JAKARTA (voa-islam.com)--Penyakit kardiovaskuler seperti jantung, kanker, stroke, gagal ginjal tiap tahun terus meningkat dan menempati peringkat tertinggi penyebab kematian di Indonesia terutama pada usia-usia produktif.
Data Riskesdas menunjukkan prevalensi penyakit Kardiovaskular seperti hipertensi meningkat dari 25,8% (2013) menjadi 34,1% (2018), stroke 12,1 per mil (2013) menjadi 10,9 per mil (2018), penyakit jantung koroner tetap 1,5% (2013-2018), penyakit gagal ginjal kronis, dari 0,2% (2013) menjadi 0,38% (2018).
Data Riskesdas 2018 juga melaporkan bahwa Prevalensi Penyakit Jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia mencapai 1,5%, dengan prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Utara 2,2%, DIY 2%, Gorontalo 2%.
Selain ketiga provinsi tersebut, terdapat pula 8 provinsi lainnya dengan prevalensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi nasional. Delapan provinsi tersebut adalah, Aceh (1,6%), Sumatera Barat (1,6%), DKI Jakarta (1,9%), Jawa Barat (1,6%), Jawa Tengah (1,6%), Kalimantan Timur (1,9%), Sulawesi Utara (1,8%) dan Sulawesi Tengah (1,9%).
''Jika dilihat dari tempat tinggal, penduduk perkotaan lebih banyak menderita Penyakit Jantung dengan prevalensi 1,6% dibandingkan penduduk perdesaan yang hanya 1,3%,'' kata Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Rein Rondonuwu.
Isman Firdaus, anggota PERKI mengungkapkan tingginya prevalensi Penyakit Jantung Koroner di Indonesia disebabkan oleh perubahan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok dan pola makan yang tidak seimbang.
''Gaya hidup, merokok, dan pola makan merupakan kontributor utama terjadinya penyakit jantung koroner (PJK), dilaporkan 50% penderita PJK berpotensi mengalami henti jantung mendadak atau sudden cardiac death,'' terangnya.
Di masa pandemi sekarang ini, orang dengan komorbid terutama penyakit kardiovaskular memiliki risiko yang sangat tinggi apabila terpapar COVID-19 karena dikhawatirkan dapat menyebabkan perburukan bahkan kematian.
Hal ini terlihat dari data di RS, yang menunjukkan bahwa tingkat perawatan di RS dan angka kematian pasien COVID-19 dengan komorbid juga meningkat selama pandemi.
''Laporan RS dimasa pandemi menunjukkan bahwa 16,3% pasien yang dirawat dari ruang isolasi COVID-19 ternyata mempunyai komorbid. Namun pada situasi COVID-19, angka kematian meningkat 22-23%. Ini salah satunya terjadi karena paparan COVID-19 yang menyebabkan perburukan dari jantung kita,'' ujarnya.
Isman mendorong agar upaya promotif preventif terus dilakukan masyarakat untuk menghindari timbulnya masalah kesehatan penyakit kardiovaskular terutama penyakit jantung koroner. Selain membudayakan pola hidup sehat, ditekankan agar masyarakat juga aktif menerapkan protokol kesehatan dan segera mengikuti vaksinasi COVID-19 untuk memberikan perlindungan yang optimal dari paparan COVID-19.
''Kami dari PERKI meminta kepada seluruh masyarakat terutama yang memiliki penyakit jantung untuk menjaga protokol kesehatan ketat dan melakukan vaksinasi untuk mengurangi perburukan bahkan angka kematian,'' harapnya.
Maxi menambahkan, Kementerian Kesehatan bersama stakeholder terkait terus malakukan upaya pencegahan kasus baru dan pengendalian penyakit dengan tujuan mendorong masyarakat untuk mengubah perilaku jadi lebih sehat melalui GERMAS serta berupaya mengontrol tingkat keparahan penyakit jantung.
Sementara di masa pandemi sekarang ini, Kemenkes juga mendorong daerah untuk menggencarkan vaksinasi bagi kelompok rentan yakni orang dengan penyakit komorbid dan lansia untuk mengurangi tingkat keparahan bahkan kematian akibat infeksi COVID-19.
Melalui prioritas percepatan ini, diharapkan dapat meningkatkan angka kesembuhan serta menekan angka kematian akibat COVID-19 terutama pada pasien lansia maupun komorbid yang menjalani perawatan di RS.*[Ril/voa-islam.com]