View Full Version
Rabu, 03 Jan 2024

Merasa Berkuasa karena Wakaf

 

Oleh: Ameena N

Dari banjarmasin.tribunnews.com, beredar video yang memperlihatkan aksi dua orang pria yang sedang berkelahi di dalam masjid hingga jamaah yang hendak melakukan sholat terpaksa menunda ibadah mereka. Diduga keduanya ribut akibat memperebutkan jabatan sebagai pengurus takmir masjid.

Kejadian tersebut terjadi ketika ada pihak yang tidak terima terkait penggantian imam sholat lantas keluarga ahli waris tanah wakaf masjid bersama kelompoknya memaksakan diri menjadi imam padahal jadwal imam shalat sudah disepakati sebelumnya. Sebelumnya telah diupayakan untuk melakukan perdamaian dari kepengurusan ketakmiran masjid, namun hasilnya tetap nihil.

Wakaf berasal dari bahasa arab dengan asal kata waqafa-yaqifu-waqfun yang berarti berhenti atau berdiri. Sedangkan wakaf dalam Islam adalah menahan harta yang mungkin diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya dan digunakan untuk kebaikan. Pertengkaran bisa terjadi salah satunya karena tidak paham akan definisi dari wakaf. Wakaf bukanlah jembatan untuk meraih hal-hal duniawi semacam pujian, kehormatan, atau kedudukan di masyarakat.

Jadi bagaimana bisa, hanya karena tanah wakaf, apa lagi yang mewakafkan itu adalah pendahulu kita, kita jadi merasa memiliki hak untuk diprioritaskan? Kalau sudah diwakafkan berarti siapa pun, entah yang mewakafkan, istrinya, anaknya, cucunya, atau cicitnya, sudah tidak memiliki hak untuk mengakui tanah tersebut sebagai tanah miliknya. Apalagi sampai mengharapkan pengakuan kedudukan dari masyarakat. Kalau mewakafkan tapi menuntut status dan penghormatan di mata manusia, maka tujuannya tidak ikhlas karena Allah.

Masjid menjadi arena tarik ulur kekuasaan. Walau skalanya terkesan temeh, sebatas rebutan pemimpin sholat, namun egonya sama besarnya seperti skala perebutan pemimpin penguasa dunia. Padahal sholat adalah salah satu sarana untuk menyadarkan kita akan posisi kita di mata Allah, dan tujuan hidup kita. Jadi bagaimana bisa sholat dipolitisasi seperti ini?

Karena berebut perihal siapa yang berhak mengimami sholat sampai harus menyakiti saudara muslim lainnya itu aneh sekaligus salah. Esensi ibadah kepada Allah disamakan dengan esensi duniawi. Apa kita tidak malu karena berantem di rumah Allah begitu? Apa tidak malu karena merasa paling berkuasa di hadapan Yang Maha Kuasa?

Allah berfirman, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18).

Nabi kita sudah memberikan kriteria tentang siapakah yang paling pantas untuk menjadi imam. Yang jelas bukan karena wakaf atau hal-hal yang berbau duniawi.

Dari Abu Mas’ud Al-Anshari (diriwayatkan) ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Telah berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Hendaklah menjadi imam bagi suatu kaum mereka yang lebih pandai dalam bacaan Al-Qur’an, apabila dalam hal ini kemampuan mereka sama, maka didahulukan yang lebih pandai dalam hal Sunnah, apabila dalam hal ini kemampuan mereka sama, maka dalam hal hijrah juga sama, maka didahulukan yang lebih dahulu Islamnya. Janganlah seseorang mengimami orang lain di atas kemuliaannya (tempat yang tertentu untuk tuan rumah), terkecuali dengan izinnya (tuan rumah).” (HR. Muslim dan Ahmad).

Semoga hal ini menjadi pengingat juga untuk kita semua yang walau pun sudah sholat, namun masih memiliki rasa sombong dan kebanggaan yang membutakan. Hal yang patut selalu kita ingat bahwa semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah dan dari kasihNya, termasuk dengan kebaikan-kebaikan yang kita curahkan atas nama Allah. Itu semua bisa ada dan terjadi karena kasih sayangNya.

Jadi tidak ada yang bisa kita banggakan dan kita sombongkan. Semoga kebaikan-kebaikan yang sudah kita lakukan tidak membuat kita sombong namun malah membuat kita semakin sadar kekuasaan Allah dan dekat dengan rahmatNya. Wallahua’lam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version