Hidayatullah.com --Selasa pekan lalu (23/11), sebuah buku berisi wawancara langka dengan Paus Benediktus XVI pada musim panas yang lalu diluncurkan. "Light of the World" ditulis oleh seorang wartawan Jerman, Peter Seewald. Di dalamnya Paus berbicara tentang skandal seks para rohahiwan gereja, hubungan dengan Islam, pertemuan para kardinal, pengunduran diri dari jabatan paus, dan bencana kemanusiaan.
Hal yang mengusik adalah bahwa media massa lebih tertarik membahas pernyataan Paus tentang kondom yang termuat di dalamnya. Sebagaimana dilansir Radio Vatikan (23/11), Peter Seewald menyatakan penyesalannya atas sikap media tersebut.
Sementara itu William Grimm, pendeta yang juga mantan pemimpin redaktur mingguan Katolik Katorikku Shimbun, menilai pemimpin tertinggi umat Katolik yang satu ini seperti dikutuk. Sebab apa yang disampaikannya ke publik sering disalahtafsirkan dan disalahartikan.
"Biasanya karena apa yang dia katakan tidak jelas dan tidak mempertimbangkan audiensnya yang beragam, dan juga tidak memperhatikan cara kerja komunikasi di zaman sekarang," katanya sebagaimana ditulis di UCA News (24/11).
Ditambahkan Grimm, "Upaya Vatikan untuk memutar dan mengendalikan kerusakan biasanya justru membuat masalah semakin runyam. Setelah lebih dari seribu tahun kesempatan untuk berlatih, Vatikan masih saja belum menguasai seni berbicara yang jelas, padat dan bisa dipahami."
Menurutnya, ketika bicara kondom, Paus mengabaikan ketertarikan media akan hal tersebut. Bahkan Paus malah menyarankan pemakaian kondom. Bicara mengenai skandal seks rohaniwan, Paus justru membenarkan kebijakan tutup mulut gereja dan Vatikan atas hal tersebut selama puluhan tahun.
Hal itu kata Grimm, "Merupakan pernyataan kebangkrutan dari sebuah institusi yang pataknya bertuliskan kata cinta."
Kebangkrutan Vatikan sebagai institusi bukanlah hal baru, kata Grimm.
"Di abad ke-18, institusi Gereja (Vatikan) menunjukkan kebangkrutan filosofis, ketika tidak bisa mengikuti tren pemikiran baru yang mengusung demokrasi dan perhatian terhadap HAM. Di abad ke-19, sains dan pengetahuan tentang Alkitab baru menunjukkan kebangkrutan intelektual lembaga. Abad ke-20 menunjukkan kebangkrutan politiknya, ketika para pemimpin Gereja (Vatikan) tidak bisa mencegah dua perang dunia dan holocaust di bagian dunia di mana Kristen dominan selama berabad-abad."
"Sekarang di abad ke-21, kebangkrutan moral institusi ditegaskan tidak hanya dengan penutupan (kasus skandal seks) oleh para pemimpinnya, tapi juga dengan kasus suap (yang diterima) para pejabat Vatikan termasuk sekretaris pribadi John Paul II [Paus Paulus II] dan sekretaris negara oleh Legiun Kristus, yang justru menghalangi penyelidikan atas para pelakunya dan bukan membeberkan bukti-bukti," papar Grimm.
Menurut laporan, satu-satunya pejabat Vatikan yang menolak uang suap tutup mulut kasus skandal seks dari kelompok tersebut adalah Kardinal Ratzinger, yang sekarang menjadi Paus Benediktus XVI.[di/ucan/rv/ hidayatullah.com]