PADA awalnya sebenarnya saya tidak sengaja menonton film ini, suatu malam. Selanjutnya kemudian, dari beberapa kali saya menyaksikannya, saya ingin mengemukakan beberapa keberatan. Tapi sebelumnya, saya juga harus mengakui bahwa film ini agak sedikit berkualitas dengan kehadiran tokoh bernama Ustadz Mahmud dengan nasihat nasihatnya yang bernas.
Secara umum saya melihat, bahwa film ini lebih tampak sebagai sebuah penggamabaran yang memprihatinkan tentang dunia pesantren. Pesantren pada umumnya punya aturan yang jelas dalam masalah hijab/batas pergaulan. Paling tidak ada batasan batasan tertentu di mana santri dan santriwati bisa bertemu atau berbincang. Tapi Pesantren Darussalam dalam film ini tampaknya lain dari yang lain.
Bagaimana tidak, nama pesantrennya adalah Pesantren Darussalam. Mendengar ini, pikiran kita langsung mengarah pada nama Pesantren Modern Darussalam Gontor. Seolah nama ini mengasosiasi nama besar Pondok Pesantren Modern Gontor yang dikenal sangat menjaga syariat yang telah berdiri berpuluh tahun lalu bahkan bisa dikata sebagai pelopor pesantren di Indonesia.
Sementara di film ini, saya melihat, susah sekali membedakan apakah ini pesantren atau hanya sekedar wadah kongkow dengan lawan jenis. Memang ini hanyalah film semata, sekedar hiburan. Tapi jangan lupa, laku yang ada dalam film ini bisa dengan sangat dahsyat sekali menjejal ke pikiran jutaan orang yang menontonnya. Dari situ kemudan akan muncul persepsi persepsi yang bisa saja keliru tentang pesantren.
Tujuan film ini barangkali dimaksudkan untuk menampilkan wajah pesantren yang lebih modern, tapi di sisi lain ada sejumlah ambiguitas di sana. Di mana laki dan perempuan yang bisa dikata hampir tak ada hijab. Mereka bebas bertemu kapan saja. Ngobrol berduaan. Bersendau gurau dengan lihainya.
Mungkin saja kita tidak habis pikir, bahwa dari film ini kemudian mencuatlah pandangan bahwa inilah memang pesantren modern yang seharusnya diterapkan di negeri ini. Bahkan dalam film ini ada kesan menghalalkan pacaran. Ini bagi saya adalah aneh.
Agaknya kita masih ingat ketika film ini mendatangkan Maher Zein, penyanyi religi internasional asal Kanada.
Saat itu, pemeran Najib Subuh dan 2 orang tokoh figuran lainnya saling mengumpat dengan kata kata kotor, "You Crazy", "You Stupid" berkali kali di samping Maher Zain yang digambarkan sedang berkeliling pesantren.
Mungkin bagi mereka bertiga atau sang kreator film, atau juga penonton, menganggap itu adalah tontonan yang lucu dan menghibur. Tapi bagi saya itu menyedihkan. Selain saling mengumpat yang tentu saja membuat Maher keheranan, bahasa Inggris Maher Zein hanya ditanggapi dengan kata kata "Yes", "No".
Bagaimana tanggapan Maher dalam skuel yang saling mengolok-olok itu? "Kenapa Kalian saling mengumpat?", kata Maher. Dalam shoot itu, Maher Zein kaget dan wajahnya tampak kebingungan dengan celoteh lawan mainnya yang memang terlihat tak lihai dalam bahasa Inggris.
Saya hanya berharap, setelah shooting itu, semoga saja Maher langsung mendapatkan penjelasan yang jelas seputar "kata kata umpatan" yang terlontar di mana sebenarnya sangat tak elok diucapkan di depan orang asing seperti dia, bahkan itu dalam sebuah adegan. Apalagi Maher bukanlah aktor.
Bagi yang punya TV sudah barang tentu tahu betul bahwa hari ini sangat banyak sekali jam tayang film sinetron setiap program program televisi.
Tak bisa dinafikkan, film film remajalah yang mendominasi jagat raya perfileman nasional yang dinujum akan semakin menggila di masa masa mendatang. Dan jelas, film film tak bermutu bermuatan horor dan seks pun akan tambah menggurita.
Ada juga yang mengusung semangat religius, khususnya Islam. Tapi entah kenapa, sangat sedikit pesan bagus yang bisa dipetik dari film film itu.
Yang saya khawatirkan, jangan-jangan film seperti yang saya sebutkan di awal ini menjadi semacam kampanye terselebung tentang pola yang dianggapnya adalah ideal, mantap, modern, sesuai tuntutan zaman.
Padahal sejak dahulu citra pesantren sesungguh-sungguhnya adalah sebagai madrasah atau sekolah tempat belajar dan menerapkan nilai nilai ajaran Islam. Jadi, mohon jangan rusak citra pesantren dengan khayalan nisbi dan tata nilai kehidupan yang permisif.
Ya, untuk kesekian kalinya kita kembali mengelus dada. Memang terlalu ramai masalah yang menimpa negeri kita tercinta ini. Sangat banyak permainan dan intrik politik busuk dari sebagian manusia yang di parlemen sana atau pejabat negara.
Yang jelas, film-film tak bermutu, sama buruknya dengan politisi bobrok, koruptor yang merajalela, partai yang munafik, hakim penikmat sogok, polisi yang main hakim dan tsunami. Ini semua adalah musibah besar untuk negeri ini.
Sementara di saat yang sama, orang kecil hanya ada di sudut di tak bisa berobat, orang tak berdosa ditembak mati tanpa diadili, orang yang tak terbukti bersalah dihukum berat, sementara koruptor kakap bebas berkeliaran diistimewakan. Siapa sebenarnya yang sedang menghancurkan negara kita ini?
Yacong. B. Halike
Seorang Blogger dan Redaktur Kaltimtoday.com
Sumber :
Rep: Administrator
Red: Cholis Akbar