View Full Version
Kamis, 09 Jun 2011

Teriakan Safia: Saksi Mata Perempuan Korban Bosnia

Hidayatullah.com-- Ketika aku kembali ke Srebrenica, aku mengajukan dana bantuan untuk merekonstruksi rumahku karena semua pipa air rusak. Rumah yang telah dibangun oleh suamiku dan di mana aku pernah tinggal bersamanya dan anak-anak adalah satu-satunya peninggalan berharga yang aku miliki. Akan tetapi selam tiga tahun pengajuan danaku selalu ditolak.

Aku tinggal di rumah ketika perang berlangsung. Suami dan anakku yang tertua memintaku untuk pergi dengan anakku yang lebih muda dan pergi ke Sarajevo. Akan tetapi aku tidak ingin meninggalkan mereka sendirian. Terakhir kali aku melihat anak-anakku, yang lahir pada tahun 1973 dan 1979, berada di sini, di halaman depan di bawah pohon ini.

Mengapa Serbia membunuh mereka, anak-anakku yang berumur 22 dan 16 tahun saat itu. Bagaimana bisa bahwa orang-orang yang melakukan ini masih tinggal di sini di Srebrenica? Bagaimana mereka melihat kita disisi lain mereka mengetahui apa yang mereka telah lakukan?

Anakku yang bungsu begitu ceria dan menyukai mata pelajaran matematika. Dan ia sangat pandai di pelajaran ini. Ketika gurunya bertemuku dia sering menyapaku, "Ke sini ibu matematika", karena kepandaian anakku.

Pemerintah belum menemukan tulang anakku. Mereka belum menemukan tulang suamiku, anak-anakku dan iparku. Aku pergi ke pemakaman yang berlangsung pada tanggal 11 Juli setiap tahun di Potocari Memorial Genosida, akan tetapi kabar dan nasib mereka belum aku temukan. Aku berharap suatu hari nanti aku akan dapat untuk mengubur anak-anaku.

Ketika aku kembali pada tahun 2000 setelah 5 tahun dalam pengungsian. Dalam perjalanan pulang ke rumah, aku didampingi polisi yang memberikan perlindungan.

Akan tetapi sebelum kami tiba di rumahku mereka mengatakan kepadaku bahwa mereka tidak akan pergi denganku dan bahwa aku melakukan ini dengan resiko sendiri. Sebuah keluarga Serbia tinggal di rumahku dan ketika aku mengetuk pintu rumahku mereka tidak membukanya. Akan tetapi aku tahu mereka ada di dalam rumahku, dan aku tidak takut.

Aku hanya ingin masuk ke dalam dan melihat apakah ada foto-foto keluargaku yang masih tersisa. Foto-foto itu yang aku ingin ambil. Ketika seseorang akhirnya membuka pintu, ia mengusirku dan mengancam akan membunuhku apabila aku kembali datang. Tapi aku tidak takut. Dalam pikiranku - terbayang - aku melihat anak-anakku di sana berdiri di sebelah pohon di mana aku pernah melihatnya.

Akhirnya ada orang yang membantuku untuk mendapatkan kembali rumah yang dulu pernah aku tinggali bersama keluargaku.

Ketika aku melarikan diri dari Potocari ke Tuzla, tidak ada yang bertanya di mana anak-anakku. Tidak ada yang tersisa di diriku, aku harus minum air dari kaleng ikan bekas. Suatu hari seorang perempuan memberiku cangkir (Safia masih memiliki cangkir dan menunjukkan kepada kami). Kebaikan itu masih aku ingat sampai sekarang.

Anakku tertua sudah menikah ketika perang terjadi. Dan istrinya hamil 7 bulan. Ketika tentara Serbia datang, aku meminta suami dan anakku untuk melarikan diri.

Mereka berlari di seberang jalan dan ke hutan naik gunung. Aku dan menantu, istri anakku berlari ke arah lain. Ibu mertua tidak mau ikut denganku. Dia tetap tinggal di rumah. Ketika kami tiba di Potocari (di mana PBB menjaga perdamaian dan pasukan Belanda ditempatkan), kami tinggal di pabrik selama dua malam.

Kemudian Belanda memaksa kami untuk meninggalkan pabrik tempat kami mencari perlindungan setelah malam kedua dan kami harus tidur di luar. Aku tidak bisa tidur semalaman saat aku menunggu untuk berangkat dengan truk PBB.

Aku pergi bersama menantuku naik truk keesokan paginya dan kami tiba ke tempat yang bernama Trieste. Mereka mengatakan kepada kami untuk turun dan berjalan dan mereka memaksa kami untuk memberi mereka semua yang kita miliki dan mengancam kita jika tidak memberikannya dengan 'memotong payudara kami'. Aku sangat takut dan khawatir keselamtan menantuku, aku mencoba menyembunyikannya.

Para prajurit mengambil gadis-gadis muda dari truk. Aku merasa seseorang berada di belakangku dan tentara mengambil putri pergi. Aku mulai menjerit dan berteriak sangat keras sehingga tentara lain datang seorang bertanya kepadaku apa masalahnya. Aku mengatakan bahwa mereka telah mengambil menantuku yang sedang hamil 7 bulan. Sementara aku menunggu dia untuk kembali, aku melihat dua anak kecil menangis untuk ibu mereka.

Prajurit membawanya ke dalam hutan untuk memperkosanya. Itu adalah di mana mereka mengambil semua wanita untuk memperkosa. Pada akhirnya menantuku dikembalikan kepadaku, tapi kami tidak berbicara sampai kami tiba di Sarajevo.

Kami selamat, tapi aku bertanya pada diri sendiri setiap hari: Mengapa? Mengapa ini terjadi?

Aku berharap ini tidak akan pernah terjadi lagi kepada siapa pun.*/Muhammad Yusuf Efendi 

Baca juga kekejaman Sang Penjagal Muslim Bosnia

Lihat foto-foto kekejamannya di FB Hidayatullah online


Red: Cholis Akbar


latestnews

View Full Version