Hidayatullah.com--Ratusan orang berunjuk rasa di ibu kota Azerbaijan, mendesak pemerintah membatalkan keputusan pelarangan penggunaan kerudung (jilbab) di sekolah-sekolah. Demonstrasi berulang tanggal 24 Desember, di mana ratusan kaum Muslim mengadakan unjuk rasa damai di kota terbesar kedua di Azerbaijan, setelah shalat Jumat. Polisi terpaksa menahan lebih dari 50 orang. Pemerintahan Azerbaijan menolak mencabut pelarangan tersebut, dengan mengatakan, jika hal tersebut merupakan pemulihan kembali atas peraturan seragam sekolah di era Soviet. Lebih dari 90 persen warga Azerbaijan adalah Muslim. Namun pemerintahan ini menggunakan hukum sekuler. Mayoritas rakyat tidak menerima larangan pemakaian jilbab di tempat-tempat umum. Pemimpin Partai Islam Republik Azerbaijan, Haaj Muhsen Samdaf pernah mengatakan, berbagai aksi protes menunjukkan jika mayoritas kaum Muslim menolaknya. "Aksi protes yang tersebar di pelbagai daerah menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menolak larangan jilbab." Umumnya warga menilai, peratutan pemerintah Azerbaijan menerapkan larangan yang bertentangan dengan mayoritas masyarakat akibat tekanan Barat dan pengaruh ideologi komunis yang masih membekas di kalangan pejabat. Padahal, berdasarkan undang-undang Azerbaijan, masyarakat negara ini berhak meyakini agama apapun. Untuk itu, pemerintah harus memberikan jaminan undang-undang kebebasan beragama kepada masyarakat. [cam]*
Para pengunjuk rasa yang kebanyakan orangtua dari siswa beragama Islam meneriakkan slogan-slogan melawan hukum anti-Islam.
Sebelumnya, bulan Desember, pemerintah Baku mengeluarkan pelarangan penggunaan kerudung dan hijab di sekolah-sekolah yang berakibat memicu protes di beberapa Negara Muslim.
Pada tanggal 10 Desember unjuk rasa terjadi di depan gedung Kementerian Pendidikan sebagai reaksi atas komentar Menteri Pendidikan Azerbaijan Misir Mardanov, yang mengatakan jika para siswa perempuan harus mematuhi aturan seragam sekolah, dan melarang penggunaan kerudung.