View Full Version
Senin, 16 Jan 2012

Saatnya Umat Islam Menggugat Kepres Miras!

 


 

Senin, 16 Januari 2012

Oleh: Ibnu Sururi Asy-Syirbuny

Awal tahun 2012, rakyat Indonesia dikejutkan dengan adanya usaha pencabutan Peraturan Daerah (Perda) tentang minuman keras (miras). Pihak Pusat menilai bahwa Perda-Perda yang ada bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 yang ditandatangani oleh mantan Presiden Soeharto itu. Di antara muatan Perda itu secara jelas melakukan pelarangan, baik itu memproduksi maupun memasarkannya. Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenek, mengakui bahwa Kemendagri telah mencabut beberapa Perda Miras. Ia menyatakan sembilan dari 351 Perda yang dicabut itu mengatur tentang pelarangan peredaran dan penjualan minuman beralkohol atau minuman keras (miras). “Pencabutan beberapa Perda itu karena melanggar aturan yang lebih tinggi, dan itu sudah sesuai ketentuan,” ujar pria yang akrab disapa Dony itu kepada pers.
 
Pencabutan beberapa Perda juga diamini oleh para pedagang minuman keras dengan melayangkan gugatan yang dikirimkan ke Mahkamah Agung (MA) atas keberatan atau permohonan dengan sejumlah alasan. Di antaranya mereka berkilah bahwa minuman alkohol atau ethanol yang dijual memiliki kadar rendah yaitu antara 5% hingga 10% yang digolongkan minuman beralkohol golongan A.Mereka juga mengaku tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku,yaitu Keppres Nomor 3 Tahun 1997.[2] Namun untungnya, MA tidak mengabulkan gugatan itu. (www.depdagri.go.id)

Mendagri Merasa Difitnah?

Mendagri Gamawan Fauzi menangkis tuduhan yang mengatakan dirinya membatalkan Perda anti miras di beberapa daerah. Menurut Gamawan, kabar tersebut adalah fitnah. "Saya sebagai Menteri Dalam Negeri tidak pernah membatalkan Perda. Ini fitnah dan tidak ada dasarnya," ujar Mendagri di kantornya, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (10/1/2012).

Menurut Gamawan, berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang berhak membatalkan Perda adalah presiden. Kemendagri hanya berhak melakukan verifikasi dan evaluasi terhadap Perda. (detiknews.com)

Sementara itu, pernyataan Mendagri yang merasa dirinya difitnah dibantah oleh Front Pembela Islam (FPI) yang melakukan aksi penolakan terhadap pencabutan Perda Miras, Kamis (12/01/2012). Sekretaris Majelis Syuro DPP FPI, Misbachul Anam menilai Menteri yang berasal dari Sumatera Barat itu telah berbohong karena mereka memiliki bukti salinan pencabutan Perda Kabupaten Indramayu Nomor 15 Tahun 2006 tentang Minuman Beralkohol. Karena itu,  jelas bahwa Mendagri memang mencabut Perda tersebut.

Saatnya Menggugat Kepres Miras

Sementara isi Kepres itu memang tidak ada ketegasan melarang minuman keras. Isinya hanya sekedar tentang pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol.

Misalnya dalam Bab III tentang Produksi, Peredaran Dan Penjualan Pasal 3 disebutkan bahwa “Produksi minuman beralkohol di dalam negeri hanya dapat diselenggarakan berdasarkan izin Menteri Perindustrian dan Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri.”

Maka dari itu, jika pengusaha miras sudah mendapatkan izin dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan, maka mereka bisa secara legal memproduksi dan menjual minuman keras itu.
 
Dalam pasal 4, ada yang berisi pelarangan mengedarkan dan menjual miras, namun sayangnya terlalu banyak kelonggaran. Miras boleh dijual di  hotel, bar, restoran dan di tempat tertentu lainnya. Pasal 4 itu berbunyi, “Dilarang mengedarkan dan atau menjual minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) di tempat umum, kecuali di hotel, bar, restoran dan di tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setelah mendengar pertimbangan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.” Pasal ini jelas bisa menjadi landasan hukum bagi pengusaha miras.
 
Penjual minuman keras juga diperbolehkan jika yang melakukannya di atas 25 tahun. Bunnyinya; “Dilarang mengedarkan dan atau menjual minuman beralkohol sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) kepada yang belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun.”
 
Bahkan lebih parah lagi, Menteri Keuangan diperbolehkan untuk menetapkan besarnya Bea Cukai untuk minuman haram itu, baik itu produk impor atau pun dalam negeri. Dalam Pasal 8 disebutkan, “Menteri Keuangan menetapkan besarnya cukai yang dikenakan atas minuman beralkohol yang diproduksi di dalam negeri, serta bea masuk dan cukai bagi minuman beralkohol yang berasal dari impor, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
 
Inilah beberapa keanehan dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997.

Jadi, sebaiknya, umat Islam tidak hanya menggugat Mendagri soal pencabutan Perda itu, namun juga harus menggugat Kepres itu. Karena Kepres itu bisa menjadi dalih hukum dilegalkannya minuman keras. Na’udzubillah.

Jika para mafia minuman keras berani melayangkan gugatan kepada MA terhadap Perda Miras, maka umat Islam hendaknya bersatu untuk menggugat Kepres Miras yang masih membuka pintu lebar bagi bisnis haram itu. Padahal dalam Islam, minuman keras atau khammar sangat jelas diharamkan, apapun bentuknya dan di mana pun tempatnya.*

Penulis adalah peminat masalah keagamaan


latestnews

View Full Version