Hidayatullah.com--Al-Azhar telah menolak usulan yang meminta agar panggilan azan di masjid yang akan didirikan di kota Marseille diganti dengan cahaya lampu. Demikian lapor harian independen Mesir Al-Doustor Senin lalu.
"Azan adalah pengumuman bahwa waktu shalat sudah tiba," jelas Syeikh Ali Abdul-Baqi. Panggilan ini telah ditentukan caranya oleh Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam.
Panggilan azan yang dilakukan oleh muazin di masjid lima kali sehari, menjadi masalah bagi Muslim yang tinggal di beberapa negara. Hal ini menimbulkan ide untuk menggantinya dengan kelipan cahaya lampu.
Kaum muslim yang berencana mendirikan masjid besar di Marseille mengajukan usul agar cahaya lampu warna ungu dinyalakan di menara sebagai tanda waktu shalat sudah tiba.
"Azan bisa dilakukan di dalam masjid, agar tidak mengganggu non-Muslim," kata Syeikh Abdul-Baqi.
Para ulama di al-Azhar juga menasihatkan agar muslim tidak melakukan protes kepada mereka yang menentang dikumandangkannya azan.
"Mereka harus mengedepankan dialog dengan pihak penguasa di negara itu, untuk meyakinkan mereka akan pentingnya azan."
Prancis adalah rumah bagi hampir 7 juta muslim, minoritas muslim terbesar di Eropa.
Negara itu mengalami perdebatan sengit seputar burqa, dengan munculnya larangan hijab di sekolah-sekolah dan tempat umum pada tahun 2004.
Setelah peristiwa 9/11, muslim di negara-negara Barat kesulitan menjalanan kewajiban agama.
Bulan Nopember tahun lalu, rakyat Swiss mendukung larangan pembangunan menara masjid di seluruh Swiss, yang diprakarsai oleh Partai Rakyat Swiss.
Di Denmark, rencana pembangunan dua buah masjid di ibukota Kopenhagen mendapat tentangan keras.
Muslim Australia juga mendapat tentangan untuk mendirikan masjid dan sekolah bagi komunitas mereka. [di/iol/www.hidayatullah.com]