Kamis, 28 Juni 2012
Hidayatullah.com—Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa hari Rabu (27/6/2012) menyebutkan bahwa kekerasan di Suriah semakin buruk setelah disepakatinya gencatan senjata pada April lalu dan pertumpahan darah yang terjadi cenderung merupakan ketegangan sektarian yang berbahaya. Dilansir Associated Press, para penyelidik PBB mengatakan, mereka berkesimpulan bahwa pasukan pemerintah bisa jadi berada di belakang pembunuhan lebih dari 100 orang warga sipil di desa Houla bulan lalu. Temuan itu diserahkan ke badan tertinggi hak-hak asasi manusia PBB, dan dapat dijadikan dasar untuk memperkarakan kejahatan atas kemanusiaan yang terjadi di Suriah. Paulo Sergio Pinheiro, pimpinan tim investigasi PBB terkait kejahatan kemanusiaan di Suriah, menyebut negara itu sebagai “tempat terjadinya tindak kejahatan” dan mengatakan bahwa tim penyelidik sudah menyiapkan nama-nama orang yang dicurigai bertanggungjawab atas kejahatan yang terjadi. Shabiha pendukung rezim Terkait pembantaian yang terjadi di Houla, hasil penyelidikan menyimpulkan bahwa pasukan “yang loyal kepada pemerintah” diduga bertanggung jawab atas sebagian besar pembunuhan yang terjadi. Perlu diketahui, mayoritas penduduk Houla adalah Muslim (Sunni), sementara rezim Al Assad berlatar belakang Syiah Alawi. Laporan penyelidik PBB itu mengatakan bahwa pasukan sipil pendukung rezim Al Assad yang bernama Shabiha, memiliki akses yang lebih baik untuk masuk ke wilayah Houla saat terjadinya pembantaian pada bulan Mei lalu itu. “Tindakan yang dilakukan dalam pembunuhan-pembunuhan itu mirip dengan kejadian-kejadian sebelumnya yang menurut catatan berulang kali dilakukan oleh pemerintah,” kata Pinheiro kepada badan tertinggi HAM PBB di Jenewa, Swiss. Untuk membuat kesimpulan akhir tentang siapa yang bertanggungjawab atas pembantaian tersebut, kata Pinheiro, perlu dilakukan lebih banyak penyelidikan. Namun dengan bahasa yang tidak langsung Pinheiro mengatakan, hasil wawancara yang dilakukan oleh komisi penyelidik “mengindikasikan bahwa pasukan pemerintah dan Shabiha telah melakukan tindak kekerasan seksual terhadap para pria, perempuan dan anak-anak.” Shabiha –yang merupakan pasukan paramiliter Syiah Alawi– dikenal didirikan pada tahun 1980an oleh Namir Al Assad yang merupakan sepupu Presiden Hafiz Al Assad (ayah Presiden Bashar Al Assad) dan Rifaat Al Assad (saudara laki-laki Presiden Hafiz Al Assad). Sementara Karen Koning Abu Zayd, seorang warga Amerika Serikat yang merupakan anggota komisi dan bekas pimpinan UNWRA (badan kemanusiaan PBB untuk Palestina), mengatakan bahwa banyak warga yang dijadikan target berdasarkan pada keyakinan agama dan kepercayaan mereka. “Sebelumnya korban dijadikan target berdasarkan apakah ia pro atau anti pemerintah. Komisi penyelidik telah mencatat terjadi peningkatan jumlah kejadian di mana korban dijadikan target karena keterkaitannya dengan agama mereka,” kata tim penyelidik dalam laporannya ke badan PBB. Para aktivis mengatakan, lebih dari 14.000 orang telah dibunuh sejak dimulainya unjuk rasa besar menentang rezim Presiden Bashar Al Assad pada Maret 2011. Militarisasi juga semakin meningkat di kedua pihak sehingga menggiring pada perang sipil.*
Red: Dija