Hidayatullah.com— Penyalahgunaan Pancasila di masa Orde Baru memicu trauma di masa reformasi. Hal itulah yang menyebabkan Pancasila absen dalam kehidupan berbangsa di Indonesia saat ini.
Pernyataan ini disampaikan Presiden RI Ketiga, Baharuddin Jusuf Habibie, dalam pidato kebangsaan memperingati Pidato Bung Karno 1 Juni di Gedung DPR/MPR, Rabu 1 Juni 2011.
"Penolakan terhadap segala hal yang berhubungan dengan Orde Baru menjadi penyebab mengapa Pancasila kini absen," kata Habibie.
Menurut Habibie, penolakan Pancasila di awal era reformasi memang akibat ketakutan indoktrinisasi Pancasilai pada masa Orde Baru. Habibie mengakui, di masa lalu terjadi mistifikasi dan ideologisasi Pancasila secara sistematis, terstruktur, dan masif. Pancasila dijadikan senjata ideologis untuk mengelompokkan kelompok yang tak sepaham dengan pemerintah.
Selain itu, Pancasila ikut dipersalahkan karena dianggap menjadi alat sistem politik yang represif dan bersifat monolitik membekas sebagai trauma sejarah yang harus dilupakan. Pengaitan Pancasila dengan sebuah rezim pemerintahan tententu, menurut Habibie, merupakan kesalahan mendasar.
"Pancasila bukan milik sebuah era atau ornamen kekuasaan pemerintahan pada masa tertentu," kata Habibie. "Pancasila adalah dasar negara yang akan menjadi pilar penyangga bangunan arsitektural yang bernama Indonesia."
"Pancasila bukan representasi sekelompok orang. Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Sepanjang Indonesia ada, Pancasila akan selalu ada. Rezim apapun akan pergi menjadi masa lalu, tapi dasar negara tidak akan pergi," tambah Habibie.
Habibie setuju pendapat banyak kalangan yang ingin melakukan reaktualisasi, restorasi, dan revitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Masalah kebangsaan kian kompleks dalam skala nasional, regional, ataupun global memerlukan solusi yang tepat.
Selanjutnya, ia mengajak semua memperkuat empat pilar kebangsaan melalui aktualisasi nilai-nilai Pancasila sebagai weltanschauung. Mantan Ketua Ikatan Cendekian Muslim Indonesia (ICMI) ini juga mengajak bangsa Indonesia me-reaktualisasi Pancasila untuk memperkuat paham kebangsaan yang majemuk dan di saat yang bersamaan menjauhkan stigma lama bahwa Pancasila penuh mistis, sakti dan sesuatu yang disakralakan.
“..kita perlu menyegarkan kembali pemahaman kita terhadap Pancasila dan dalam waktu yang bersamaan, kita melepaskan Pancasila dari stigma lama yang penuh mistis bahwa Pancasila itu sakti, keramat dan sakral, yang justru membuatnya teraleinasi dari keseharian hidup warga dalam berbangsa dan bernegara,” ujarnya.*
Sumber : vvn/ti
Rep: CR-3
Red: Cholis Akbar