Produser KCB menyatakan, pihaknya meniatkan membuat film dan sinetron Islami KCB untuk berdakwah
Hidayatullah.com--Ramadhan 1431 ini di Pesantren Husnayain, Cimanggu-Sukabumi terasa lain. Pagi itu bertepatan 17 Agustus 2010, tidak disangka-sangka aktor dan aktris sinetron “Ketika Cinta Bertasbih” (KCB) hadir di acara bedah film serial (sinetron Islami).
Acara yang diselenggarakan para santri Pondok Pesantren Husnayain itu menghadirkan pemain utama Azzam dan dua adiknya, Husna dan Lia. Mereka berdialog lugas dengan para santri.
Dalam acara yang dihadiri ratusan santri, pelajar, dan ibu-ibu itu, produser KCB menyatakan bahwa pihaknya meniatkan membuat film dan sinetron Islami KCB di TV itu untuk berdakwah.
“Bila di tayangan-tayangan lain banyak ditemui adegan yang mengumbar nafsu atau hal-hal yang bertentangan dengan Islam, maka di film KCB ini insya Allah dijaga sesuai dengan akhlak Islam. Di sini sutradara Chaerul Umam, Kang Ibik (Habiburrahman Shirazi), dan Bunda Neno Warisman terus menjaga agar film ini sesuai dengan tuntunan Islam,” kata produser Dani Sapawie, yang ikut mendampingi para artis itu.
Ia juga menyatakan bahwa para aktor dan aktris di film ini juga terus menerus dibina keislamannya.
“Saya sendiri merasakan tidak mudah menjadi Azzam yang umurnya 28 tahunan, sedangkan saya masih berumur 20-an. Di film ini saya banyak belajar tentang Islam,” terang aktor yang bernama asli M Cholidi Asadil Alam.
Hal yang sama juga diakui oleh Husna (Meyda Sefira) dan Lia (Rahmi Nurullina). Kedua gadis yang berkerudung rapi ini mengakui bahwa untuk menjadi aktris KCB ini mereka dikarantina terlebih dahulu, diberikan pemahaman-pemahan tentang Islam, pengarahan-pengajian, dan lain-lain.
Keduanya juga merasakan kebahagiaan tersendiri bisa hadir di Pesantren Husnayain yang dikelilingi oleh pemandangan kebun teh yang indah.
“Meski perjalanan jauh, tapi di pesantren ini terasa berada di daerah Puncak yang di zoom,” aku Husna dan Lia. Kedua gadis yang mengaku akrab seperti adik kakak ini berasal dari Bandung dan Bukittinggi.
Film serial KCB ini, diakui oleh produsernya memang mengangkat liku-liku dunia pesantren.
“Bila di film KCB ke-2 terakhir terjadi pernikahan Azzam dan Ana, maka di film serial ini (sinetron) akan diungkapkan bagaimana Azzam dan istrinya menghadapi gejolak rumah tangga. Bagaimana suami istri yang santri ini, yang faham al-Qur’an dan Hadist menghadapi masalah rumah tangga mereka dan masalah di pesantrennya. Kedua orang ini akan ditampilkan untuk memimpin pesantren (Darul Qur’an), ketika ayah Ana, Kiyai Lutfi harus pergi ke suatu tempat,”ungkap Dani.
Ia juga melanjutkan bahwa dalam tayangan itu nanti akan ditemui beberapa kejadian yang tidak terduga, seperti misalnya Ana yang ternyata benar-benar mandul tidak bisa melahirkan dan bagaimana sikap ayahnya, Kiyai Lutfi, menghadapi hal itu.
Ketika seorang santri bertanya kenapa di film KCB-2 ada sedikit perbedaan dengan buku aslinya? Dani mengakui bahwa di film KCB memang ada beberapa pemotongan adegan, tidak seperti yang ada dalam buku.
“Kita tidak bisa menampilkan seluruh isu buku itu. Butuh waktu tiga jam, sedangkan film itu hanya dua jam. Maka di antaranya tidak ditampilkan kisah pemerkosaan yang ada dalam buku. Untuk film KCB yang bertujuan dakwah ini memang fokus untuk mengungkap pernikahan, pergaulan, dan akhlak yang Islami. Tentu dalam film mesti ada tema-tema konflik di situ. Tapi di film ini tidak ada adegan-adegan kekerasan suami istri, perselingkuhan, dan lain-lain,” jelasnya.
Selama Ramadhan, film KCB dalam bentuk sinetron itu ditayangkan RCTI.
Seperti biasanya, ketika acara bedah film KCB itu usai, para santri, gadis-gadis, dan ibu berebut foto bersama.
Sebelum pulang mereka terlebih dulu shalat di Masjid Utsman bin Affan, Pesantren Husnayain. Setelah selesai, para santri laki-laki berfoto dengan aktor asli Pasuruan yang kini masih menjadi mahasiswa Universitas Al Azhar Indonesia it. Ia berpesan, “Menjadi anak yang sholeh ya. Semoga tercapai cita-citanya.” [nh/hidayatullah.com]