Pihak keluarga korban sebaiknya mempertanyakan anggota keluarganya yang dituduh sebagai teroris
Hidayatullah.com--Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai tindakan pasukan Densus 88 menangkapi dan menembaki orang yang diduga teroris hingga tewas, sudah melampaui nilai-nilai HAM. Komnas HAM pun meminta pihak keluarga korban melaporkan kesewenangan yang menimpa mereka.
''Pihak keluarga korban sebaiknya mempertanyakan tentang anggota keluarga mereka yang dituduh aparat sebagai teroris. Komnas siap menerima pengaduan,'' seru Wakil Ketua Komnas HAM, Nurkholis, Ahad (16/5).
Pasalnya, Komisioner menilai, keluarga punya hak atas informasi yang jujur dan benar atas perlakuan sewenang-wenang aparat, tanpa disertai dasar hukum itu. Pengaduan keluarga tersebut akan dijadikan Komnas HAM sebagai dasar bukti pemanggilan awal kepada Densus 88.
Apalagi jika ada perlakuan tidak adil dari aparat. ''Jika terbukti, Komnas HAM akan merekomendasikan prosesnya ke ranah hukum,'' janji Nurkholis.
Sedang Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, mengritik tindakan Densus 88 yang ringan tangan menembak hingga mati tersangka teroris. Tindakan brutal itu dinilai tak membuahkan solusi untuk mengentaskan terorisme.
''Penembakan terhadap mereka yang diduga teroris justru akan meniadakan info untuk membongkar jaringan teroris,'' sesal Haris.
Apalagi, imbuhnya, korban yang tertembak itu masih diduga, sehingga belum terbukti lewat proses peradilan yang adil.
Ia menilai, tindakan aparat keamanan yang semena-mena, justru hanya membuat Polri krisis profesionalisme dan kredibilitas.
''Menumpas teroris adalah sebuah keharusan. Namun, usaha tersebut harus sesuai prinsip hukum yang baik dan menjamin tidak ada hak asasi yang terlanggar,'' cetus Haris.
Haris menambahkan, penembakan terhadap orang-orang yang diduga teroris hanya boleh dilakukan jika polisi dalam posisi terancam jiwanya saat melakukan penangkapan. Seharusnya, kalau Polri serius dalam membasmi terorisme, maka harus berusaha keras menangkap para teroris dengan bekal penerapan hukum yang baik.
Mengganggu rasa keadilan
Sebelumnya Guru Besar Pemikiran Islam dari IAIN Imam Bonjol Padang, Prof. Dr. Duski Samad, menilai, cara polisi menangani teroris telah menganggu rasa keadilan masyarakat.
"Kok selalu harus ada korban, harus mati. Itu terjadi ketika tersangka teroris memakai senjata laras pendek, berhadapan dengan polisi yang menggunakan senjata laras panjang. Kesannya, polisi kurang profesional," kata Duski di Padang, Jumat.
Mestinya, kata dia, polisi juga menghormati rasa keagamaan dan keadilan masyarakat.
"Siapapun bisa melihat, kesannya penggerebekan teroris tersebut berkaitan dengan rencana kedatangan Presiden Amerika Serikat, Barack H. Obama. Ketika datang orang-orang penting dari AS, selalu ada perburuan terhadap teroris," kata pengurus MUI Sumbar itu.
Ia mengatakan, cara-cara yang dilakukan polisi dengan menembak mati tersangka teroris, mengakibatkan terganggunya perasaan masyarakat.
"Masa dengan jumlah tersangka yang tidak seberapa, lalu polisi jumlahnya banyak bersenjata lengkap, harus memberondong. Alangkah indahnya kalau mereka ditangkap," katanya.
Sedang Ketua MUI Jatim KH Abdhushomad menyesalkan Polri yang kerap menyebut teroris dengan gelar ustaz.
“Tidak usah menggunakan sebutan ustazlah. Sebut saja namanya bin siapa gitu saja. Kalau menggunakan ustaz dan istilah Islam lainnya, seakan-akan Islam sengaja diseret-seret ke dalam isu terorisme,” katanya. [Rep/ant/www.hidayatullah.com]