View Full Version
Senin, 12 Apr 2010

Potensi Industri Syariah Global USD5 Triliun

Populasi generasi muda Muslim di Asia dan Kawasan Teluk yang  cepat tumbuh menyajikan peluang besar pada penetrasi pasar

Hidayatullah.com--PERKEMBANGAN industri keuangan dan perbankan syariah global terus mencatatkan kinerja positif. Tren ini diramalkan masih akan terus berlanjut, bahkan semakin meningkat,di tahun-tahun mendatang. Moody’s Investor Service dalam Derivatives in Islamic Finance:
Examining the Role of Innovation in the Industry meramalkan semakin meningkat,di tahun-tahun mendatang. Potensi pasar yang bisa diraup institusi keuangan Islam saat ini bisa mencapai lebih dari USD5 triliun.

Pertumbuhan ini sejalan dengan meluasnya permintaan produk-produk yang selaras dengan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sambungnya, aset yang terdapat dalam kelolaan industri keuangan syariah mencapai USD950 miliar per 2009 lalu.

Sementara akumulasi obligasi syariah atau sukuk diproyeksikan tak kurang dari USD110 miliar. ”Kendati terjadi gelombang suram pada perekonomian global baru-baru ini, tapi institusi-institusi keuangan syariah tetap mencatatkan pendapatan bisnis,” papar Moody’s dalam laporannya tentang perkembangan industri keuangan dan perbankan syariah global teranyar.

Moody’s menduga, kinerja industri keuangan dan perbankan syariah global tetap mencatatkan kinerja cukup kuat meski keuangan dan perekonomian global dihantam badai suram adalah karena kontrol kode etik bisnis industri ini, terutama pada jenis bisnis yang dinilai berisiko. Apalagi, sesuai prinsip dasarnya, keuangan syariah mencegah aktivitas bisnis yang penuh dengan spekulasi dan risiko. –

”Fokus pada pengurangan risiko melalui pendekatan manajemen risiko baru, termasuk penggunaan transaksi produk derivatif (memastikan penghindaran industri keuangan dan perbankan syariah terhindar dari risiko yang mengancam),” ujar Vice President - Senior Credit Officer Moody’s Anouar Hassoune. Kebijakan untuk mempromosikan pengenaan hukum syariah terkait pengelolaan aset tersebar mulai dai Singapura, Jepang dan Eropa,bahkan Malaysia sebagai pasar obligasi syariah terbesar global.

Selain memudahkan kepemilikan asing, ini juga mendorong upaya Malaysia menjadi pusat jasa keuangan syariah global. Chief Economist The Dubai International Financial Centre Dr Nasser Said mengatakan,potensi pasar dan kelolaan dana yang dilakukan industri keuangan dan perbankan syariah sebetulnya bisa lebih besar lagi.

Said mengasumsikan pada optimisme perekonomian yang lebih di negara-negara Asia dan Kawasan Teluk yang menjadi basis dukungan pertumbuhan industri tersebut.

“Populasi di negara-negara Asia dan Kawasan Teluk, yang rata-rata merupakan mayoritas muslim, memiliki generasi muda yang banyak dan cepat tumbuh. Ini menyajikan peluang besar pada penetrasi pasar.

Ada banyak kesempatan, bahkan bagi industri pertanggungan syariah (takaful),” papar Said. Hingga saat ini, lanjutnya, baik negara maupun swasta telah lebih banyak memanfaatkan instrumen keuangan syariah, terutama dalam menarik pembia-yaan. Salah satu di antaranya melalui penerbitan obligasi syariah (sukuk).Tahun ini misalnya, tak kurang dari USD25 miliar nilai penerbitan sukuk yang ditawarkan kepada publik. Teranyar misalnya Sudan.

Republik Islam di belahan Afrika ini berharap bisa menarik pendanaan senilai USD300 juta melalui penerbitan sukuk di tahun ini dengan pasar utama negaranegara Teluk.Sebelumnya,Sudan telah memanfaatkan sukuk dalam menarik pembiayaan senilai USD100 juta pada dua tahun belakangan ini. Begitu juga negara bekas pecahan Uni Soviet, Kazakhstan.

Negara kaya minyak di Asia Tengah ini berniat menawarkan sukuk sebagai alternatif pembiayaan defisit anggaran belanjanya senilai USD5,5 miliar. Standard & Poor’s sebelumnya telah memperkirakan angka penjualan sukuk tahun ini bisa mencapai USD30 miliar dari USD20,2 miliar tahun lalu. Searah dengan pemulihan ekonomi yang membutuhkan pembiayaan, sebutnya, pertumbuhan penawaran sukuk bisa mencatatkan rekor seperti di tahun 2007.

Argumentasi Said cukup beralasan. Pasalnya, sekitar USD800 miliar aset perbankan syariah global dikelola oleh bank-bank syariah kedua kawasan tersebut. Likuiditas berlimpah dan preferensi yang lebih kuat membuat industri ini memiliki ruang yang cukup besar untuk berkembang. Masalahnya, sambung Said, industri keuangan dan perbankan syariah sepertinya harus terus dilakukan.

Mereka mela-kukan inovasi dan pengembangan produk dan jasa keuangan. Dengan begitu, perbankan syariah bisa benar-benar diharapkan sebagai alternatif sistem keuangan masyarakat. ”Karena itu, hal yang harus kita pikirkan saat ini adalah pengembangan produk ritel, hipotek syariah, pinjaman dan bagaimana pembiayaan syariah bisa menjadi satu hal mainstream,” paparnya lagi.

Senada dengan Said, Hassoune mengakui, industri keuangan dan perbankan syariah global masih memiliki sejumput kelemahan, terutama menyangkut inovasi dan pengembangan produk. Meski dibanding konvensional, bank-bank syariah lebih unggul dalam kombinasi sekuritisasi dan derivatifnya sehingga mengurangi tekanan risiko.

Namun pada konteks ini industri masih harus bekerja lebih keras. ”Industri keuangan Islam perlu mengembangkan tahapantahapan inovasinya dan tidak (sekadar) meniru instrumeninstrumen derivatif konvensional agar bisa menjaga status istimewa dan prinsip-prinsip syariah,” saran Hassoune.
Dia berharap industri keuangan dan perbankan syariah bisa segera merealisasikan kebijakan inovasi dan pengembangan produk dan jasanya.

Sebab menurutnya,saat ini merupakan momentum yang sangat tepat bagi industri keuangan dan perbankan untuk bangkit dan berp- eran lebih besar bagi kebutuhan produk dan jasa keuangan masyarakat global. [sind/www.hidayatullah.com]


latestnews

View Full Version