View Full Version
Selasa, 29 Dec 2009

Pemimpin Baru Ikhwanul Muslimin Harus Mampu Hadapi Krisis

Hidayatullah.com--Pemilihan internal Al Ikhwanul Al Muslimin Mesir untuk memilih 16 anggota dewan pengurus, digelar pekan lalu untuk pertama kalinya dalam masa 14 tahun terakhir, dengan para anggota berusia tua mendominasi perolehan kursi.

Perbedaan ideologi dalam organisasi itu, yang secara resmi dilarang tapi ditoleransi, diperburuk dengan ketidakfleksibelan sejumlah anggota senior, kata Dr. Abdul Mu'in Abul Fotuoh dalam wawancara dengan Reuters Sabtu (26/12).

Menurut Mu'in Fotuoh, Ikhwan sekarang lebih aktif secara politik daripada sebelumnya, tapi berkembang lebih konservatif dalam pemikiran, setelah selama beberapa tahun dalam tekanan pemerintah dan pengkerdilan kebebasan berserikat dan berkumpul.

"Ada kesepahaman antara saya dan banyak pemimpin, tapi performa sebagian dari mereka bisa dibilang keras dan kaku,"  tambahnya.

Ikhwanul Muslimin yang memenangkan seperlima kursi parlemen Mesir pada 2005, dengan para anggotanya maju secara independen, secara umum sedang menghadapi cobaan krisis internal antara kalangan tua dan muda. Anggota mudanya merasa terasing karena hanya memiliki wakil sedikit dalam kepengurusan baru, yang didominasi pengurus berusia 50 tahun ke atas.

Para analis mengatakan, Ikhwan merupakan satu-satunya yang dapat menggalang ribuan pendukung kelompok penentang pemerintah dalam Pemilu Legislatif 2010 dan Pemilu Presiden 2011.

Namun demikian, Mu'in Futuoh tidak mengesampingkan kemungkinan dampak dari krisis internal. "Dalam suasana pemerintahan demokratis, akan ada lebih banyak partai. Dan orang-orang di dalam partai itu bisa membuat faksi-faksi mereka sendiri. Ikhwan yang sekarang ini bisa membentuk sebuah blok yang cukup besar,"  katanya.

Sementara itu, di saat yang sama, pemerintah tangan besi Hosni Mubarak telah menekan Ikhwan keluar dari arus besar politik dan telah membuat keadaan sedemikian rupa sehingga hampir tidak mungkin bagi Ikhwan untuk menempatkan seorang kandidat pengganti dirinya.

Seorang peneliti yang mengikuti perkembangan gerakan Ikhwan, Ibrahim Houdaiby, meyakini pengaruh kelompok itu semakin terbatas jika krisis berlanjut.

Houdaiby mengatakan, "Meskipun mereka antusias dengan Pemilu yang akan datang, kemampuan mereka untuk berkoordinasi dan berintegrasi dengan kelompok politik lain minim," ujarnya.

Reformasi damai

Namun analisis Houdaiby ini nampaknya gugur setelah dilantiknya Majelis Pertimbangan (Maktab al-Irsyad) Ikhwan yang baru.

Sebagaimana diketahui, Senin kemarin, sejumlah petinggi Ikhwan, seperti Dr. Mohammed Badee, Dr. Abdul Mu'in Abul Fotuoh, dan Dr. Mohammad Habib, terpilih menjadi anggota Maktabul Irsyad yang baru.

Dengan terpilihnya mereka menjadi anggota Maktabul Irsyad, maka akan menentukan pemilihan Mursyid 'Aam yang baru, di mana jabatan Mursyid  'Aam sekarang dipegang oleh Dr. Mahdi Akif  yang akan berakhir pada 13 Januari nanti.  

Di beberapa media Senin (28/12), Badee yang sangat populer dan mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan, termasuk organisasi dokter seluruh Mesir, mengaku akan menjembatani kelompok tua dan kelompok muda.

Badee bahkan menyatakan, dirinya akan melanjutkan ideologi  Sayyid Quthb, sebagai bagian dari proses perbaikan reformasi secara damai. [di/rtr/er/www.hidayatullah.com]


latestnews

View Full Version