Oleh: Khusnul Khatimah, S.Pd
Deretan masalah penyakit menular yang menimpa Indonesia masih belum menunjukkan penyelesaian secara tuntas. Saat ini negeri kita sedang mengalami transisi Covid-19 dari status pandemi menuju endemi. Pihak pemerintah menyatakan penularan Covid-19 sudah terkendali meski ada penambahan 556 kasus baru pada Kamis, 23/03/2023. ( kompas.com, 31/3/2023)
Saat kasus endemik Covid-19 belum selesai, kini kasus TBC ikut memprihatinkan. Pada tahun 2021 kasus TBC di Indonesia tercatat sejumlah 443.235 lalu meningkat menjadi 717.941 pada tahun 2022. Data sementara di tahun 2023 ini tercatat kasus TBC 118.438. (beritasatu, 17/03/2023)
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menangani kasus TBC telah tertuang dalam Perpres No. 67 tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Upaya tersebut meliputi sejumlah strategi mulai dari penguatan komitmen, peningkatan akses layanan TBC, optimalisasi upaya promosi dan pencegahan TBC, pengobatan TBC dan pengendalian infeksi serta pemanfaatan hasil riset dan teknologi.
Jika kita cermati, upaya pemerintah menanggulangi kasus TBC belum menunjukkan perubahan yang signifikan dalam menurunkan angka kasus penderita TBC. Hal ini terbukti dengan peningkatan jumlah kasus TBC dari tahun 2021 ke tahun 2023. Indonesia pun meraih peringkat dua kasus TBC di dunia. Ini bukanlah prestasi yang harus dibanggakan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi angka kasus TBC di Indonesia terus meningkat diantaranya:
1. Faktor lingkungan yang mendukung penularan penyakit ini meliputi tingkat kepadatan penghuni rumah, lantai, pencahayaan, ventilasi serta faktor kelembaban.
2. Keterbatasan akses dan sarana kesehatan bagi masyarakat miskin.
3. Kesadaran masyarakat tentang bahaya TBC masih rendah karena faktor pendidikan yang kurang.
Ketiga faktor diatas perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah agar akar masalah TBC segera terselesaikan. Kita ketahui biaya memiliki rumah yang sehat dan layak sangatlah mahal, hanya segelintir orang kaya saja yang mampu memiliki akses lingkungan rumah yang layak huni. Sarana fasilitas kesehatan yang canggih dan lengkap saat ini pun tidak dimiliki oleh semua rumah sakit dan fasilitas kesehatan. Faktor pendidikan masyarakat yang minim tentang TBC disebabkan karena selama ini masyarakat miskin belum mampu mengakses pendidikan yang layak dan bermutu.
Kesungguhan pemerintah untuk menyelesaikan akar masalah TBC nyatanya belum optimal. Sistem kapitalis sekuler yang ada di negeri ini memandang rakyat sebagai sumber pemasukan dana untuk kepentingan penguasa dan pengusaha. Hal ini berakibat pada pengaturan kepentingan terhadap rakyat pun misalnya masalah kesehatan tergantung seberapa besar dana yang dimiliki rakyat untuk mendapat layanan kesehatan yang layak.
Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna memiliki solusi atas setiap masalah kehidupan manusia. Pemimpin atau Kholifah dalam Islam memiliki tanggung jawab yang besar di dunia dan akhirat untuk mengurus rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
_"Sesungguhnya kepemimpinan adalah amanah, dimana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin."_ (HR. Muslim)
Pemimpin yang bertaqwa akan takut dengan peringatan Allah sebagaimana hadits Rasul di atas. Beliau dengan segenap upaya akan menuntaskan segala kesulitan dan mempermudah rakyat memenuhi kebutuhan pokoknya seperti rumah layak huni, makanan bergizi, akses lapangan pekerjaan mudah, pendidikan yang bermutu dan lain sebagainya.
Sosok pemimpin yang bertakwa dan paham atas tanggung jawab dalam mengatur urusan rakyat akan sulit kita temui disistem kapitalis sekuler saat ini karena sistem ini mendidik orang menjadi materialistik. Sistem Islamlah yang mampu melahirkan pemimpin bertaqwa karena dorongan keimanan akan berupaya sebaik mungkin mensejahterakan rakyat. Mari kita bersatu padu mewujudkan sistem Islam yang membawa rahmat keseluruh alam. Wallahu'alam bis showab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google