View Full Version
Kamis, 12 Nov 2009

Andai Syariat Islam Hanya untuk Individu Saja

Hamba Allah selalu bersyukur kepada-Nya atas anugerah Iman dan Islam. Hanya dengan iman dan Islam, hidup akan terarah kepada jalan yang lurus.

Tantangannya, musuh-musuh Allah dari kalangan jin dan manusia tidak akan pernah berhenti sedetik pun untuk mengeluarkan kita dari kemuliaan Islam kepada kesesatan dan kehinaan yang mereka inginkan.

Hal ini pernah dialami Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para shahabatnya. Ketika itu kaum musyrikin mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan meminta agar beliau tidak berbicara tentang aib berhala-berhala yang mereka sembah dan agama yang mereka anut. Dengan demikian, mereka berjanji untuk tidak akan mengganggu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

Jika syariat Islam hanya diberlakukan untuk individu saja, apa jadinya jika qishah, jinayat, hudud dan ta'dzir itu dilaksanakan oleh individu umat Islam?

Dari kejadian ini, Allah menurunkan firman-Nya:

فَلا تُطِعِ الْمُكَذِّبِينَ وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ

"Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah). Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu)" (Qs. Al-Qalam 8-9).

Allah melarang kita mentaati (mengikuti) kemauan orang-orang yang mendustakan dan menentang kebenaran. Mereka tidak layak ditaati sedikitpun, karena perintah dan kemauan mereka pasti dicocokkan dengan nafsunya, yang selaras dengan kebatilan. Mengikuti kemauan mereka, hakikatnya berarti melakukan sesuatu yang membahayakan  agama.

Dalam ayat di atas, Allah mengungkap maksud busuk orang-orang kafir yang menginginkan agar kaum muslimin mengompromikan sebagian  keyakinan mereka, baik dengan perkataan, perbuatan, atau dengan tutup mulut terhadap kebatilan yang harus diungkap. Jika kaum muslimin sepakat dengan orang-orang kafir, maka mereka akan berlaku lemah lembut.   

Hukum Islam di Aceh
Terkait sudah disahkannya Qanun Jinayat di wilayah Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yang memasukkan hukuman rajam bagi pelaku zina yang telah menikah, Amerika Serikat (AS) tidak tinggal diam. Sebagai negara kafir yang mendustakan kebenaran Islam, AS merasa gerah dengan lahirnya peraturan-peraturan yang mengakomodir syariat Islam tersebut.

Pemerintah AS berusaha melemahkannya. Melalui wakil duta besarnya di Indonesia, Ted Osius mempersoalkan langsung kepada Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi.

Menjawab pertanyaan ini, KH Hasyim Muzadi terlihat sejalan dengan kemauan AS. Beliau menampakkan ketidaksetujuannya terhadap penerapan Qanun Jinayat tersebut. Hasyim beralasan bahwa ajaran syariah Islam diperkenalkan sebagai kewajiban individu sedangkan sebagai warga negara, wajib mematuhi undang-undang yang ada.

“Syariah untuk individu, bukan untuk negara, NU menilai yang penting adalah substansinya, bukan teksnya,” kata Hasyim Muzadi menjawab pertanyaan Dubes AS, di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa (10/11).

Dapatkah argumen ini dibenarkan? Mari kita lihat fakta sejarah Islam pada masa awal. Sejak masa Nabi di Madinah, dilanjutkan pemerintahan Khulafaur Rasyidin, dan diteruskan oleh daulah-daulah Islam, syariat Islam tidak hanya berlaku untuk individu saja, tapi juga diterapkan oleh pemerintah (negara).

Dalam Islam ada beberapa syariat yang hanya bisa dilaksanakan melalui pemerintahan, seperti hukum qishah, jinayat, hudud, ta'dzir, dan lainnya. Semua ini tidak bisa dilaksanakan secara pribadi.  Jika syariat Islam hanya diberlakukan untuk individu saja, seperti ungkapan KH Hasyim Muzadi, apa jadinya jika qishah, jinayat, hudud dan ta'dzir itu dilaksanakan oleh individu umat Islam? [PurWD]

Berita Terkait:

Hasyim Muzadi: Perda Syariat Berlaku, Indonesia akan Berkeping-keping


latestnews

View Full Version