Monday, 22 March 2010 21:50
Langkah permintaan maaf Vatikan dianggap korban hanya membiarkan pelanggaran dan tidak ada tindakan sanksi
Hidayatullah.com--Para korban pelecehan dan kekerasan seks Gereja Katolik menolak surat permintaan maaf Paus Benediktus XVI. Menurut para korban, mereka sengaja menolak pemintaan maaf itu karena pemimpin utama Katolik Roma, Paus Benediktus dalam suratnya tidak menjanjikan akan menindak para pelaku pelecehan seksual terhadap anak-anak.
Televisi Prancis Channel 5 melaporkan, "Hari Ahad, para korban pelecehan seksual buka mulut di Gerejak Katolik Montreal."
Hari Sabtu, Paus Benediktus XVI, menyampaikan permintaan maaf kepada para korban pelecehan seksual terhadap anak-anak oleh pastor di Irlandia. Paus juga mengumumkan penyelidikan formal Vatikan terhadap Keuskupan Roma Katolik Irlandia dan seminari tempat skandal pelecehan seksual terhadap anak-anak tersebut.
Dalam beberapa pekan belakangan ini, Vatikan berusaha menahan diri menyangkut meluasnya skandal pelecehan terhadap anak-anak oleh oknum pastor di beberapa negara Eropa mencakup Irlandia, Jerman, Austria dan Belanda.
"Kalian telah menderita secara memalukan dan saya benar-benar meminta maaf. Saya secara terbuka menyatakan sangat merasa malu dan penyesalan yang dalam yang kita semua merasakannya," kata Paus Benediktus dalam sepucuk surat terbuka kepada rakyat Irlandia mengenai kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak oleh uskup di Irlandia.
Laporan Murphy, yang dipublikasikan pada November mengungkapkan bahwa gereja di Irlandia "secara jelas" mendiamkan kasus pelecehan anak di Keuskupan Dublin dari tahun 1975 hingga 2004, dan menerapkan kebijakan "jangan bertanya, jangan mengatakan."
Penipuan
Sementara itu, oleh para korban, permintaan maaf Paus tanpa disertai tindakan disiplin terhadap para pemimpin Katolik Roma atas kesalahan yang telah mereka perbuat dinilai hanya penipuan.
Menurut publik, surat permintaan maaf Paus Benediktus XVI itu hanya ditujukan khusus kepada umat Katolik di Irlandia. Padahal pelanggaran seks yang dilakukan oleh para rohaniwan bertebaran di seluruh dunia.
"Saya menilainya sebagai penipuan, karena kita tahu bahwa ini adalah masalah global dan sistemik yang terjadi di gereja seluruh dunia," kata Colm O'Gorman, salah seorang pendiri perkumpulan para korban, yang ketika remaja juga pernah mengalami pelecehan seksual oleh seorang pendeta di Irlandia pada awal tahun 1980-an.
"Ini masalahnya adalah bagaimana melindungi institusi, dan yang paling penting, kekayaannya." ujarnya.
"Kontribusi paling besar yang bisa dilakukan oleh Paus adalah menghentikan pelanggaran atas korban, tapi, ia bahkan tidak melakukannya," imbuh O'Gorman kepada NYT.
Sebagaimana diketahui, banyak umat Katolik Irlandia berharap akan ada tindakan nyata untuk menangani kasus itu. Namun, dalam suratnya, Paus Benediktus XVI sama sekali tidak menyinggungnya. Dia hanya memberikan resep yang harus dilakukan oleh umat Katolik dan juga para rohaniwan, yaitu meningkatkan iman mereka dan rajin pergi ke gereja.
"Ada kecenderungan kuat untuk menggiring masalah ini hanya sebagai masalah keimanan, padahal masalahnya adalah manajemen gereja dan kurangnya akuntabilitas," kata Terrence Mc Kiernan, pendiri dan Presiden Bishop Accountability yang melacak dan merekam jejak kasus pelanggaran yang dilakukan oleh rohaniwan gereja.
Sebelumnya, untuk menunjukkan rasa "malu dan penyesalan" atas apa yang disebutnya perbuatan "dosa dan kriminal" yang dilakukan oleh rohaniwan Paus membacakan surat permintaan maaf dan penyelasan kepada publik.
Namun, langkah Paus kurang diharapkan korban. Dia juga tidak menjelaskan kekhawatiran para kritikus, mengenai peraturan Vatikan yang mereka anggap membiarkan pelanggaran semacam itu tidak dikenai sanksi.
"Kalian telah menderita dan saya sangat menyesal," tulis Paus dalam surat kepada umat Katolik Irlandia yang sudah lama dinanti, dan juga dimuat di situs Gereja Vatikan.
"Kepercayaan kalian telah dikhianati dan martabat kalian telah dilanggar," tulisnya.
Menurut New York Times, Paus mengambil langkah yang cukup langka dalam menangani kasus ini. Dia mengirim utusan khusus gereja guna menyelidiki pelanggaran yang terjadi.
Namun publik bertanya-tanya mengenai hasil penyelidikan tersebut, karena banyak terdapat perbedaan dalam laporan yang dihasilkan, antara penyelidikan pihak gereja dengan pemerintah Irlandia. Dalam satu laporan disebutkan telah terjadi pelanggaran sistematis di sekolah-sekolah yang dikelola gereja. Laporan lain mengungkap bahwa polisi Irlandia dan gereja secara sistematis bersekongkol menutupi kasus pelanggaran seksual para pendeta di Dublin selama puluhan tahun.
Sebelumnya pada tahun 2008 Paus telah meminta maaf atas skandal seks rohaniwan, ketika ia bertemu dengan para korban di Amerika Serikat. Dan surat kemarin adalah sebagai salah satu cara meredam keresahan akibat bermunculannya kasus serupa di banyak negara, yang tidak hanya mengancam kedudukan pemimpin gereja Irlandia, tapi juga kedudukan Paus.
Paus juga tidak meminta pemimpin gereja Irlandia, Kardinal Sean Brady, untuk megundurkan diri. Padahal kardinal itu telah mengatakan sebelumnya, ia akan mundur jika Paus meminta, setelah terungkap bahwa ia terlibat dalam penyelidikan gereja dan memaksa dua orang anak membuat sumpah rahasia. [irb/afp/cha/www.hidayatullah.com]
Foto: courtesy Getty Images