View Full Version
Rabu, 27 Apr 2011

Pengakuan untuk Pernikahan Muslim di Afsel

Hidayatullah.com--Lebih dari 5,000 komentar diterima oleh Departemen Hukum dan Pengembangan Konstitusi mengenai Undang-Undang Pernikahan Muslim yang mengakui pernikahan Islam untuk pertama kali di bawah hukum Afrika Selatan.

Sekitar 14 tahun penyusunannya, undang-undang ini terbuka untuk menerima komentar publik.

Hingga saat ini, pernikahan Muslim mematuhi hukum Syariah (Islam).

Undang-undang tersebut mampu memenuhi hak dan kewajiban dalam konstitusi, yang tidak semuanya terpenuhi dalam hukum Syariah.

Jika telah diresmikan, hukum akan mengizinkan pria Muslim umtuk memiliki dua istri-tetapi hanya dengan persetujuan pengadilan..

Namun United Ulama Council of South Africa (UUCSA), sebuah badan yang memayungi masalah Islam di Negara tersebut –dimana anggotanya adalah Jamiatul Ulama Afrika Selatan-- memiliki proposal pengganti yang menyebutkan jika seseorang berniat menikah untuk kedua kalinya tidak perlu meminta izin dari pengadilan tetapi harus ada petugas pernikahan dengan kontrak yang disetujui pengadilan yang membacakan kepemilikan harta dari masing-masing  istri.

Salah satu karakteristik kunci dari undang-undang tersebut adalah pengakuan terhadap hak dasar wanita.

Sebelumnya seorang wanita yang menikah menurut upacara Islam, tidak diakui sebagai istri di bawah hukum Afrika Selatan. Di bawah hukum tersebut dia dianggap tidak pernah menikah, tidak bisa mendapatkan keuntungan dari perkebunannya, dan anak-anaknya dianggap tidak sah.

“Undang-undang ini perlu menjadi solusi untuk banyaknya kesulitan yang dihadapi kaum Muslim berkenaan dengan pernikahan Islam,” ujar Munirah Osman-Hyder, dosen di fakultas hukum Universitas KwaZulu-Natal.

“Tujuan dari undang-undang ini adalah mendapat legalisasi untuk pengakuan dan peraturan atas pernikahan Muslim.”

Osman-Hyder mengatakan ada juga kelompok-kelompok  yang telah menerima, sesuai dengan perubahan tertentu, kelompok yang membuat suara terbesar terhadap itu adalah "ultra-konservatif" di tubuh Islam, yang merupakan salah satu sikap penolakan total.

“Kelompok ini tidak memiliki alasan kuat mengapa undang-undang tersebut harus di tolak. Modus mereka adalah menggunakan retorika keagamaan dan mengobarkan emosi komunitas muslim daripada mengambil hati dengan logika mereka,” ujarnya.

Selain itu, menurut Osman-Hyder juga terdapat kelompok pembela hak wanita atau kelompok feminis yang merasa wanita tidak akan mendapat persamaan di bawah undang-undang ini dan mereka akan mendapat lebih banyak hak di bawah hukum sekuler Negara tersebut.

Dalam pertemuan yang diadakan oleh Jamiatul Ulama di Afrika Selatan bulan lalu, Moulana Yusuf Patel, sekretaris jendral UUCSA, mengatakan RUU dalam bentuk yang baru nanti masih akan dirasakan sedikit kurang dari yang diharapkan.

Penduduk Muslim akan kehilangan kesempatan jika mereka tidak mengikuti yang ditetapkan pemerintah untuk menyesuaikan undang-undang sehingga sejalan dengan Syariah, ujarnya.

Patel mengatakan dengan keberadaan undang-undang ini, berbagai kasus pernikahan Muslim sebelum adanya putusan pengadilan akan  terus  di jalankan sesuai hukum pernikahan sipil.

Yang berbahaya dalam hal ini adalah, ujarnya, adalah preseden dalam pelaksanaannya, jika tidak ada, hukum tersebut akan mengatur pernikahan Islam, dan akan dibandingkan dengan hukum Syariah dalam hal-hal seperti pembubaran pernikahan, tahanan, pemeliharaan dan masalah warisan.

Dr Faisal Ismail Suliman, Direktur South African Muslim Network (SAMN), mengatakan jika pandangan mayoritas Muslim mengenai hal ini mengatakan, RUU ini masih butuh diubah agar lebih tunduk pada Syariah.

“Jika perubahan dilakukan dan digabungkan dengan program pelatihan, undang-undang ini akan lebih berguna, tetapi hal ini tidak dapat diterima seperti saat ini,” ujar Sulaiman. “Kami ingin masalah legitimasi dan pengalaman akan hal-hal yang merugikan wanita dihapuskan.”

Karena respon dan reaksi yang besar mengenai undang-undang ini, Departemen Hukum dan Pengembangan Konstitusi akhirnya memperpanjang tanggal penutupan pengumpulan komentar dan pendapat hingga 31 Mei.*   

Sumber : reuters
Rep: Camila
Red: Cholis Akbar


latestnews

View Full Version