View Full Version
Selasa, 27 Jul 2010

Jangan Jadikan Nisfu Sya'ban Sumber Perpecahan dan Keterbelakangan

Menurut Darul Ifta, hal semacam ini bukanlah sebuah persoalan, dan bukanlah hal yang memisahkan antara pengamal sunnah atau pelaku bid’ah

Hidayatullah.com--Sebagaimana diketahui, di pertengahan bulan Sya’ban yang dikenal dengan istilah nisfu sya’ban, banyak umat Islam yang menghidupkan malamnya dengan qiyam dan siangnya dengan puasa, termasuk di Indonesia sendiri.

Akan tetapi fakta bahwa ada sebagian umat Islam lain tidak setuju dengan amalan ini tidak bisa dipungkiri, sehingga seringkali terjadi hubungan tidak sehat antara yang pro dan yang kontra. Darul Ifta’ Al Mishriyah, Lembaga Fatwa Mesir telah mewanti-wanti agar persoalan seperti ini jangan sampai menjadikan sumber perpecahan dan keterbelakangan.

“Harus diketahui bahwa hal semacam ini bukanlah sebuah persoalan, dan bukanlah hal yang memisahkan antara pengamal sunnah atau pelaku bid’ah, bukan pula pelaku ketaatan atau pelaku maksiat.” Demikian tanggapan Amin Fatwa (Komisi Fatwa) Darul Ifta, menjawab pertanyaan hidayatullah.com mengenai perselisihan yang biasa terjadi karena khilaf dalam ibadah nishfu Sya’ban.

Bahkan dengan tegas pihak Darul Ifta’ memperingatkan bahwa sibuk dalam masalah seperti ini menyebabkan kemunduran umat.

“Setiap muslim tidak boleh menjadikan hal ini sebagai perkara besar, yang harus mendapat perhatian besar. Karena sesungguhnya penyebab kemunduran umat adalah terlalu sibuk dengan masalah-masalah yang bukan merupakan prioritas utama.”

Dengan demikian, Darul Ifta’ menyatakan bahwa tidak sepatutnya umat Islam memperselisihkan masalah ini, yang bisa menyebabkan salah satu mencela saudaranya yang lain.

Mengenai kedudukan hadits fadhilah nisyfu Sya’ban, Darul Ifta’ menjelaskan bahwa hadits mengenai sunnahnya melakukan puasa dan qiyam dihukumi dhaif oleh Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrij Ihya’. Akan tetapi ada hadits lain yang diriwayatkan Imam Muslim yang membolehkan puasa itu. Bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam berkata kepada seorang laki-laki, ”Apakah engkau telah melakukan puasa di pertengahan bulan ini (Sya’ban)? Laki-laki itu menjawab, “Tidak.” Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam  bersabda, ”Jika engkau telah menunaikan puasa Ramadhan maka berpuasalah satu atau dua hari.”

Lembaga yang dipimpin oleh Mufti Mesir, Prof. Dr. Ali Jum’ah ini menyebutkan bahwa ada hadits lain yang menjelaskan fadhilah malam nishfu Sya’ban, yang diriwayatkan Ahmad dan Tirmidzi dari Ibnu Amru secara marfu’, menjelaskan bahwa Allah mendatangi hamba-Nya di malam hari pertengahan Sya’ban, dan mengampuni hamba-hamba-Nya, kecuali dua, yakni orang yang saling membenci atau pembunuh.

 “Dengan demikian, tidak mengapa jika ada seorang muslim yang “menyambut” rahmat Allah ini dengan melakukan puasa di siang harinya dan qiyam di malam harinya.” Demikian Darul Ifta’ menutup pernyataannya yang ditujukan kepada hidayatullah.com melalui surat elektronik, beberapa waktu yang lalu. [tho/www.hidayatullah.com]


latestnews

View Full Version