Oleh: Sunarti
"Nakes (tenaga kesehatan) merupakan mitra strategis pemerintah dalam memenuhi hak dasar masyarakat untuk kesehatan. Sudah sepatutnya mendapatkan perlindungan hukum yang layak," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril (dikutip dari Kompas.id). Hal ini ditampung dalam daftar isian masalah (DIM) RUU Kesehatan yang telah disampaikan ke DPR pada 5 April 2023.
Sangat disayangkan jika saat ini tenaga kesehatan justru hendak disandingkan dengan tenaga kesehatan yang berasal dari luar negeri. Sebenarnya bukan menjadi persoalan apabila persoalan internal/dalam negeri telah diatasi dengan seksama. Sayangnya, persoalan di tenaga kesehatan maupun layanan kesehatan secara umum masih banyak persoalan di sana sini. Apakah menjadi jaminan dengan kedatangan nakes dari luar negeri persoalan kesehatan di Indonesia bisa teratasi? Apakah juga sebuah keharusan untuk mendatangkan nakes dari luar negeri?
Sebagaimana diberitakan dalam Kompas.id, bahwa IDI meminta Pembahasan RUU Kesehatan dihentikan. Salah satu poin yang dipersoalkan oleh IDI adalah perlindungan bagi tenaga kesehatan dan tenaga medis yang dinilai belum terjamin. PB IDI meminta agar penolakan terhadap RUU ini diperhatikan secara serius oleh pemerintah.
Di laman yang sama diberitakan jika Rancangan Undang-undang Kesehatan yang disusun dengan menghimpun sejumlah regulasi atau omnibus law masuk ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas tahun 2023. Namun, sampai saat ini tidak pernah melibatkan organisasi profesi.
Selama ini organisasi profesi yang satu ini belum mendapatkan imunitas hukum yang maksimal. Seperti yang diberitakan di Kompa.id, yang menyebutkan bahwa Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia meminta agar pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan untuk dihentikan. Dikarenakan salah satu poin di RUU itu adalah soal perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan dan tenaga medis yang dinilai belum terjamin. PB IDI meminta agar penolakan berbagai pihak terhadap RUU ini diperhatikan secara serius oleh pemerintah. Agar imunitas hukum terhadap tenaga medis terjamin secara maksimal.
Beliau juga mengatakan ”Seorang dokter yang melakukan sebuah pelayanan kesehatan menyelamatkan nyawa maka harus memiliki hak imunitas yang dilindungi undang-undang. Di sinilah peran organisasi profesi sebagai penjaga profesi untuk memberi perlindungan hukum. Namun, peranan organisasi profesi dihilangkan.” Hal ini disampaikan Beliau, Moh Adib Khumaidi melalui siaran pers, Minggu (9/4/2023).
Lebih lanjut disampaikan dalam laman yang sama jika organisasi profesi, tanpa perlindungan hukum, tenaga kesehatan dikhawatirkan mudah terlibat masalah hukum. Juga adanya jaminan keselamatan dan keamanan juga perlu bagi tenaga kesehatan yang bertugas di area konflik. Hal ini berkaca dari kematian Mawarti Susanti, dokter spesialis paru di Rumah Sakit Umum Daerah Nabire, Papua.
Disebutkan pula kematian tenaga kesehatan juga pernah menimpa dokter Soeko saat kerusuhan di Wamena, Papua Pegunungan (dulu Papua), pada 2019. Adapun dokter Ayu di Manado, Sulawesi Utara, pernah mengalami kriminalisasi pada 2012 (Kompas.id, 13/3/2023).
Jelas sudah jika ini berlanjut tanpa memikirkan nasib para dokter maupun tenaga kesehatan (nakes) yang lain, maka mereka akan kehilangan hak yang sebelumnya ada di dalam UU Kesehatan. Para nakes akan lebih sering mendapatkan kriminalisasi, terlebih di daerah konflik. Selain itu rendahnya imunitas hukum juga akan lebih berpeluang adanya pelayanan kesehatan yang berbiaya lebih tinggi, seiring tingginya resiko terhadap hukum yang juga tinggi. Bukankah semua ini akan memunculkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat yang tidak efisien dan tidak optimal?
Sebenarnya semua bisa dicegah jika saja RUU Kesehatan Omnibus Law dicabut dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas di tahun 2023. Sebagaimana tuntunan ratusan tenaga kesehatan yang melakukan demo tolak RUU Kesehatan Omnibus Law di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (28/11/2022).
Telah jamak diketahui bahwa RUU Kesehatan adalah program legislasi nasional yang berfokus pada penyelenggaraan sistem kesehatan yang berkualitas dan terjangkau untuk seluruh masyarakat Indonesia. Saat ini, salah satu isu yang terkait dengan RUU Kesehatan adalah masuknya nakes asing ke Indonesia. Sementara sisi lain, nakes di dalam negeri belum mendapatkan imunitas hukum yang maksimal.
Muncullah neberapa pihak yang mempertanyakan kebijakan pemerintah yang ke depan bisa membuka kran bagi nakes asing untuk bekerja/praktek di Indonesia. Bahkan ada juga yang mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini akan menimbulkan dampak negatif pada kesehatan masyarakat Indonesia. Pasalnya, persaingan imbalan jasa bisa menurunkan pelayanan kwalitas nakes dalam negeri, yang disebabkan tingginya biaya pelayanan kesehatan.
Adanya dampak negatif yang mungkin timbul adalah persaingan yang tidak sehat antara nakes asing dan nakes lokal dalam mencari pekerjaan di Indonesia. Ini baru salah satunya saja. Jika benar terjadi maka mengakibatkan kesulitan bagi nakes lokal untuk mendapatkan pekerjaan dan berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat luas.
Selain itu, kebijakan ini juga dapat berdampak pada ketersediaan dan kualitas tenaga kesehatan di Indonesia. Jika nakes asing lebih diprioritaskan dalam penerimaan kerja, maka hal ini dapat mengakibatkan kurangnya kesempatan bagi nakes lokal untuk meningkatkan kualitas dan pengalaman dalam bidang kesehatan.
Meskipun di sisi lain, kebijakan ini juga dapat membawa manfaat bagi masyarakat Indonesia, seperti peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan adanya transfer ilmu dan teknologi dari nakes asing ke nakes lokal, namun demikian sejatinya tujuan layanan kesehatan kepada masyarakat mustinya mendapat perhatian. Tenaga dalam negeri mendapatkan perhatian yang serius serta saran dan prasarana di bidang kesehatan juga mendukung. Mengingat layanan kesehatan adalah hak dasar umat. Yang mana tenaga kesehatan juga bagian dari umat yang harus diperhatikan.
Seharusnya pula pemerintah memperhatikan layanan kesehatan termasuk sarana dan prasarana yang memadai untuk seluruh masyarakat. Karena kesehatan termasuk kebutuhan mendasar, seharusnya tidak begitu saja diserahkan kepada pihak asing. Inilah sebenarnya yang lebih penting. Karena secara otomatis pengobatan kepada nakes asing akan berbayar. Padahal seharusnya pihak negara yang menyelenggarakan sarana kesehatan bagi seluruh warganya.
Jadi dalam konteks RUU Kesehatan, perlu dilakukan analisis yang mendalam lagi terhadap dampak yang muncul. Baik dampak positif maupun negatif dari kebijakan masuknya nakes asing ke Indonesia. Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan ini tidak merugikan nakes lokal dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Selain itu, perlu juga dilakukan upaya untuk meningkatkan kualitas tenaga kesehatan lokal juga perlindungan hukum yang kuat, agar dapat bersaing dengan nakes asing dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Wallahu alam bisawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google