Para pembaca yang dirahmati Allah, telah disebutkan dalam sebuah riwayat:
قال أبو عبيدة بن عبد الله بن مسعود: " ما دام الرجل يذكر الله، فهو في صلاة، وإن كان في السوق. وإن حَرَّكَ به شفتيه، فهو أفضل.
Telah berkata Abu Ubaidah bin Abdullah bin Masud : ((selama seseorang berdzikir kepada Allah, maka dia dalam keadaan sholat, meskipun sedang di pasar, dan jika dia menggerakkan bibirnya untuk berdzikir, maka itu lebih utama)).
Hal terpenting yang dituntut dari orang yang sholat adalah selalu khusyu dalam sholatnya, karena khusyu merupakan inti ibadah, diantara sebab yang dapat mendatangkan kekhusyu’an dalam sholat adalah: mentadabburi ayat-ayat dan zikir-zikir yang dibacanya dalam sholat, dan berinteraksi dengannya dan menjiwainya, dan hal itu tidak dapat dicapai kecuali dengan memahami makna yang terkandung dalam bacaanya, oleh karena itu kita harus memahami makna bacaan zikir- zikir yang selalu kita ulang-ulang sehingga dapat mentadabburi maknanya.
Termasuk doa yang selalu kita ulang dalam sholat adalah doa iftitah. Meskipun kita tidak wajib membacanya, namun karena makna yang terkandung didalamnya maka sebaiknya kita tidak meninggalkannya.
Ada beberapa riwayat dari Nabi shallallahu alaihi wasallam mengenai doa-doa iftitah, dimana hal itu menunjukkan bahwa kita diberikan pilihan untuk mengamalkan salah satunya seperti yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, namun disini kami akan menyampaikan riwayat dari Abu Hurairah radhiallahu anhu yang merupakan riwayat paling masyhur dalam rangka menambah wawasan kita.
Riwayat doa iftitah ini dibaca dalam sholat fardhu:
أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ :كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْكُتُ بَيْنَ التَّكْبِيرِ وَبَيْنَ الْقِرَاءَةِ إِسْكَاتَةً قَالَ أَحْسِبُهُ قَالَ هُنَيَّةً فَقُلْتُ بِأَبِي وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ إِسْكَاتُكَ بَيْنَ التَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةِ مَا تَقُولُ قَالَ أَقُولُ اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa terdiam antara takbir dan bacaan, lalu aku bertanya: Ya Rasulullah ! ayahku dan ibuku sebagai tebusanmu ! ceritakan kepadaku diammu antara takbir dan bacaan, apa yang anda ucapkan ? beliau berkata: Aku mengucapkan: Allahumma baa’id baini wabaina khothoyaya kamaa baa’adta bainal masyriqi wal maghrib. Allahumma naqqini min khothoyaya kamaa yunaqqos tsaubul abyadhu minad danas. Allahummagh silni mi khothoyaya bitsalji walmaai walbarod (Ya Allah jauhkan dariku dan kesalahanku sebagaimana Engkau Menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah bersihkan aku dari kesalahanku sebagaimana dibersihkannya baju putih dari noda. Ya Allah basuhlah kesalahanku dengan salju, air dan es) Shahih.HR Bukhari (744), Muslim (598/147), Nasai (894), Abu Dawud (781), dan Ibnu Majah (812) dan ini lafadz Muslim.
Syarah hadits: (Baa’id baini wa baina khothoyaya kamaa baa’adta bainal masyriqi wal maghrib ): menjauhkan antara timur dan barat adalah jarak terjauh yang ditempuh manusia, jadi maknanya: jauhkan antara aku dan perbuatan tersebut sehingga aku tidak bisa melakukannya, dan jauhkan antara aku dan hukumannya jika aku sampai melakukannya.
(naqqini min khothoyaya kamaa yunaqqots tsaubul abyadhu minad danas): kalimat ini menunjukkan bahwa maksudnya adalah kesalahan yang telah dilakukannya. Dan setelah dibersihkan dia berkata: (ighsilni min khothoyaya bil maai wats tsalji wal barod ).
Jadi secara dhahirnya bahwa kalimat pertama bermaksud supaya dijauhkan, yakni supaya aku tidak melakukan kesalahan, kemudian jika aku melakukannya, maka bersihkanlah aku darinya, kemudian hilangkanlah bekas-bekasnya dengan tambahan kesucian dengan air, salju dan es, sehingga hati kita melewati proses-proses pembersihan yang sempurna.
Kaitannya dengan menggunakan salju dan air es disini, bahwa dosa-dosa berakibat kepada siksaan api neraka, sedang api itu panas, dan panasnya api dapat dibersihkan dengan sesuatu yang dingin.
Wallahu A'lam.