Oleh: Natasya
Kerugian korupsi timah yang menembus angka 271 triliun rupiah adalah kerugian negara dalam bentuk kerusakan ekologis, lingkungan, dan biaya pemulihan dari kawasan hutan dan non-kawasan hutan. Salah satu perhitungan kerugiannya adalah hutan tropis seluas 460 ribu hektar yang hilang akibat pertambangan dan perkebunan di Bangka Belitung. Luas lahan yang dilubangi akibat tambang adalah 15.579.747 hektar. Tindakan korupsi tersebut disebut sudah dilakukan sejak tahun 2015.
Dampak buruk bagi warga
Banyak warga Kampung Pasir yang mengeluh tentang penyakit gatal-gatal dan gigi yang mengeropos karena mandi menggunakan air kolong yang tercemar oleh zat-zat berbahaya penambanan, termasuk logam berat yang mengancam kesehatan. Sedangkan air kolong yang mana merupakan lubang bekas tambang tersebut, tidak hanya digunakan untuk mandi tapi juga untuk mencuci pakaian, berenang, menggosok gigi, bahkan menangkap ikan.
Dan karena Kampung Pasir adalah kampung yang dibangun di atas tanah reklamasi penambangan timah, ditambah lagi dengan lokasinya yang dekat dengan pesisir laut, kualitas air sumur di sana pun tidak lebih bersih dan aman daripada air kolong. Air sumur tersebut berwarna cokelat, asam, dan berkarat. Permasalahan air terkait sanitasi ini terus mengganggu mereka, dan menyebabkan mayoritas dari mereka mengidap banyak sekali penyakit kulit.
Mengganggu fokus anak sekolah
Di tahun 2022, angka statistik putus sekolah di sektor timah menjadi salah satu penyebab tingginya angka putus sekolah di Bangka Belitung untuk jenjang SMA/sederajat. Anak-anak yang orang tuanya bergantung pada sektor timah terpengaruh untuk membantu orangtuanya. Padahal risiko bekerja di area tambang bagi anak-anak sangat tinggi.
Tidak hanya membuat anak-anak tersebut membuang kesempatan mereka dalam berpendidikan, mereka juga bisa terkena gangguan kesehatan yang menyebabkan fisik menurun, bahkan kecelakaan. Namun, harga timah yang tinggi, yang mana bagi mereka, jumlah tersebut sangat bisa menunjang kehidupan mereka, bahkan memberikan kehidupan yang layak, maka tentu saja akan selalu ada anak-anak lain yang terpengaruh. Saking banyaknya anak yang drop-out demi memperjuangkan penghasilan dari timah, dalam satu bulan saja, sektor anak-anak yang drop-out diperkirakan dapat menyumbang pendapatan Provinsi timah di Bangka Belitung sebanyak 12 miliar rupiah.
Pelaku korupsi PT. Timah yang selama ini digaung-gaungkan serta dipuja-puja oleh media dan warga net karena kekayaan dan kemewahannya itu ternyata memiliki peran dalam merusak dan merugikan negara serta generasi kita. Sama seperti mereka, konglomerat mana pun di dunia ini juga sama. Orang-orang yang memiliki kekayaan yang tidak masuk akal seringkali adalah orang yang memiliki andil paling besar dalam merusak generasi dan dunia. Selalu ada orang yang ditindas dibalik kekayaan yang diperoleh oleh mereka.
Oleh sebab itu Islam keras terhadap orang-orang yang berkuasa dan kaya. Di dalam Islam, sumber daya alam seperti timah tidak boleh dikelola oleh awam atau orang selain pemerintahan, alias negara. Harus negara sendiri yang mengurus, dan manfaatnya pun harus dikembalikan kepada rakyat dan hanya untuk kemaslahatan rakyat, bukan untuk pihak-pihak tertentu.
Namun, di negara yang menganut sistem rusak ini, tak peduli siapa pun pengelolanya, entah itu perusahaan swasta maupun negara, korupsi sudah merajalela di negara ini. Selain mengubah kebijakan, sudah seharusnya kita juga menggantinya dengan sistem yang lebih tepat. Sistem yang tidak tunduk pada oligarki, tapi tunduk kepada Allah, bahkan sistem yang memang Allah sendirilah yang mengaturnya, yakni khilafah islamiyyah. Wallahu a’lam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google