Oleh: Umi Hanifah
Sebagai muslim, kita meyakini bahwa apa saja yang terjadi di muka bumi merupakan ketentuan yang telah pasti dari Pencipta Allah SWT. Semua telah tertulis dalam kitab lauhul mahfudzh 50.000 tahun sebelum kejadiannya berlangsung.
Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash).
Ranah inilah yang disebut iman, yakin bahwa Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu. Di sisi lain, manusia yang diberi akal harus berupaya mencari solusi agar bencana bisa diantisipasi. Di titik ini manusia diperintahkan untuk berikhtiar meskipun yakin bahwa bencana yang terjadi adalah ketetapan Allah yang tidak akan bisa diubah.
Bencana baik banjir bandang, gempa bumi, longsor, dan lainnya adalah musibah yang berdampak besar. Peran seorang invididu tidak akan mampu mengatasinya. Bencana tersebut tentu memerlukan peran negara dalam menyelesaikannya. Karena negara atau pemimpin adalah amanah sekaligus rakyat berlindung di belakangnya.
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).
Hal itu telah dibuktikan dalam Islam bahwa pemimpin berupaya maksimal agar bencana bisa diantisipasi sejak dini. Jikapun melanda, maka bencana tidak menimbulkan dampak yang parah.
Di bawah ini beberapa langkah Khalifah agar bencana tidak berulang:
Pertama, mengatur pengambilan hasil hutan agar sesuai dengan rasio dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
Kedua, mengoptimalkan pengawasan hutan oleh polisi agar tidak terjadi penebangan berlebihan.
Ketiga, menggalakkan penanaman pohon untuk menjaga kelestarian hutan.
Keempat, mengawasi kondisi sungai sehingga bisa mencegah hal-hal yang menurunkan fungsi sungai.
Kelima, negara tidak menjadikan sektor pariwisata sebagai andalan pemasukan kas negara. Fasilitas wisata dibangun sebagai bagian dari layanan negara pada rakyat. Pembangunan tempat wisata dilakukan berdasarkan pengkajian yang melibatkan pakar lintas bidang, termasuk lingkungan.
Keenam, memberi sanksi tegas kepada pelanggar aturan pelestarian hutan, baik pelaku lapangan, pengusaha, maupun oknum aparat yang menjadi beking. (Muslimahnews.net) 14/5/2024.
Berbalik dengan sistem kapitalisme hari ini yang diterapkan banjir, longsor, gempa bumi, kebakaran hutan dan musibah lainnya berulang kali melanda tanpa ada solusi nyata. Para pemimpin justru menjadikan pintu bencana terbuka dan abai terhadap akibat yang ditimbulkannya.
Banjir bandang terbaru di Sukabumi menelan banyak sekali kerugian. Kabupaten Sukabumi dilanda bencana alam mulai dari banjir, longsor, hingga pergerakan tanah. BPBD mencatat total ada 166 titik bencana alam yang terjadi. Secara rinci, tanah longsor terjadi di 66 titik, banjir 35 titik, angin kencang 15 titik dan pergerakan tanah di 17 titik.
Sementara itu, dampak kejadian dialami oleh 180 KK dengan 461 jiwa, mengungsi 98 KK dengan 247 jiwa, warga terancam 143 KK dengan 239 jiwa, 3 orang meninggal dunia dan 4 orang tertimbun longsor. (Detik.com)
Beberapa penyebab banjir bandang adanya pendangkalan sungai, penebangan hutan yang tidak memperhatikan dampak lingkungan, alih fungsi lahan yang tidak sesuai tata kelola, dan lainnya mengakibatkan bencana terus berulang. Fasilitas migitasi/deteksi dini bencana juga belum optimal, terbukti bencana datang baru ada evaluasi.
Sanksi yang dikenakan kepada pelaku dan yang terlibat menyebabkan bencana sering tarik ulur, terlebih jika mereka para kapital/oligarki kasus sering menguap dan tidak jelas hukumannya. Ditambah adanya kemudahan izin pembangunan menjadikan para kapitalis leluasa membangun hunian yang notabene adalah lahan hijau buat pertanian, serapan air dan lainnya.
Sangat jelas bahwa alam bukan tidak bersahabat ketika terjadi bencana, justru manusia dalam sistem kapitalisme serakah dan tidak bersahabat dalam memenuhi keinginannya hingga merusak ekosistem yang mengakibatkan berulangnya bencana.
Dari sini terlihat, mana sistem yang bisa menyelesaikan masalah bencana dengan tepat. Tinggal kita mau pilih mana, mau sistem baik yaitu lslam yang menyeleseikan bencana, atau kapitalisme yang membuat bencana tiada reda dan menyebabkan sengsara. Allahu a’lam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google