Hidayatullah.com--Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al Khaththath tak meragukan bahwa tindakan terorisme di Indonesia sarat dengan rekayasa, sebab asumsi dasar mereka menangani terorisme bahwa sumber terorisme adalah radikalisme. Dan asumsi itu tidak lepas dari kampanye para sponsor pemberantasan terorisme.
"Amerika Serikat dan Barat memang melihat kaum muslimin dan para aktifis yang menghendaki penerapan syariat Islam adalah kaum radikal yang diposisikan sebagai musuh karena menjadi penghalang utama penjajahan AS di dunia Islam," kata Khaththath dalam acara diskusi publik di Jakarta Pusat, Kamis (12/5).
Sehingga, lanjut Khaththath, cukup beralasan kenapa kemudian Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang diketuai Irjenpol (Purn) Ansyaad Mbai langsung melancarkan tudingan bahwa teroris bukan saja mereka yang melakukan aksi bom, tapi juga semua kaum ingin menegakkan syariat dan daulah Islam.
Lebih jauh, menurut Khaththath, kampanye terorisme sebenarnya hanyalah alat politik Amerika Serikat. Ia menjelaskan, istilah terorisme yang berasal dari kata teror bukanlah berasal dari Bahasa Arab.
Dalam bahasa Arab, kata teror diungkap dengan kata Irhab, yang berasal dari kata Arhaba yang maknanya adalah menakut-nakuti. Makna bahasa ini dituang dalam Qur'an surah Al Anfaal ayat 60.
Namun sebagai istilah, tidak dijumpai istilah terorisme (irhabiyah) dalam al-Qur'an maupun hadits Nabi.
"Artinya, istilah dan budaya terorisme tidak ada dalam Islam dan tidak bersumber dari syariat Islam," jelasnya.
Khaththath menegaskan, mengaitkan istilah terorisme dengan ajaran Islam adalah suatu kesalahan. Menjadikan perjuangan untuk tegaknya syariat Islam di muka bumi sebagai aktifitas awal terorisme, bahkan aktivitas pokok terorisme, adalah suatu kesalahan besar.
"Dalam praktiknya akhir-akhir ini, cap terorisme tergantung kepentingan politik," imbuh dia.
Khaththath mencontohkan, aksi pembunuhan Perdana Menteri India Indira Priyadarshini Gandhi, oleh Amerika hal itu disebut sebagai aksi terorisme. Sedangkan pembunuhan terhadap Raja Faizal dan John F Kennedy dikatakan bukan sebagai aksi terorisme.
"Ketika gerilyawan Hamas mengebom Israel, maka dicap sebagai tindakan teroris. Sebaliknya, bombardir pesawat tempur Israel yang menewaskan warga sipil diklaim sebagai upaya bela diri," beber Khaththath.
Terorisme memang harus ditangani. Namun Khaththath menegaskan bahwa menangani terorisme adalah dalam rangka tegaknya dan berdaulatnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), demi terciptanya kehidupan masyarakat yang aman dan damai.
"Penanganan terorisme bukan mengikuti skenario atau pesanan Amerika atau negara lain yang tak peduli dengan situasi kondisi dan nilai-nilai yang ada di Indonesia," terang Khaththath.*
Rep: Ainuddin Chalik
Red: Panji Islam