


Tak ada takbir keliling atau takbiran. Yang ada banjir suara Mercon dan keramahtamahan rakyat Mesir

Hidayatullah.com--Menjelang hari raya,  di Indonesia sangat semarak dengan gema takbirnya, yang secara serentak  bersuara hampir di seluruh kampung dan pelosok negeri. 
Takbiran  di Indonesia cukup banyak coraknya, mulai dari sekedar memutar kaset  takbiran di kedai atau toko-toko; bertakbiran di serambi-serambi masjid  sembari memukul tabuh. Namun yang lebih semarak dan heboh adalah takbir  keliling kampung baik berjalan kaki maupun dengan mobil. 
Biasanya  rute mereka adalah masuk kampung keluar kampung, namun mereka yang  menggunakan kendaraan biasanya akan keliling kota. Jadi Idul fitri  terasa lebih meriah dan semarak.
Sesuai kata pepatah, lain lubuk  lain pula ikannya. Setiap negeri mempunyai cara dan kekhasan sendiri  menyambut Idul Fitri. Begitu juga halnya dengan Mesir. Kalau soal  takbiran malam-malam menjelang Idul Fitri tidak begitu semarak, apalagi  takbiran keliling dapat dibilang tidak ada. 
Kalau pun ada, itu  hanya dihidupkan oleh komunitas asing, seperti mahasiswa Indonesia dan  Malaysia di sini. Malam menjelang Idul Fitri biasanya Persatuan Pelajar  Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir mengelar lomba takbiran antara  kekeluargaan (pronvinsi). 
Ketiadaan gema takbir layaknya  Indonesia di Mesir, saya lihat tidak lebih karena faktor keamanan. Sebab  pihak keamanan di Mesir sangat melarang adanya kumpulan atau gerombolan  orang yang beraktivitas di malam hari. Jadi, suara takbir hanya  menggema di masjid-masjid saja.
Hiburan Petasan
Di saat  Ramadan, mercon atau petasan cukup banyak digemari oleh anak muda Mesir.  Terutama saat hari Raya Idul Fitri datang. Suara mercon terbang atau  mercon kupu-kupu dengan daya ledak keras cukup sering terdengar. Tidak  ayal, kalau suara ledakan itu mengusik ketenangan dan membuat kita  terkejut. Berbeda dengan di Indonesia yang sangat melarang petasan  karena sering menimbulkan korban. Di Mesir UU semacam itu tampaknya  belum ada. Yang jelas ketika hari raya menyapa, mercon dan petasan masih  menjadi hiburan andalan anak-anak muda di Mesir.
Tradisi saling  mengantarkan hidangan dan angpao di Hari Raya dapat dibilang tidak  begitu terlihat. Budaya itu hanya ramai saya temukan di hari-hari bulan  Ramadan. Begitu juga halnya dengan tradisi membuat kue menjelang Idul  Fitri, bisa dibilang jarang dilakoni masyarakat Mesir. Kebanyakan mereka  lebih suka membeli menu lebaran siap jadi dari toko-toko kue atau  supermarket. Terlebih di kota Kairo, toko-toko menjual aneka jenis kue  lebaran sudah menjamur sejak Ramadan tiba. Belum lagi kedai-kedai roti  gandum yang sudah beroperasional sejak lama di setiap distrik, biasanya  menjelang Hari Raya mereka juga menyiapkan menu khusus lebaran.
Mesir  sangat terkenal dengan keramahan dan sikap pemaafnya. Lantas bagaimana  ekspresi saling memaafan di antara mereka ketika Idul Fitri? Sangat luar  biasa. Itu yang dapat saya ungkapkan mewakili keindahan mereka ketika  bermaaf-maafan. 
Baik kalangan muda maupun lansia akan saling  berpelukan badan dan pipi kalau lagi bermaafan. Beda lagi kalau wanita  sesama wanita, biasanya pelukan kiri dan kanan itu bisa diulang sampai  dua sampai empat kali. Sikap seperti itu tidak hanya mereka lakukan  sesama orang Mesir, tapi ketika mereka bertemu dengan orang asing atau  WNI yang sudah lama mereka kenal mereka tidak segan-segan memeluk dan  menciumnya.
Sebuah tradisi spesial Hari Raya di Mesir adalah  pembagian hadiah buat anak-anak. Hadiah yang berisi berbagai macam  mainan anak kecil dan makanan: coklat, wafer, kue dll. dikemas di dalam  sebuah plastik. Hadiah itu biasanya disiapkan oleh pengurus masjid atau  panitia shalat Id sehari menjelang Hari Raya. 
Hadiah yang  disiapkan tidak tanggung-tanggung, kalau masjid ukuran besar pasti  mereka akan menyiapkan dalam jumlah besar. Saat shalat Id selesai  anak-akan maka anak-anak akan berhamburan mengejar goni-goni hadiah yang  terletak di dekat pintu masjid. Kalau shalat Idul Fitrinya di lapangan  maka pembagian hadiah menyebar di sudut-sudut lapangan.
Wah,  pembagian seperti ini selalu sangat ramai, anak-anak sangat antusias dan  gembira berebut hadiah; saling berusaha menembus keramaian anak-anak  lainnya. Anak-anak telah mendapat satu bungkus hadiah itu akan berlarian  dengan senyum tawa. Keadaan terasa semakin semarak. Terlebih lagi,  orangtua tidak melarang anak-anak mereka ikut bergabung di keramaian itu  bahkan mereka memotivasinya. Biasanya orang-orangtua dan lansia akan  tersenyum-senyum simpul melihat parade anak-anak itu. Pemandangan yang  cukup menghibur.
Saat Hari Raya datang, kebanyakan orang Mesir  menghabiskan waktu mereka bertamasya ke sejumlah objek wisata, seperti  taman, kebun binatang, pantai dll bersama sanak keluarga. 
Di  Kairo, tradisi saling mengunjungi tetangga untuk bersilaturrahim tidak  begitu menggeliat, layaknya di Tanar Air. Yang jelas orang Mesir di  Kairo hanya tumpah ruah saat shalat Id, selepas itu mereka banyak  menghabiskan waktu di flat atau mudik ke kampung halaman. Kondisi ini  membuat pemandangan kota sangat lengang di Hari Raya. Jalan-jalan utama  kota Kairo seperti mati. Jalanan seperti  Shalah Salim, Attaba, Tahrir,  Abbasia, Al-Azhar, dan Mohandessin ikut sepi. WNI yang pertama kali  melalui Idul Fitri di Mesir pasti akan terheran-heran kelengan itu.  [Owen  Putra, sedang merampungkan S1 di Universitas Al-Azhar, Fakultas  Ushuluddin, Jur. Tafsir dan Ulumul Quran/hidayatullah.com]