View Full Version
Selasa, 17 Oct 2023

Ironi Masyarakat Rempang, Terusir di Negeri Sendiri

 

Oleh: Gayuh Rahayu Utami

Terjadi peristiwa memilukan di Pulau Rempang, Kota Batam yang mengakibatkan perseteruan antara rakyat penduduk asli Pulau Rempang dengan pihak aparat. Insiden penyemprotan gas air mata pun terjadi. Peristiwa itu terjadi akibat konflik lahan atas rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City, dengan dalih bahwa pembangunan tersebut untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Untuk melancarkan proyek tersebut, pemerintah akan merelokasi warga Rempang. Namun pada kenyataannya relokasi tersebut berjalan seperti perampasan lahan rakyat yang sudah dihuni oleh penduduk asli. Perencanaan pembangunan Rempang Eco City ditambah pabrik kaca planel surya yang  investornya dari Cina sesuai dengan dukungan penguasa saat ini. Rakyat seperti terusir di negeri sendiri sementara pihak asing dan aseng diberikan keran yang lebar untuk mendirikan perusahaan di negeri ini.

Namun, sejauh ini perusahaan yang berdiri alih-alih mensejahterakan rakyat, malah berdampak negatif terhadap lingkungan sekitar. Para kapitalis tidak peduli apakah pembangunan pabrik itu mengakibatkan kerusakan pada lingkungan dan menimbulkan ketegangan konflik dengan warga setempat. Yang penting isi kepalanya adalah mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, hsedangkan rakyat mendapatkan remahan kerupuk bahkan ampas dari hasil pembangunan perusahaan. Dengan kata lain menjadi buruh dengan diberi upah yang begitu rendah. Rakyat kesulitan untuk mendapatkan penghidupan yang layak di negeri sendiri bahkan sampai nekat bekerja di luar negeri demi memenuhi kebutuhan sehari-hari yang hari ini semakin melambung tinggi.

Kasus konflik agraria seperti ini tidak hanya terjadi sekali dua kali melainkan terjadi berulang. Pada era rezim Jokowi sudah terjadi 2.710 kasus tersebut dengan dalih meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pariwisata dengan cara mengorbankan lahan rakyat dan dirampas dengan paksa. Maka tidak heran hampir 90 persen di negeri ini dikuasai oleh asing. Ideologi kapitalisme telah memberikan peluang kepada investor untuk menjajah negeri ini dengan gaya baru. Rakyat tidak diberi ruang untuk menikmati lahan dan sumber daya alam yang begitu berlimpah. Mereka harus berjuang sendiri untuk mendapatkan kebutuhan pokok dan tatanan kehidupan semakin terhimpit dan tercekik. Kapitalisme menghasilkan penjajahan gaya baru atau yang disebut dengan neo imperialisme.

Jika ditinjau dari pandangan Islam, ketika membangun suatu perusahaan tidak dengan cara merelokasi paksa. Melainkan melakukan persetujuan terlebih dahulu terhadap warga untuk melaksanakan suatu proyek. Di samping itu, sangat diperhatikan jauh-jauh hari apakah pembangunan mengganggu keamanan lingkungan rakyat atau tidak. Kemudian sangat tidak boleh merampas tanah milik orang lain. Karena sejengkal saja merampas tanah orang lain maka dia dihimpit di alam kubur dan neraka baginya. Jika tidak mendapatkan izin dari rakyat, maka pemerintahan dalam Islam tidak boleh memaksakan kehendak. Kemudian jika ada tanah kosong selama tiga tahun tidak dikelola,  maka negara berhak mengelola tanah tersebut. Adapun sertifikat tanah hanyalah sebagai penunjang jika Islam diterapkan. Kepemilikan tanah dalam Islam sejatinya adalah ketika ada pengelola tanah yang aktif dan produktif untuk mengolah tanah kepada hal-hal yang bermanfaat. Sehingga dalam Islam tidak ada istilah lahan kosong dan stagnan. Harus produktif untuk kemaslahatan rakyat.

Sudah saatnya ideologi kapitalisme dicampakkan sejauh-jauhnya karena terbukti sangat menyengsarakan rakyat. Selama ideologi kapitalisme ini bertengger maka peristiwa konflik agraria akan terus berulang dan penindasan terhadap rakyat pribumi semakin masif dan lebih membela para oligarki. Sistem ini sudah terbukti kebobrokannya maka seharusnya tidak layak untuk dipertahankan. Hanya aturan Islam yang bisa menyelamatkan rakyat dari konflik agraria yang terus berkepanjangan. Aturan Islam ini tidak bisa maksimal diterapkan jika berlandaskan kapitalisme melainkan harus ada bingkai negara yang berlandaskan kitabullah dan Sunnah. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version