Oleh : Siti Wachidatun, S.Pd.*
Dunia kembali memperingati hari AIDS Sedunia yang jatuh pada tanggal 1 Desember. Momentum ini digunakan oleh semua pihak yang bekerja di bidang penanggulangan HIV/AIDS untuk mengevaluasi upaya penanggulangan yang telah dilakukan. Seluruh pihak berkomitmen untuk mewujudkan Indonesia zero epidemic HIV/AIDS. AIDS merupakan sejenis penyakit menular mematikan yang disebabkan oleh virus HIV. Virus yang belum ditemukan obatnya ini pertama kali ditemukan tahun 1978 di San Fransisco Amerika Serikat pada pasangan homoseksual.Sedangkan di Indonesia kasus HIV/AIDS ini pertama kali ditemukan pada turis asing di Bali tahun 1987. Tentu kita tahu bagaimana gaya hidup bebas turis asing yang begitu lekat dengan seks bebas meskipun tidak semuanya. Berdasarkan fakta ini dapat dikatakan bahwa virus berbahaya ini pada awalnya menginfeksi orang yang sering berzina, gonta-ganti pasangan seks dan perilaku seks bebas lainnya. Berdasarkan laporan dari UNAIDS (2008)Indonesia termasuk ke dalam salah satu negara di Asia dengan laju perkembangan epidemi HIV/AIDS tercepat. Sejak kemunculannya hingga Maret 2014 tercatat lebih dari 100.000 kasus HIV dan lebih dari 40.000 telah berada pada tahap AIDS. Sungguh memprihatinkan.
Begitu banyak solusi yang telah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi HIV/AIDS. Sebut saja solusi ABCD (Abstinence, Be faithfull, Condom, no use Drugs. Selain itu, penyuluhan tak henti dilakukan oleh berbagai LSM dan pemerintah utamanya kepada para remaja dan pelaku seks aktif (para PSK). Bahkan HIV/AIDS dan KRR dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Tidak hanya itu, Kemenkes mengklaim sudah melakukan banyak terobosan baru dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, mulai dari inovasi pencegahan penularan dari jarum suntik yang disebut Harm Reduction pada tahun 2006; pencegahan Penularan Melalui Transmisi Seksual (PMTS) mulai tahun 2010; penguatan Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA) pda tahun 2011; pengembangan Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) di tingkat Puskesmas pada tahun 2012; hingga terobosan paling baru yang disebut Strategic use of ARV (SUFA) dimulai pada pertengahan tahun 2013.
Namun, penderita HIV/AIDS terus meningkat dari tahun ke tahun. Seperti hampir mustahil mampu mewujudkan zero epidemic HIV/AIDS seprti yang dicita-citakan pemerintah negeri ini. Mengapa hal ini dapat terjadi? Jika kita lihat solusi yang dilakukan pemerintah memang belum ada yang menyentuh akar masalah. Akar masalah dari HIV/AIDS ini tak lain adalah perilaku seks bebas yang tumbuh subur di alam demokrasi. Sedangkan solusi kondomisasi yang pada faktanya paling menonjol dilakukan justru semakin menyuburkan seks bebas. KRR yang disosialisasikan pun minim dengan konten agama dan moral. Padahal yang membuat kita takut untuk berbuat maksiat adalah ketakutan kepada Allah Swt. Sedangkan ketakutan pada Allah Swt dapat ditumbuhkan melalui pendidikan agama. Solusi ABCD juga sia-sia jika segala rangsangan menuju seks bebas belum juga dilibas seperti pornografi-pornoaksi,prostitusi, tempat hiburan malam dan lokasi maksiat lainnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa solusi yang ditawarkan oleh sistem ini memang belum berhasil jika tidak mau dikatakan gagal. Lalu, adakah solusi yang tepat dan mengakar untuk menanggulangi HIV/AIDS?
Sebagai seorang muslim tentu sudah menjadi kewajiban kita untuk mengembalikan segala urusan kepada Islam. Solusi Islam yang diterapkan dalam bingkai Khilafah Islamiyyah memiliki mekanisme pencegahan dan penanganan terhadap HIV/AIDS yang luar biasa. Pencegahan dilakukan dengan melibas akar masalah yaitu seks bebas. Ini dilakukan dengan menerapkan aturan kehidupan sosial yang Islami. Seperti larangan mendekati zina dan berzina, khalwat, ikhtilat, perintah menutup aurat, menundukkan pandangan, dan sebagainya. Sementara itu, segala rangsangan menuju seks bebas juga dilibas seperti pornografi-pornoaksi,prostitusi, tempat hiburan malam dan lokasi maksiat lainnya. Pelaku pornografi dan pornoaksi dihukum berat, termasuk perilaku menyimpang seperti homoseksual.
Khilafah juga memiliki mekanisme penanganan yang tepat untuk HIV/AIDS dan ODHA. Masyarakat akan di-screening untuk mengetahui siapa saja yang mengidap HIV/AIDS. Khusus bagi ODHA yang tertular karena aktivitas zina maka akan dijatuhi hukuman dari Islam untuk pezina. Sedangkan ODHA yang tertular bukan melalui aktivitas zina akan dikarantina. Karantina ini bukan berarti diskriminasi, akan tetapi untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS di tengah-tengah masyarakat. ODHA akan diberikan pengobatan intensif dengan pelayanan terbaik dan gratis. Selain itu adapula santunan, akses pendidikan, peribadahan, dan keterampilan. Tidak hanya itu, Khilafah juga akan memfasilitasi segala bentuk penelitian guna menemukan obat untuk menyembuhkan penyakit HIV/AIDS ini. Dengan demikian, bukan tidak mungkin zero epidemic HIV/AIDS dapat terwujud dalam sistem Islam. Terus berjuang karena tegaknya sistem Islam adalah janji Allah SWT dan bisyarah Rasulullah Saw. Wallahu a’lam bishshawab
*Penulis adalah alumni Pendidikan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta. Saat ini mengajar di KB/TK IT Karima Aqila Yogyakarta dan juga pemerhati masalah pendidikan. No HP : 085643340829, email/fb : [email protected]
Berikut ini penulis sertakan foto diri