Oleh: Nuraisah Hasibuan
Pertamina akan mengeluarkan produk baru bernama bioetanol. Sebenarnya Presiden Joko Widodo telah memperkenalkan bioetanol berbasis tebu dengan campuran etanol untuk bensin pada acara Seminar Peta Jalan Strategis untuk percepatan implementasi bioetanol pada 4 Nopember 2022 lalu. Namun Dirut Pertamina Nicke Widyawati menyatakan bahwa bioetanol akan resmi diluncurkan di bulan Juni 2023 ini.
Bioetanol pada dasarnya adalah etanol atau senyawa alkohol yang diperoleh melalui fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Dari fermentasi ini akan diperoleh berbagai macam kadar. Ada kadar 90-94 persen untuk bioetanol tingkat industri, yang biasa dipakai untuk minuman keras. Ada juga kadar 95-99,5 persen untuk bioetanol tingkat netral yang digunakan untuk bahan bakar.
Nicke menambahkan bahwa BBM bioetanol (E-5) yang akan dilaunch ini menggunakan campuran Pertamax RON 95 dengan 5 persen nabati etanol, sehingga sangat ramah lingkungan. Saat ini uji coba bioetanol telah dilakukan pada kendaraan bermotor di Surabaya, Jawa Timur. Ke depannya, uji coba akan lebih luas lagi ke kota-kota lainnya.
Bioetanol yang dikeluarkan Pertamina saat ini dibuat dari molases tebu. Namun besar kemungkinan akan menggunakan bahan lain juga seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, bahkan sisa tandan kelapa sawit. Melihat kekayaan alam pertaniannya, Indonesia memiliki berpotensi besar menjadi negara produsen bioetanol terbesar seperti halnya Amerika Serikat dan Brazil.
Bukan tanpa alasan Indonesia menaruh harapan besar pada konversi BBM berbasis energi fosil ke bioetanol. Sudah lebih dari satu dekade Indonesia menjadi net importir alias pengimpor minyak dan BBM. Ini dikarenakan produksi migas lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Akibatnya negara rutin mengimpor minyak dari Afrika, Arab Saudi, dan Singapura
Impor minyak ini telah menguras banyak dari devisa negara. Apalagi jumlah impor selalu meningkat setiap tahun. Tahun 2021, impor minyak dari Singapura sudah mencapai angka 11,5 juta ton. Tahun berikutnya di 2022 meningkat menjadi 15 juta ton. Tak ayal lagi, APBN selalu mengalami defisit perdagangan dengan negara tetangga ini.
Maka dari itu pemerintah merasa perlu memikirkan sumber energi BBM alternatif untuk menekan biaya impor dan menyelamatkan APBN. Bioetanol ini adalah harapan besar.
Sungguh langkah ini terlambat dilakukan. Sebenarnya Indonesia tidak perlu mengalami kerugian yang demikian besar jika sejak awal negara berdaulat atas sumber daya alamnya sendiri. Tanpa harus beralih ke bioenergi pun, Indonesia sangat kaya akan sumber energi minyak mentah berbasis fosil. Namun entah mengapa para pengambil kebijakan di Departemen ESDM memutuskan untuk melempar minyak mentah ini ke luar negeri dengan harga murah, dan bukannya mengolahnya sendiri.
Jika alasannya karena kilang minyak kita tidak mampu menampung debit minyak yang berlebih, lalu mengapa negara kecil seperti Singapura yang luasnya tidak lebih besar dari kota Jakarta saja mampu menampungnya? Apakah para pengambil kebijakan negara ini tidak melakukan hitung-hitungan bahwa jika minyak mentah yang dikirim ke negara-negara yang dapat mengolahnya menjadi BBM siap pakai, termasuk mengirimnya ke Singapura nantinya akan kita beli kembali dengan harga yang jauh lebih mahal?
Namun begitulah hakikatnya gambaran kecil negara kapitalis. Negaranya diurus oleh orang-orang yang tidak kapabel di bidangnya, sehingga segala kebijakan apapun yang berhubungan dengan kepengurusan rakyat tidak dipikirkan dengan matang. APBN dihamburkan untuk hal yang seharusnya bisa dihindari dan diminimalisir.
Betul, beralih ke bioetanol adalah langkah yang baik. Baik untuk menyelematkan bumi dari rumah kaca, baik untuk mengurangi emisi karbon, dan baik untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi fosil. Namun hal ini saja tidak akan menuntaskan masalah jika aspek lainnya tidak dibenahi. Termasuk perombakan para pengurus kebijakannya. Harus dipilih yang benar-benar ahli di bidangnya dan amanah. Mereka haruslah orang-orang yang mencintai rakyat sehingga segala kebijakan adalah untuk memaslahatan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi, oligarki, ataupun kapitalis. Dan tentu saja hal ini hanya akan terwujud jika mereka juga bekerja di bawah sistem pemerintahan yang benar, yang adil, yang diatur dengan hukum Allah Yang Maha Mengatur. Wallahu a’lam bisshowab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google