Hidayatullah.com--Yahudi kulit hitam di Ethiopia dipanggil dengan sebutan "Falasha" yang berarti orang asing. Dan kini, sekitar 120.000 Yahudi Ethiopia yang tinggal di Israel tetap merasa sebagai orang asing.
Sebagian pihak menilai, bukan karena negara zionis Israel enggan berbagi dengan mereka, tapi karena mereka dianggap kurang memberi kontribusi kepada Israel.
Kaum Falasha melewati perjalanan yang cukup dramatis untuk sampai ke Isarel. Pada tahun 1984, ribuan orang diterbangkan secara rahasia dari kamp-kamp pengungsi yang berbatasan dengan Sudan. Sebanyak 4.000 tewas dalam perjalanan menuju kamp tersebut, sebelum akhirnya pemerintah Sudan memaksa negara-negara Arab untuk menghentikannya. Sekitar 1.000 Falasha terpaksa ditinggal.
Kemudia di tahun 1991, di bawah perang saudara yang mengancam Ethiopia, pengiriman Falasha tidak lagi menggunakan 34 penerbangan sipil seperti selama ini. Penumpang diangkut dengan satu pesawat khusus.
Pemerintah Israel mengatakan, mereka mengangkut setiap Yahudi Ethiopia. Namun Abraham Neguise berkata, ada ribuan orang yang tidak diajak pindah ke Israel. Pendiri South Wing to Zion itu tahu sebabnya.
"Jika saja orang-orang ini berasal dari Eropa, Rusia atau Amerika Serikat, mereka pasti diangkut semua," ujarnya.
"Tapi orang-orang ini bukanlah dokter, profesor, insinyur atau pengusaha. Para politisi dan menteri memiliki pertimbangan ekonomi," imbuhnya.
Pertanyaan yang muncul sekarang adalah; apakah mereka benar-benar orang Yahudi? Masyarakat Israel memberikan jawaban yang tidak seragam.
Dasash Molla, diberi nama oleh ibunya dengan nama berbahasa Amharik yang artinya "merawat". Ironisnya, Dasash tidak bisa membawa serta ibunya pindah ke Israel.
"Setiap pekan saya mendatangi kantor Menteri Dalam Negeri dan mengisi berbagai macam formulir," katanya. "Dan setiap kali itu pula mereka menyuruh saya untuk kembali lagi satu bulan, dua bulan kemudian--lama sekali. Akhirnya mereka mengatakan kepada saya, bahwa ada peraturan baru yang menetapkan siapa saja yang nenek buyutnya dari pihak ibu ada yang bukan Yahudi, maka mereka tidak berhak mendapatkan kewarganegaraan Israel. Jadi artinya ibu saya tidak berhak pindah ke sini," katanya kepada wartawan Russia Today (13/2).
Cerita Dasash hanyalah satu dari sekian banyak kisah. Sekarang ini ada 8.700 orang Ethiopia yang menunggu di kota Gondar untuk migrasi ke Israel. Namun banyak pejabat Israel yang menganggap mereka adalah orang Kristen yang mengaku Yahudi, agar bisa keluar dari kemiskinan di negara tersebut.
Orang Ethiopia yang pindah ke Israel memang ada yang berhasil keluar dari kemiskinan. Sebut saja Ester Almo yang kini menjadi fotografer terkenal. Ia pindah ketika usianya masih 4 tahun. Tapi sekarang Almo seperti orang asing.
"Saya merasa berada di tengah-tengah. Ketika saya menghadiri acara pernikahan kerabat, saya merasa berbeda dan tidak lagi terikat dengan tradisi mereka, misalnya tari-tarian," kata Almo.
Adno Gethahun juga bisa dibilang Falasha yang sukses. Ketika pindah ke Israel 12 tahun lalu, ia meninggalkan 5 anak dan istri pertamanya di kampung. Setiap dua tahun, seorang dari mereka mendapat izin pindah ke Israel.
Yahudi Ethiopia diklaim Israel sebagai salah satu suku Yahudi yang hilang. Tidak jelas berapa banyak suku Yahudi yang belum ditemukan.[rst/di/www.hidayatullah.com]