Oleh: Ust. Abdurrahman Al-Baghdadi
Pertanyaan yang sering muncul baik di kalangan umat Islam maupun dari luar adalah, mengapa di dalam kalender hijriyah (kalender Islam) tidak ada kepastian dan konsistensi hari. Bila dalam kalender Internasional (kalender Masehi) tanggal 1 Agustus 2009 jatuh hari Sabtu, maka di manapun 1 Agustus 2009 itu adalah Sabtu.
Namun pada kalender Hijriyah, tanggal 1 Ramadhan atau 1 Syawal sering jatuh pada hari yang berbeda-beda, bahkan kadang-kadang dalam satu negeri, satu desa, bahkan satu rumah! Kenapa sering terjadi??
Kalender Hijriyah didasarkan pada perhitungan bulan murni dan didukung oleh ru’yatul hilal yang aktual. Sebenarnya bisa saja dibuat kalender hijriyah yang pasti dan konsisten. Misalnya dengan mengunakan hisab astronomi di tempat yang merupakan pusar (central) bumi yaitu Makkah, atau Jazirah Arab yang merupakan jantung dunia Islam, dan hisab ini didukung oleh ru’yat yang hasilnya dipakai untuk seluruh dunia (ru’yat global). Hasil hisab dan ru’yat ini setiap bulan harus diumumkan ke seluruh dunia.
Sistem kalender seperti ini pernah direkomendasikan dalam suatu pertemuan OKI dan juga telah banyak dipakai. Namun kegunaannya hanya sebatas keperluan administrasi (misalnya membuat jadwal penerbangan). Sedang untuk keperluan ibadah (puasa, Ied, Haji), kalender ini tidak mengikat. Hal ini karena dalam masalah ibadah, pendapat yang lebih kuat adalah bahwa waktu-waktunya harus disesuaikan dengan fakta astronomi yang aktual (ru’yatul hilal).
Hakikat yang harus disadari oleh Umat beserta para penguasa adalah :
Pertama, ketiadaan kesatuan ru’yatul hilal diantara negeri-negeri Islam merupakan salah satu permasalahan di antara sekian banyak pemasalahan yang diderita oleh umat disebabkan lenyapnya Sistem Pemerintahan Islam dan hancurnya negara kesatuan mereka yaitu, negara khilafah yang memelihara dan mengurusi segala urusan umat sesuai dengan hukum-hukum Allah (syari’at Islam) dan menyatukan mereka dibawah bendera Laa Ilaaha Illa Allah, Muhammad Rasulullah. Islam mewajibkan kaum Muslimin untuk senantisa terikat dengan hukum syari’at islam dalam berpuasa dan berlebaran, juga dalam seluruh peribadatan dan tingkah laku mereka, dan untuk tidak terikat dengan keputusan penguasa apapun yang bertentangan dengan hukum Allah.
Kedua, “Tidak ada keta’atan kepada seorang makhluk pun dalam bermaksiat kepada Allah Swt”. (HR Imam Ahmad). Maka jika sampai kepada Badan ru’yat dan hisab Depag RI, atau Majlis al Qadho’ al a’la (di Saudi), atau Kementrian Wakaf dan Urusan Keislaman (di Kuwait) dsb, berita tentang ru’yat yang berasal dari seorang saksi Muslim yang telah melihat hilal Ramadhan di salah satu negeri Islam, maka wajiblah atas kaum Muslimin di negeri-negeri Islam lainnya berpuasa. Begiu pula jika sampai kepada mereka berita ru’yat hilal bulan Syawal yang berasal dari dua saksi Muslim yang telah melihat hilal Syawal di salah satu negeri Islam, maka wajiblah atas kaum Muslimin seluruhnya di dunia untuk berbuka atau berlebaran.
Adapun penyelesaian permasalahan ini dan semua permasalahan kaum Muslimin lainnya secara menyeluruh, itu sebenarnya ada di tangan umat sendiri, jika umat menginginkan persatuan, ya pasti bisa... dengan izin Allah Swt. Sebaliknya jika mereka ingin bersatu padu di bawah naungan khilafah Islam, tetapi tidak mau berjuang dan tidak berbuat apa-apa untuk mempersatukan negeri dan negara mereka, ya pasti tidak bisa...! Bahkan tidak akan mampu -–untuk jangka waktu lama-- mengadakan perubahan sedikit pun.
Seandainya ada diantara penguasa kaum muslimin yang mendukung tujuan yang mulia ini, niscaya perubahan itu akan terjadi dalam sekejap..! apalagi lagi jika didukung juga semua lapisan masyarakat.
Salah satu upaya menuju kesatuan ialah dengan mempersatukan ibadah umat yaitu berpuasa dan berlebaran pada hari yang sama --dan bukan pada jam dan detik yang sama-- di seluruh dunia. Umat melaui para ulama dan cendekiawan Muslim HARUS MENGINGATKAN PENGUASA DUNIA ISLAM AKAN AMANAT DAN TANGGUNG JAWABNYA YANG BERAT DI SISI ALLAH SWT. ... Jawaban apa yang mereka siapkan jika nanti dihisab oleh Allah Swt. Dengan hisab yang amat berat, ketika mereka ditanya tentang umat ini yang telah diperintahkan untuk tetap berpuasa pada hari lebaran dan berbuka pada awal bulan Ramadhan atau berpuasa pada tanggal 10 Dzulhijjah dan ber'Idul Adha pada awal hari Tasyrik?
Kami menyadari bahwa persatuan dunia Islam sangat sangat sulit tetapi bukan mustahil. Sulit kalau memang sebagian kaum Muslimin menjadikan ikatan nasionalisme lebih tinggi daripada ikatan agama. Atau menjadikan kepentingan musuh-musuh Islam --yang ingin dunia Islam tetap terpecah -belah dan terbelakang-- lebih penting daripada kepentingan umat...!
Namun, kami yakin juga bahwa kebenaran pasti mengalahkan kebathilan, dan umat pasti akan menang. Agama Islam pun pasti tegak dan jaya kembali. Sedang kejayaan dan kesatuan seluruh wilayah dan negeri kaum muslimin itu hanya bisa diraih di bawah naungan negara kesatuan khilafah yang ditentang kehadirannya oleh seluruh dunia. Padahal dahulu di masa kejayaan Islam --selama sepuluh abad lebih -- telah didukung kehadirannya oleh seluruh bangsa dan negara di dunia.
Sejarah adalah bukti kebenaran fakta ini. Negara kesatuan khilafah telah berhasil menyelamatkan seluruh bangsa di dunia dan memajukan beradaban mereka.. dan Insya’Allah akan berhasil di masa mendatang menyelamatkan seluruh umat manusia dari kekejaman dan kejahatan negara-negara adidaya beserta semua produk ideologi dan peradaban mereka. Pada saat itulah kalimat (baca: ideologi/filsafat/budaya dan peradaban) orang-orang kafir menjadi rendah dan hina sedang kalimat Allah Swt. menjadi mulia dan tinggi. Sebagaiman firman-Nya:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُون
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar (Islam) untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walupun orang-orang musyrik tidak menyukainya”. (QS. 9:33). (av/voa-islam)