Usaha Vatikan menyelesaikan masalah amoral di lingkungan institusi gereja sebatas simbolis
Hidayatullah.com--Vatikan hari Jumat (9/4) mengumumkan bahwa Paus Benediktus XVI berniat menemui lebih banyak korban pelanggaran seksual yang dilakukan oleh para pendeta Katolik.
Dalam sebuah maklumat panjang, jurubicara Vatikan, pater Federico Lombardi mengulangi tawaran Paus untuk berjumpa dengan korban yang mengalami pelanggaran seksual ketika mereka masih kanak-kanak dulu. Juga dikatakan Lombardi, pihak gereja akan lebih berhati-hati memilih para rohaniwan, guna menghindari kasus yang sama di masa datang.
Lombardi menjelaskan, gereja akan mencermati pemilihan calon-calon rohaniwan, termasuk mereka-mereka yang berada di lembaga pendidikan dan institusi pastoral. Menurutnya, itu adalah cara efisien untuk mencegah terjadinya kasus serupa.
Dia menambahkan, memilih para pria "yang memiliki kepribadian dewasa yang sehat, walaupun dari sudut pandang seksual, adalah sebuah tantangan yang sulit. Dan semakin sulit pada masa sekarang ini," katanya melalui Radio Vatikan.
Paus hingga saat ini baru menemui para korban di Australia dan Amerika Serikat.
Menanggapi tawaran Vatikan, SNAP, sebuah organisasi korban pelanggaran seksual oleh rohaniwan gereja, mengatakan bahwa mereka menginginkan sesuatu yang lebih substansial, bukan sekedar simbol.
"Simbol mungkin cocok setelah terjadi krisis, tapi tidak cocok selama krisis masih terjadi," kata seorang pemimpin SNAP sebagaimana dikutip Reuters.
Vatikan membela diri
Bertubi-tubinya pemberitaan di media massa membuat Vatikan kalang kabut. Berulang kali mereka mengatakan Vatikan tidak berusaha menutup-nutupi kasus tersebut. Padahal pada saat yang sama, banyak pastor, kardinal dan uskup yang terang-terangan mengakui kesalahan mereka dan mengakui bahwa ada semacam larangan yang mengharuskan mereka tidak mengungkapkan borok gereja tersebut ke luar.
Pater Federico Lombardi bisa dibilang, salah seorang yang berusaha mati-matian membela Paus dan Vatikan. Menurutnya, pemberitaan mengenai kasus tersebut adalah sebuah usaha untuk menjatuhkan kredibilitas Paus Benediktus XVI. Banyak media yang menyoroti kebijakan Benediktus ketika masih di Jerman, ketika belum menjadi paus.
Vatikan menyangkal tuduhan, yang mengatakan mereka berusaha menutup-nutupi pelanggaran seksual atas 200 anak tuna rungu di Amerika Serikat oleh pastor Lawrence Murphy dari tahun 1950 hingga 1974. New York Times melaporkan, Vatikan dan Kardinal Joseph Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI) diberitahu mengenai kasus tersebut, tapi merekaa tidak memecat Murphy.
Para pemimpin gereja mengatur barisan mengelilingi Paus, ketika banyak organisasi para korban pelanggaran seksual meminta Paus Benediktus mundur dari jabatannya. Vatikan mengatakan, gereja tidak bisa dibandingkan dengan perusahaan multinasional, dimana direktur utamanya harus menebus kesalahan anak-anak buahnya.
Lombardi memuji Paus sebagai "pembimbing ke jalan yang lurus dan kebenaran", yang pantas menerima kehormatan dan dukungan dari para pemimpin gereja di seluruh dunia.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, bukankah Kristus mengajarkan umatnya untuk berkorban? Yesus sendiri bersedia disalib demi menebus dosa para pengikutnya. [di/rtr/f24/www.hidayatullah.com]