yang tercurah pada umat Islam berupa hidayah taufik dan kemudahan.

Adapun Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam kitab tafsirnya Aisarut Tafasirketika menafsirkan ayat tersebut menjelaskan tentang ketaatan sebagai bentuk kesyukuran, yang artinya:

“Ketaatan merupakan bentuk kesyukuran. Barangsiapa tidak taat kepada Allah dan rasul-Nya maka tidak disebut sebagai orang yang bersyukur, dan bukan golongan orang-orang yang bersyukur.”

Penutup dan Harapan

Dengan keistimewaan syari’at puasa Ramadhan yang penuh dengan berbagai kemudahan  maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bersyukur kepada Allah Ta’ala atas berbagai nikmat-Nya, khususnya nikmat syari’at puasa Ramadhan, dengan melakukan berbagai ketaatan, terutama dengan berpuasa di bulan Ramadhan dengan hati penuh keridhaan dan keimanan.

Selain itu juga tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mendidik diri untuk (lebih) pandai bersyukur kepada Allah Ta’ala, karena ada syari’at puasa Ramadhan dan bulan Ramadhan.  Keduanya adalah madrasah istimewa untuk melahirkan hamba-hamba Allah Ta’ala yang (lebih) pandai bersyukur kepada Allah Ta’ala.

Semoga setelah menjalani proses pendidikan di dalam kedua madrasah yang istimewa itu kita berhasil menjadi pribadi yang istimewa, yakni selain bertaqwa kepada Allah Ta’ala, juga (lebih) pandai bersyukur kepada Allah Ta’ala dengan segala bentuk kesyukuran selama sisa jatah umur kita. Aamiin. Wallahu a’lam.*


latestnews

View Full Version