Rabu, 02 Maret 2011 Hidayatullah.com—Kabar negara-nergara Barat dengan dukungan NATO yang akan menyerang Libya kian santer. Sinyal ini setidaknya disampaikan Wakil Sekretaris Pers Kementerian Luar Negeri Italia, Aldo Amati, yang mengatakan tak menutup kemungkinan AS dan NATO melancarkan operasi militer. "Namun hal itu (pembatalan perjanjian) tidak harus membuka kemungkinan bahwa AS atau NATO dapat melancarkan operasi militer di negara Afrika Utara dari wilayah Italia." Dikabarkan, pangkalan AS dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Italia tengah disiagakan guna mempersiapkan serangan ke Libya menyusul semakin terdesaknya Presiden Muammar Qadhafi menghadapi tuntutan dan protes rakyatnya. Menteri Luar Negeri Italia, Franco Frattini, kepada televisi SKY mengatakan telah membatalkan perjanjian persahabatan dengan Libya. "Kami menandatangani perjanjian persahabatan dengan Libya, tetapi ketika mitra perjanjian itu tidak ada lagi maka perjanjian itu juga tidak dapat diterapkan," demikian tegas Frattini menyinggung perjanjian yang ditandatangani antara Tripoli dan Roma tiga tahun lalu. Penggantungan perjanjian itu memungkinkan Roma ikut andil dalam operasi penjaga perdamaian di Libya yang tengah dilanda krisis. Selain itu, Italia juga dapat mengijinkan sekutu-sekutunya untuk menggunakan pangkalan militer di Italia dalam pelaksanaan operasi militer di Libya. Berdasarkan perjanjian 2008 antara Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi dan Presiden Libya Muammar Qadhafi, Italia membayar Libya sebesar lima milyar dolar untuk kompensasi pada era pemerintahan kolonial. Seperti diketahui, NATO dan Amerika Serikat memiliki sejumlah pangkalan di Italia, termasuk Armada Keenam Amerika Serikat, di Naples. Sementara itu, sejumlah analis berpendapat bahwa pengunduran diri Italia dari perjanjian dengan Libya itu merupakan awal intervensi militer di Libya. Berbagai laporan menyebutkan, Inggris, Prancis dan Amerika Serikat mengirim ratusan penasehat militer ke Libya untuk membangun pangkalan militer di kawasan kaya minyak di timur Libya. Sebelumnya, Perdana Menteri Inggris David Cameron dan para pemimpin Barat lainnya telah mengakui siap memerintahkan aksi militer terhadap Muammar Qadhafy. Cameron, sebagaimana dilansir Telegraph, Senin (1/3), mengatakan kepada anggota parlemen bahwa Inggris dan sekutu negara itu sedang mempertimbangkan untuk menggunakan jet tempur guna menerapkan zona larangan terbang di atas wilayah Libya, mematroli dan menembak jatuh setiap pesawat Libya yang diperintahkan untuk menyerang demonstran. Jika zona larangan terbang disepakati, para pengamat percaya bahwa Barat akan meluncurkan serangan bom terhadap pasukan Qadhafy jika ia terus menyerang pengunjuk rasa. Alasan senjata kimia seperti ini sama persis dengan dalih pasukan internasional menyerang Saddam di Iraq yang pada akhirnya tak pernah terbukti. *