View Full Version
Senin, 19 Jun 2023

Pemerkosaan Gadis ABG 15 Tahun di Moutong, Apa yang Salah?

 

Oleh: Sri Wahyuni

 

Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah atau Kapolda Sulteng, Irjen Agus Nugroho menuai kontroversi usai menyebut kasus yang menimpa R, 15 tahun, di Parigi Moutong bukan termasuk pemerkosaan. Dalam konferensi pers 31 Mei 2023, Agus Nugroho memilih diksi persetubuhan anak di bawah umur dibanding pemerkosaan terkait kasus pemerkosaan terhadap anak 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo). Agus beralasan tidak ada unsur kekerasan maupun ancaman dalam kasus tersebut. "Dalam perkara ini tidak ada unsur kekerasan, ancaman, ataupun ancaman kekerasan termasuk juga pengancaman terhadap korban," kata Irjen Agus. (Tempo.co, 4/6/2023)

Padahal kasus ini benar-benar pemerkosaan, bahkan pemerkosaan ini  dilakukan bukan satu orang saja tetapi Sebanyak 11 pria, termasuk oknum kades dan anggota Brimob, di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, yang memperkosa anak 15 tahun berujung di proses. Butuh waktu sekitar sebulan untuk menangkap semua pelaku itu. (CNN Indonedia, 11/6/2023).

Perbuatan tersebut tak hanya dilakukan satu kali. Anak perempuan itu bahkan dipaksa mengikuti kemauan para pria itu lebih dari 1 tahun lamanya. Yang lebih merisnya lagi yang melakukannya bukan orang yang tidak berpendidikan atau orang yang tidak mengerti akan hukum namun orang yang melakukan pemerkosaan tersebut adalah orang berpendidikan dan mengerti akan  hukum.

Dimana hati  nurani mereka? Apakah mereka tidak  berpikir jika seandainya anak perempuan atau saudarinya mengalami  hal tersebut? karena nafsu bejat mereka seorang anak yang seharusnya mendapat bimbingan dan perlindungan justru dirusak. Hal ini tidak hanya merusak fisik tetapi mental si anak.

Jangankan orang lain seorang ayah kandung pun saat ini banyak yang memperkosa anak perempuannya dan saudara laki-laki banyak yang memperkosa saudirinya. Hal ini dikarenakan rusaknya sistem sekarang mulai dari mudahnya orang mengakses film porno hingga faktor pergaulan bebas di kalangan muda-mudi sekarang.

Darurat kekerasan seksual terhadap anak makin parah.  Ada banyak hal yang terkait, di antaranya sanksi tidak memberi efek jera, perbedaan definisi, buruknya media yang diakses, dan juga buruknya sistem pendidikan. Ini dikarenakan pemimpin tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang ada sampai ke akar-akarnya.

Seharusnya pemimpin kita saat ini harus melakukan tindakan untuk  menghilangkan kekerasan seksual pada anak. Karena tugas seorang pemimpin bukan hanya sekedar memimpin suatu negara saja melainkan memastikan kedamaian dan keamanan rakyatnya terutama bagi perempuan dan anak-anak.

Islam memiliki mekanisme jitu dalam memberantas kasus ini baik dari pencegahan maupun pengobatan. Jika orang-orang kembali kepada ajaran agama Islam, kekerasaan seksual akan berkurang bahkan tidak akan ada lagi. Karena hanya agama Islam yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan dengan begitu detailnya.

Di Islam sendiri pergaulan antara laki-laki dan perempuan diatur dengan sedemikian rupa. Laki-laki dan perempuan dilarang untuk khalwat (berdua-duan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom) dan ikhtilat (berbaur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom). Hal ini dilakukan semata-mata agar keduanya terjaga.

Di agama Islam sendiri  menyuruh  laki-laki untuk menundukkan pandanganya, perempuan disuruh untuk menutup seluruh tubuhnya kecuali  muka dan telapak tangan. Islam juga melarang untuk berzina, menonton atau membaca sesuatu yang bisa membangkitkan sahwatnya dan melarang pergaulan bebas.

Hal-hal seperti ini dilarang semata-mata  untuk memcegah agar tidak adanya pemerkosaan seperti kasus pemerkosaan yang dialami R, remaja 15 tahun,  Dan agar orang  menyalurkan nafsunya kepada yang halal baginya. Contohnya dengan cara menikah. Bukan dengan cara memperkosa.

 Seharusnya anak perempuan di persiapkan untuk menjadi pencetak generasi yang mampu merubah peradaban yang lebih baik lagi. Bukan dirusak dengan cara diperkosa.  Jika anak mengalami kekerasan seksual sejak dini itu akan merusak mentalnya dan akan menciptakan trauma tersendiri bagi anak.

Kekerasan seksual ini harus secepatnya dihilangkan  agar anak-anak perempuan bisa dipersiapkan menjadi menjadi pencetak generasi yang mampu mengubah peradaban yang lebih baik lagi dan menjadi ummu warabatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga) yang sesungguhnya seperti yang diperintahkan dalam agama Islam. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version