Senin, 13 Mei 2013
PANAS terik matahari siang itu tak menghalangi wanita paruh baya bersama rombongan Badan Kontak Majlis Taklim (BKMT), menapaki perjalan dengan sebuah truk muatan pasir menuju sebuah desa terpencil di salah-satu Kabupaten Flores Timur NTT. Desa yang sedang dituju adalah Desa Bale Tebang Kecamatan Wulan Gitan Kab. Flores Timur, perbatasan dengan Maumere Kabupaten Sikka NTT.
Dialah, Nur Chandra Yosefina RN, seorang wanita yang penuh semangat dan gigih memperjuangkan dakwah di Kabupaten Flores Timur. Baginya, mengurus umat kini separoh dari perjalanan hidupnya. Tidak heran jalan berliku-liku, jurangnya jurang, terjalnya tebing, puluhan kilometer ia lalui hanya karena ingin mengajarkan satu ayat al-Qur’an kepada masyrakat terpencil. Senin, (29/04/2013), wanita yang kini menjadi Ketua Badan Kontak Majlis Taklim Kabupaten Flores Timur ini menemui hidayatullah.com di kediamannya Jalan Soekarno-Hatta Kecamatan Larantuka. Kepada media ini, ia mengisahkan mengapa di masa tua nya ia justru memilih jalan dakwah. Didoakan Pastor Kisah perjalanan dakwah Nur Chandra Yosefina bermula ketika ia mengalami kejenuhan dalam hidup. Kala itu, ia yang kala itu masih menganut Katolik membaca sebuah buku mengenai “KetuhananYesus”. Inti dari buku tersebut tidak ada nash yang mengatakan Yesus itu Tuhan, tetapi hanya seorang utusan/Rasul Tuhan. Ia merasa banyak keganjilan dalam memahami ajaran yang dianutnya. Selama dua tahun ia mengalami kejenuhan yang sangat luar biasa. “Saat itu saya tak pernah lagi melangkahkan kaki ke gereja,” akunya. Puncaknya bulan Maret tahun 1984, Chandra memutuskan keluar dari agama lama dan memutuskan memeluk ajaran Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat di sebuah Masjid Kota Jogjakarta Jawa Tengah. Kala itu, alumni SMA Steladuce Kota Jogja ini sedang berdomisili dan menimba ilmu di Kota Gudeg selama lebih 7 tahun. Perjalanan awal masuk Islam ia lakukan dengan sembunyi-sembunyi. Hanya beberapa gelintir orang yang mengetahui karena khawatir ada keluarga yang. Bahkan ia mengaku, awal melaksanakan ibadah shalat ia lakukan dengan sembunyi-sembunyi. “Jika melakukan shalat di rumah selalu saya tutup rapat pintu kamar, “ ujarnya. Begitupun pada saat tiba bulan puasa ia selalu bersembunyi di dalam kamar bila waktu makan siang berlangsung di keluarganya. Tapi apa daya, lama menyembunyikan diri, akhirnya ketahuan juga. Ia mengisahkan, kala itu ia sedang melakukan shalat di saat pintu kamar tidak sempat ditutup rapat. Sehingga ada salah satu keluarganya yang masuk dan melihat. Usai shalat dzuhur, iapun dipanggil dan ditanya mengapa melakukan hal itu. Beberapa pertanyaan lain juga diajukan kepadanya. “Sejak kapan kamu memeluk ajaran Islam?” ujarnya menirukan pertanyaan orangtuanya. Sambil menjawab, ia mengaku sempat meneteskan air mata kemudian bertutur tentang perjalanan masuk Islamnya. Akibat peristiwa itu, Chandra dibawa orangtuanya pada salah seorang Pastor terkemuka di Kabupaten Flores Timur. Sesampai di kediaman pastor, ia sempat dibacakan doa, agar bacaan itu membuatnya sadar dari dan kembali pada ajaran laman. Tapi apa daya, sang Pastor mengaku sia-sia dan menyerah. Kepada kedua orangtua, Sang Pastur menjelaskan, putrinya masuk Islam bukan karena dorongan siapa-siapa, tetapi karena dari dalam hati nuraninya. Sampai akhirnya terjadilah hal yang paling ia khawatirkan. Chandra diasingkan oleh keluarganya, sebuah pulau cukup jauh dari tanah kelahirannya, Irian Jaya. */kiriman Usman Aidil Wandan, Flores Timur NTT. Bersambung Untuk dukung dakwah para dai nusantara bisa melalui rekening donasi Bank BSM: 733-30-3330-7 atau BNI 0254-5369-72 atau Bank Muamalat Indonesia 0002-5176-07 a/n Pos Dai atau Yayasan Dakwah Hidayatullah Pusat Jakarta
Red: Cholis Akbar