Senin, 22 April 2013
Hidayatullah.com—Jumlah penghuni penjara militer Amerika Serikat di Teluk Guantanamo, Kuba, bertambah 25 menjadi 77 orang hanya dalam beberapa hari, kata jurubicara militer AS dilansir Aljazeera Ahad (21/4/2013).
Letkol Samuel House mengatakan dalam pernyataannya bahwa para tahanan itu menolak diberi makan, di mana 17 orang di antaranya dipaksa makan lewat selang. Lima orang tahanan telah dibawa ke rumah sakit, meskipun tidak ada tahanan yang kritis kondisinya, kata House. Penjara Guantanamo yang saat ini mengurung 166 orang mengalami aksi mogok makan oleh para penghuninya sejak 6 Februari lalu, saat para tahanan mengatakan petugas penjara menggeledah kitba-kitab al-Qur'an milik mereka untuk mencari barang yang katanya diselundupkan dari luar ke dalam penjara. Para pejabat AS tentu saja menyangkal tentang penistaan terhadap kitab suci al-Qur`an itu. Selain itu, para tahanan juga melakukan mogok makan guna memprotes kondisi mereka yang dipenjara tanpa tuduhan ataupun melewati proses pengadilan selama 11 tahun ini. Sebagian dari mereka bahkan ada yang seharusnya sudah dibebaskan, tetapi belum juga dikeluarkan dari Guantanamo. “Mereka menginginkan kebebasannya,” lapor reporter Aljazeera dari Washington. “Atau mati untuk mendapatkannya.” Para pengacara yang mewakili tahanan mengatakan, diperkirakan setidaknya 130 tanahan di Kamp Enam Guantanamo melakoni mogok makan. Kamp Enam adalah penjara untuk tahanan yang “tidak terlalu penting” menurut AS. Wartawan Aljaeera, Sami al-Haj, yang pernah dipenjara tanpa tuduhan jelas di Guantanamo. “Mereka menggunakan anjing-anjing untuk menghadapi kami, mereka memukuli saya, kadang saya digantung dan tidak boleh tidur selama enam hari,” kata Sami al-Haj menceritakan pengalaman pahitnya. Brandon Neely, seorang polisi militer AS mantan penjaga Guantanamo kepada Aljazeera mengatakan, para tahanan diperlakukan dengan “sangat buruk.” Neely mengaku sering menyaksikan para tahanan dipukuli dan dipermalukan. Dia juga melihat petugas medis memukuli seorang tahanan. Bill O'Neil, seorang pengacara tingkat internasional, menyoroti pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan di Guantanamo. Amerika Serikat telah melanggar Konvensi PBB Menentang Penyiksaan yang telah diratifikasinya, yang mengikat AS secara hukum dan harus dipatuhi. Kepada Aljazeera O'Neil menjelaskan, berdasarkan hukum internasional itu kejahatan AS berupa merencanakan, memerintahkan dan mengawasi tindakan penyiksaan di penjara-penjara seperti Abu Ghraib, Guantanamo dan lainnya. Berdasarkan konvensi itu, para pelaku penyiksaan tidak boleh mengelak dengan alasan diperintahkan oleh atasannya. Mereka yang terlibat semuanya harus dihukum, jika terbukti bersalah. Meskipun Presiden AS Barack Obama sudah mengumumkan akan menutup penjara Guantanamo pada tahun 2011, tetapi pada kenyataannya Washington masih membiarkannya eksis dan saat ini belum ada rencana untuk menutupnya.*
Red: Dija