Oleh: Ir. Titi Hutami (Guru SMA di Bogor)
Berita tentang ditemukannya cacing dalam 27 merek ikan kemasan kaleng oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) sangat mengejutkan masyarakat. Tidak tanggung-tanggung, merek ikan kemasan kaleng yang biasa dikonsumsi masyarakat juga termasuk di dalamnya, di samping merek impor.
Ini tidak boleh dianggap remeh, sebab temuan cacing itu diperkirakan dapat memicu penyakit anisakiasis. Menurut Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam bahwa penyakit anisakiasis terjadi ketika larva cacing masuk ke dalam tubuh manusia dan menempel di dalam lambung. Keluhan yang muncul pada penderita penyakit anisakiasis adalah nyeri perut, mual, muntah, kembung, diare disertai darah, dan demam yang tidak terlalu tinggi.
Temuan larva cacing pada ikan kaleng ini harus menjadi perhatian pemerintah. Jangan dibiarkan adanya pelanggaran dari perusahaan makanan kemasan terhadap ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI untuk sarden dan makarel dalam kemasan kaleng adalah produk akhirnya harus bebas dari benda asing yang dapat memengaruhi kesehatan masyarakat. Jadi kemasan kaleng tersebut harus bebas dari mikroba atau larva cacing.
Dalam hal ini pemerintah sudah kecolongan. Pemerintah tidak perlu membela diri dengan mengatakan bahwa cacing juga berprotein.
Tugas utama pemerintah adalah mengayomi masyarakat. Salah satunya pengayoman dari segi makanan. Sudahkah pemerintah melakukan pemantauan yang ketat terhadap setiap makanan yang beredar di masyarakat?
Selain ikan kemasan kaleng yang bercacing, sebelumnya pernah tersebar temuan daging celeng bercampur dengan daging sapi. Belum lagi makanan ringan yang banyak dikonsumsi anak-anak sekolah sering tidak terpantau bahan berbahaya dari pewarna, pengawet, dan pemanis yang digunakan.
Ada temuan makanan dengan pewarna kain atau cat, pengawet makanan dengan pengawet mayat, yakni formalin. Untuk pemanis menggunakan pemanis sintetis yang melebihi dosis ketentuan untuk makanan.
Sementara itu, manusia menurut Al Qur'an diperintah makan makanan yang halalan dan thoyyiban.
QS. Al-Maaidah :88
"Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thoyyiban) dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya."
Makanan halal sudah jelas ketentuannya. Sementara makanan thoyyiban (baik) masih harus dicermati oleh masyarakat dan pemerintah. Makanan toyyiban harus memperhatikan segi keamanan dan kesehatan. Aman dari mikroba atau cacing yang membahayakan. Segi kesehatan tentunya dilihat dari kandungan gizinya.
Semoga kasus cacing dalam ikan kemasan kaleng ini menjadi pelajaran bagi perusahaan-persahaan makanan untuk lebih menjaga keamanan produknya. Pemerintah lebih sigap dalam mengawasi makanan yang beredar.
Sehingga makanan halalan dan thoyyiban tidak tercemar kembali, dan masyarakat terhindar dari makanan yang membahayakan kesehatan. [syahid/voa-islam.com]