Oleh: Siti Saodah, S. Kom
Vaksinasi saat ini menjadi syarat untuk melakukan perjalanan jarak jauh baik dalam maupun luar negeri. Sedangkan pemberian vaksinasi diwajibkan kepada seluruh masyarakat tak terkecuali vaksin booster. Sebab vaksin booster menjadi syarat mudik lebaran tahun ini. Namun aturan ini ternyata menuai pro kontra di kalangan masyarakat.
Masyarakat kemudian membandingkan syarat vaksinasi booster untuk mudik dengan pagelaran Moto GP Mandalika yang tidak perlu booster. Mengutip dari (www.cnnindonesia.com) Sekretariat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi ia mengatakan pagelaran Moto GP berlangsung dengan pembatasan penonton. Ia menambahkan, sedangkan mudik Lebaran Idul Fitri merupakan pergerakan masyarakat secara bersama-sama menuju kampung halaman. Mereka yang melakukan mudik pasti akan melakukan kunjungan kepada sanak saudara keluarga. Lebih lanjut, lingkungan keluarga merupakan kelompok rentan penularan Covid terutama lansia. Sebab kasus lonjakan Covid yang terjadi di Hongkong pun terjadi pada kelompok lansia walaupun masyarakat disana sebagian besar sudah melakukan vaksinasi. Oleh sebab itu pemerintah mewajibkan masyarakat yang hendak melakukan mudik maka wajib menerima suntikan booster.
Namun masyarakat menilai aturan mudik wajib booster dinilai tidak adil. Padahal selama dua tahun pandemi masyarakat sudah mematuhi aturan prokes dari pemerintah. Seperti mudik tahun lalu, masyarakat yang hendak berpergian ke luar kota ataupun luar negeri harus melakukan tes PCR atau Antigen. Kemudian muncul aturan baru lagi terkait vaksinasi bahwa masyarakat yang hendak berpergian maka wajib melampirkan bukti vaksin dosis 1 atau 2 disertai tes PCR atau Antigen. Kemudian aturan ini dihapuskan oleh pemerintah pada awal Maret tahun 2022.
Peraturan yang dibuat pemerintah terkait vaksin sebagai syarat perjalanan jarak jauh, seringnya berubah-ubah. Belum tuntas masyarakat melakukan vaksin dosis dua kini sudah muncul vaksin booster. Ditambah aturan vaksin booster ini dijadikan syarat untuk masyarakat melakukan mudik tahun 2022. Sontak saja aturan vaksinasi booster kini menjadi polemik yang ramai diperbincangkan.
Sementara itu, hal berbeda diungkapkan Satgas Covid bahwa aturan ini dibuat untuk mencapai angka vaksinasi daerah. Mengutip dari halaman (www.cnnindonesia.com) Jubir Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito tujuan utama dari vaksinasi booster sebagai syarat mudik yaitu agar di daerah meningkat jumlah vaksinasinya. Sedangkan tujuan lainnya adalah untuk melindungi warga yang rentan yaitu lansia dari risiko penularan Covid-19 akibat dari aktivitas mudik, tuturnya.
Polemik vaksinasi booster sebagai syarat mudik terus mencuat ke permukaan. Pemerintah terkesan ingin mempersulit masyarakat yang hendak mudik tahun ini. Padahal selama dua tahun pandemi, pemerintah sudah membatasi aktivitas masyarakat termasuk mudik tahun-tahun sebelumnya. Maka moment mudik tahun ini diharapkan menjadi peluang masyarakat untuk bertemu sanak saudara di kampung halaman. Sehingga masyarakat berharap bahwa mudik tahun ini lebih dipermudah bukan dipersulit lagi.
Harapan masyarakat sepatutnya direspon pemerintah dengan bijak. Pemerintah seharusnya mampu mengkaji kembali aturan mudik yang mensyaratkan booster. Sebab pemerintah sebagai lembaga yang melayani rakyat harusnya mampu mendengar usulan rakyat ataupun kritikannya. Bukan malah terus mempersulit rakyat dengan kebijakan-kebijakan tanpa memperhatikan bagaimana kondisi rakyat.
Sedangkan pelayanan pemerintah dalam sistem kapitalis saat ini berbeda jauh dengan pelayanan pemerintahan Islam. Dalam Islam pemerintah merupakan pelayan rakyat (ra’in). Ia bertugas melayani rakyat dalam segala urusan secara adil. Dalam hal ini pemerintah bertindak sebagai pemimpin rakyat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka “ (HR. Ibnu Asakir, Ibnu Nu’aim).
Sedangkan dalam pemerintahan Islam, pemerintah tak akan mempersulit rakyat dalam urusan publik. Pemerintah pada hakikatnya seorang pelayan maka ia harus menuruti kata tuannya. Yakni tuannya adalah rakyat yang memiliki suara yang harus didengar. Begitu juga terkait aturan mudik yang mensyaratkan vaksin booster maka hal itu patut dipertimbangkan.
Mengingat saat ini kondisi pandemi yang kian mereda di berbagai negara. Bahkan ada beberapa negara yang menyatakan sudah mengakhiri pandemi Covid-19. Maka pemerintah tak perlu mencemaskan tentang penularan Covid-19 lagi. Sebagai seorang pelayan umat maka pemerintah selayaknya memberikan kemudahan dan mendengarkan suara rakyat.
Sebab seorang pelayan umat ia harus memiliki sifat-sifat yang amanah, jujur, adil, berakhlak mulia sehingga mampu menjadi cerminan bagi umatnya. Seorang pemimpin yang amanah dan adil akan berusaha menyejahterakan umatnya tanpa memihak siapa pun dalam hal pengambilan kebijakan publik. Inilah sikap pemimpin sebagai pelayan umat yang harus ada pada pemimpin saat ini.
Dengan demikian hanya dalam pemerintahan Islam saja, yang mampu melahirkan pemimpin rakyat yang mengutamakan urusan rakyat secara adil, tak berpihak atas keuntungan atau kepentingan semata. Sehingga polemik vaksin booster pun sebagai syarat mudik tak akan ada jika pemimpinnya bersikap adil dalam mengambil kebijakan. Waalahualam bisshowab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google