Oleh: Wike Wijayanti
Akhir-akhir ini beredar berita berseliweran terkait banyaknya perusahaan-perusahaan yang gulung tikar. Tentu hal ini menjadi permasalahan besar di tengah masyarakat. Pasalnya ketika suatu perusahaan bangkrut atau gulung tikar, tentu akan ada gelombang PHK besar-besaran yang akan menimbulkan efek yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat. Contohnya saja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) buka suara terkait nasib ratusan karyawan pabrik sepatu Bata yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
Menyusul, PT Republika Media Mandiri atau Republika mengumumkan pemutusan hubungan kerja atau PHK massal atas 60 karyawan bulan ini. Pemimpin Redaksi Republika, Elba Damhuri, menyampaikan PHK itu menyusul langkah serupa yang sebelumnya terjadi di akhir tahun lalu. Kementerian Ketenagakerjaan sendiri telah merilis jumlah angka PHK pada tahun 2024 (Januari-Maret) ini. Khusus di Jawa Barat, angka PHK berjumlah 2.650 dengan rincian Januari sebanyak 306 pekerja terkena PHK, Februari 654 pekerja, dan Maret 1.690 pekerja.
Menguak Akar Persoalan
Apabila kita menelaah lebih dalam, salah satu alasan perusahaan menempuh PHK pada masa resesi adalah untuk meminimalkan kerugian. Sebagaimana kita ketahui, tujuan berdirinya perusahaan adalah memperoleh untung. Jika pesanan sepi, tentu tidak ada produksi. Pabrik tidak produksi berarti tidak ada pemasukan, sedangkan mereka harus tetap membayar karyawan. Jadi, untuk meminimalkan pengeluaran, cara paling cepat adalah melakukan PHK. Efeknya akan meningkatkan angka kemiskinan dan berbagai hal lainnya.
Ketidakstabilan ekonomi karena berbagai kondisi global berperan dalam memicu maraknya PHK, untuk industri yang berorientasi pasar domestik, yaitu akibat serbuan produk impor, baik yang legal apalagi ilegal. Sedangkan untuk yang berorientasi ekspor sebagaimana sektor garmen, tutupnya perusahaan dimungkinkan karena masih terdampak perang Rusia-Ukraina yang telah menciptakan krisis di Amerika dan Eropa sehingga menimbulkan permasalahan bagi pabrik-pabrik di dalam negeri. Juga permasalahan yang belum sepenuhnya pulih akibat pandemi Covid-19.
Penyebab lainnya adalah adanya perlambatan ekonomi di negara-negara tujuan utama pasar ekspor Indonesia, seperti Eropa dan AS. Efek domino perlambatan ekspor global di pasar-pasar utama itu jelas menurunkan kinerja industri di dalam negeri kita. Akibatnya, terjadi penumpukan stok dan berujung pada PHK Apalagi negara dengan kapitalisme meniscayakan terjadinya kemiskinan karena berpihak pada oligarki. Ini semua tidak terlepas dari konsep ekonomi kapitalisme yang selalu berfokus pada aktivitas produksi.
Tingkat produksi yang setinggi-tingginya yang dijaga adalah metode yang paling ideal untuk mendistribusikan barang dan jasa kepada masyarakat. Keberadaan pegawai/pekerja pun menjadi salah satu faktor dan juga penentu biaya produksi. Tidak heran, jika pada kondisi tertentu produsen hendak menurunkan biaya produksi, PHK adalah salah satu konsekuensi nyata. Semua itu menegaskan buah busuk bukti gagalnya sistem kapitalisme menjamin kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Islam Solusi Hakiki
Islam, dengan sistem ekonomi Islamnya, merupakan solusi hakiki untuk menyelesaikan semua masalah tersebut. Dalam Islam, ada larangan SDA untuk dikelola asing atau swasta. Negara harus mengelola sendiri sehingga bisa membuka banyak lapangan kerja bagi rakyat. Negara juga akan memberikan pinjaman tanpa bunga atau bantuan modal agar rakyat bisa mandiri. Mereka dapat membuat usaha, bahkan bisa mempekerjakan masyarakat lainnya. Dengan begini, tenaga kerja secara otomatis bisa terserap.
Bagi masyarakat yang bisa mengelola tanah (lahan pertanian), negara akan memberikan tanah tersebut agar para petani bisa menggarap sawah dan keuntungannya adalah hak mereka. Tidak hanya diberi tanah, negara bahkan akan memberikan modal jika diperlukan. Negara juga akan memberlakukan akad yang jelas antara pekerja dan yang memberi kerja. Tidak boleh ada yang menzalimi. Bahkan, negara akan menunjuk seseorang yang bertugas menentukan besaran gaji sesuai pekerjaannya.
Negara sendiri memiliki berbagai sumber pemasukan sehingga mampu mengatasi kemiskinan. Yang dinamakan Baitulmal, yang mendapat pemasukan dari banyak pos, seperti jizyah, kharaj, fai, ganimah, pengelolaan SDA, dan sebagainya. Baitulmal akan mengatur pengeluaran, salah satunya memeberikan kepada rakyat berupa layanan pendidikan, kesehatan, dan segala macam fasilitas secara gratis. Selain itu, Baitulmal juga mempunyai pos khusus, yaitu pos zakat. Khalifah akan memberikan zakat ini kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat sampai mereka keluar dari golongan tersebut. Wallahu'alam Bishawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google