View Full Version
Sabtu, 06 Mar 2010

Tiada Tauhid Tanpa Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya

KEWAJIBAN pertama yang harus ditunaikan setiap hamba adalah melaksanakan perintah Allah, Sang Pemilik bumi dan langit, dan perintah Rasulullah yang diutus untuk menjadi rahmat kepada para hamba-Nya. Selain itu, kaum muslimin pun diwajibkan untuk membuang jauh-jauh segala perkataan dan pernyataan yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah. Inilah makna ketaatan yang menjadi konsekuensi dari La Ilaha Illallah.

Karena tiada tauhid tanpa ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, tiada kemenangan dan kebahagiaan kecuali dengan mengedepankan serta memprioritaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dari pendapat-pendapat manusia yang debatable, bisa disanggah dan diprotes. Setiap manusia, kecuali Rasulullah, pendapatnya bisa diterima dan bisa ditolak. Setiap imam dan ulama memiliki pendapat yang tidak disenangi oleh yang lainnya.

Orang yang berbahagia adalah orang yang berpegang teguh kepada teks-teks wahyu, meski manusia seluruh dunia membencinya. Dan orang yang sengsara adalah orang yang mengesampingkan Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk kemudian berpegang teguh kepada pendapat-pendapat manusia.

...Orang yang berbahagia adalah orang yang berpegang teguh kepada teks-teks wahyu, meski manusia seluruh dunia membencinya...

Sahl bin Abdullah berkata, “Hendaknya kalian berpegang teguh kepada atsar dan sunnah, karena aku takut bahwa akan datang sebuah masa ketika seseorang menyebutkan nama Nabi Muhammad dan mengikuti ajaran beliau di setiap waktu, maka orang-orang mencelanya, menghindarinya, dan berlepas diri darinya, serta menghinakan dan merendahkannya.”

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengomentari pernyataan Sahl dengan mengatakan, “Semoga Allah meramati Sahl, betapa tepat firasatnya itu. Bahkan keadaan sekarang lebih dahsyat dari itu. Kini manusia yang bertauhid, mengikuti ajaran Islam yang benar, memurnikan ibadah hanya kepada Allah, meninggalkan peribadatan kepada selain-Nya, dan taat kepada perintah Rasulullah justru malah dikafirkan.”

Imam Ahmad berkata, “Aku membaca Al-Qur’an, maka aku mendapatkan anjuran taat kepada Rasulullah dalam 33 tempat di dalam Al-Qur’an.” Dengan demikian, tidak halal bagi seseorang untuk menyelisihi ayat-ayat tersebut. Ini mengingat, menentang ayat-ayat itu merupakan sebuah kesesatan dan penentangan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Di dalam surat An-Nisa’ Allah bersumpah bahwa manusia tidaklah dikatakan beriman sehingga mereka mau berhukum dengan regulasi yang ditetapkan Rasulullah, baik dalam persoalan kecil maupun besar. Allah berfirman, “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (An-Nisa’ 65).

Ditambah lagi, Allah tidak pernah mewajibkan umat Islam untuk menaati individu secara definitif, kecuali hanya kepada Rasulullah saja. Allah menyatakan, “Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (Ali ‘Imran: 132)

Di ayat tersebut Allah memerintahkan para hamba-Nya agar menaati-Nya dan Rasul-Nya. Perintah tersebut mengindikasikan sebuah kewajiban. Dan masih banyak lagi ayat lainnya yang menekankan hal senada. Bahkan Allah menyatakan bahwa menyelisihi perintah-Nya sebagai sebuah kemaksiatan.

...Allah memerintahkan para hamba-Nya agar menaati-Nya dan Rasul-Nya. Perintah tersebut mengindikasikan sebuah kewajiban...

Dia berfirman, “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (An-Nur: 63).

Ayat tersebut mengafirmasi bahwa cobaan (al-fitnah) dan azab pedih akan datang disebabkan menyelisihi perintah Rasul. Imam Ahmad mengatakan, “Tahukah engkau apa itu al-fitnah? Al-fitnah adalah kesyirikan.”

Selain itu, Allah juga mengaitkan kebahagiaan dan kemenangan dengan ketaatan kepada-Nya dan kepada Rasulullah. Allah menegaskan, “Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Al-Ahzab: 71)

Tak hanya itu, Rasulullah sendiri menegaskan bahwa siapa saja yang menjauh dari sunnah beliau, maka dia bukan bagian dari umatnya. Anas bin Malik menyebutkan bahwa beliau bersabda, “Barangsiapa yang enggan terhadap sunnahku, maka dia bukan bagian dari (umat)ku.”

...Rasulullah sendiri menegaskan bahwa siapa saja yang menjauh dari sunnah beliau, maka dia bukan bagian dari umatnya...

Kemudian Abu Hurairah mengungkapkan, Nabi Muhammad bersabda, “Setiap umatku akan masuk surga, kecuali orang yang enggan.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah yang enggan?” Beliau menjawab, “Barangsiapa yang menaatiku maka dia masuk surga, dan barangsiapa yang melawanku, maka dia telah enggan.” Dengan demikian, menaati hukum-hukum Allah dan ajaran Rasul-Nya merupakan indikasi keimanan, dan sebaliknya, mengabaikan keduanya berarti sebuah kekafiran. Haihata, haihata (!) [ganna pryadha/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version