Oleh: Fitri Suryani, S.Pd
Kepolisian Resor Kota (Polresta) Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara menyita sebanyak 95 liter minuman keras tradisional saat patroli gabungan di wilayah hukum Polresta setempat.
Kapolresta Kendari Kombes Pol Muhammad Eka Fathurrahman di Kendari Minggu, mengatakan personel Satuan Reserse Narkoba (Sat Resnarkoba) bersama Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja (PP) Kota Kendari melakukan cipta kondisi dengan sasaran narkotika, minuman keras beralkohol, dan tempat-tempat penjualan minuman keras tradisional, serta indekos di wilayah hukum Polresta Kendari.
Polisi berpangkat tiga melati itu menuturkan selain menemukan minuman keras tradisional, pihaknya juga menyita minuman keras tak berizin sebanyak 30 botol di seputaran Kecamatan Kadia, Kota Kendari (Antaranews.com, 19/02/2023).
Selain itu, dalam waktu kurang dari satu bulan lagi akan memasuki Ramadhan. Sebab itu, diperlukan penciptaan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif. Berkenaan dengan kondisi tersebut, Polresta Malang Kota (Makota) melaksanakan Kegiatan Rutin yang Ditingkatkan (KRYD). Salah satu kegiatan yang dilakukan berupa penindakan terhadap penjual minuman beralkohol (Minol).
Selain melaksanakan kegiatan rutin yang ditingkatkan, kegiatan ini juga merupakan tindak lanjut dari pengaduan masyarakat. Sebelumnya, masyarakat merasa resah dengan adanya kios-kios yang menjual minuman beralkohol. Pasalnya, aktivitas di kios tersebut menimbulkan ketidaknyamanan serta keresahan bagi para wisatawan dan masyarakat sekitar (Republika.co.id, 26/02/2023).
Fakta di atas hanya secuil gambaran bagaimana minuman keras (Miras) masih banyak beredar di tengah masyarakat. Baik itu minuman keras yang tradisional dan tak berizin. Namun bukan hanya itu, minuman keras yang memiliki izin pun tak kalah banyak yang beredar.
Tentu masyarakat begitu menghargai peran pihak berwenang dalam meminimalisai beredarnya minuman keras di tengah-tengah masyarakat, terlebih hal itu akan gencar dilakukan ketika menjelang datanganya Bulan Suci Ramadan.
Hanya saja, tugas pihak berwenang dalam meminimalisasi beredarnya minuman keras, nampaknya sulit terselesaikan hingga tuntas. Bagaimana tidak, selama masih ada produsen yang menjalankan bisnis tersebut, tentu masih ada pula distributornya, begitu juga dengan konsumennya.
Dari itu, pihak berwenang seyogianya tidak hanya berusaha menindak tegas para penjual minuman keras yang sifatnya tradisional ataupun yang tak memiliki izin, tapi juga minuman keras yang berizin. Terlebih lagi pihak yang memproduksi minuman keras tersebut.
Sayangnya, hal itu nampaknya tidak mudah terealisasi karena di satu sisi pihak berwenang berusaha meniadakan minuman keras yang ilegal, namun seakan kompromi dengan minuman keras yang legal. Karena terkait dengan penjualan minuman alkohol turut diatur dalam pasal 14 Permendag No.20/M-Dag/Per/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol, bahwa mimuman beralkohol tidak boleh dijual di lokasi yang dekat dengan tempat ibadah, lembaga pendidikan, dan rumah sakit.
Di samping itu, razia miras menghadapi Bulan Suci Ramadan nampak menguatkan sekularisme di negeri tercinta ini. Miras yang haram hanya ditertibkan saat menjelang Ramadan. Itupun hanya di warung rumahan yang dianggap sebagai tempat yang tidak mendapatkan izin untuk menjual minuman keras. Karena dalam Undang-Undang minuman beralkohol disebutkan bahwa minuman keras masih boleh dijual di tempat tertentu sesuai dengan aturan Undang-Undang.
Hal ini jelas bertentangan terhadap upaya pemberantasan minuman keras yang haram dalam Islam. Bahkan hal itu tak mungkin mampu memberantas tuntas. Apalagi dalam kapitalisme bisnis minuman keras sangat menguntungkan, padahal dalam islam jelas dianggap sebagai induk kejahatan. Hal itu sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “ Khamr (miras) adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar. Siapa yang meminum khamr, ia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya dan saudari ayahnya (HR ath-Thabrani).
Begitulah wajah kapitalisme dalam pemberantasan minuman keras. Barang haram jika mendatangkan cuan akan terus diproduksi, meski haram dan membahayakan kesehatan serta memicu masalah sosial. Karenanya minuman keras merupakan bisnis yang tak akan finis.
Dengan demikian, sangat sulit membabat tuntas masalah minuman keras, jika masih banyak celah yang mengarahkan ke arah tersebut. Karena itu sudah sepatutnya umat ini menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman, agar standar halal haram bukan disesuaikan dengan asas manfaat kacamata manusia. Wallahu a’lam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google