View Full Version
Sabtu, 29 Aug 2009

Puasa di Qatar, Suhu Mencapai 50 Derajat Celsius

Qatar (voa-Islam) - Berpuasa di negeri orang selalu meninggalkan kesan tersediri. Pasalnya, masing-masing negara mempunya tradisi Ramadhan, yang mungkin tidak kita temukan di Tanah Air. Di Qatar, misalnya, hal yang membuat kita sulit melupakan suasana puasa di sana adalah teriknya matahari. Bayangkan, jika waktu musim panas, suhu udara bisa mencapai 50 derajat celsius. Suhu udara yang tidak pernah kita alami di Tanah Air.

Panasnya suhu udara di Qatar ketika Ramadhan dialami oleh Dita Nury Vanessa (23 tahun). Inez, panggilan akrab Dita Nury, bermukim di kota Doha, Qatar, bersama suaminya yang bekerja di perusahaan migas, Qatar Petrolium.

Kesan puasa yang tak terlupakan di Qatar adalah teriknya matahari, suhunya bisa mencapai 50 derajat celcius.

Qatar adalah negara yang terletak di bawah pesisir barat teluk Arab. Karena letaknya yang berdekatan dengan pantai, saat puncak musim panas (Juli-Agustus) suhu udara bisa mencapai 50 derajat celsius, serta turun drastis di bawah 7 derajat celsius ketika musim dingin. ''Panas dan terik, itulah godaan terbesar dalam menjalankan puasa pada bulan suci Ramadhan di Qatar,'' ujar ibu satu anak itu.

Menurut Inez, iklim puasa tahun ini dan tahun lalu di Qatar tidak jauh berbeda karena Ramadhan jatuh di saat musim panas. Saat musim panas, matahari bersinar lebih lama sehingga menambah waktu berpuasa. Hal tersebut berbeda jika Ramadhan jatuh pada musim dingin, di mana matahari terbit pada pukul 06.30 dan terbenam pada pukul 16.30 waktu setempat. Pada siang hari di bulan Ramadhan, kata dia, suasana kota jauh lebih sepi dibandingkan dengan di Indonesia. ''Di sini, juga ada istilah siang jadi malam dan malam jadi siang.''

Pada siang hari, karena udaranya begitu panas, orang-orang di Qatar lebih banyak berada di dalam rumah, sementara aktivitas di kantor biasa dimulai sore atau bahkan malam hari. Di bulan Ramadhan, Pemerintah Qatar memang mengurangi waktu kerja di kantor menjadi enam jam per hari.

Karena panasnya, aktivitas perkantoran dimulai sore atau malam malam hari.

Tidak seperti di Indonesia, semua toko di Qatar tutup sebelum waktu berbuka untuk menghormati orang-orang yang puasa. Yang unik, kata Inez, adalah adanya restoran atau hotel yang menyediakan tenda-tenda ala Arab untuk tempat berkumpul sembari menunggu waktu sahur tiba. ''Di sini, memang ada tradisi untuk berkumpul dan merayakan sesuatu di dalam tenda,'' katanya.

Seperti di negara-negara Arab lainnya, peraturan dalam menjalani ibadah puasa sangat ketat. Saat bulan puasa, menurut Inez, orang-orang yang tidak puasa tidak boleh makan-minum di sembarang tempat. Jika nekat, yang bersangkutan bisa dianggap tidak menghormati orang yang puasa dan akan dikenakan sanksi.

Pengalaman yang tidak mengenakkan itu dialami oleh Shanti Eka (28 tahun), warga Indonesia yang tinggal di Doha. Pada Ramadhan tiga tahun lalu, ia dengan santainya makan di sebuah pusat perbelanjaan karena sedang berhalangan puasa. Karena ulahnya itu, ia harus berurusan dengan polisi dan diinterogasi.

Di masjid-masjid Qatar, selama bulan puasa, banyak kegiatan, seperti pengajian, pengkajian al-Quran, dan bedah buku. Bahkan, di beberapa masjid, terdapat imam yang berasal dari Indonesia yang terkadang juga mengadakan pengajian dalam bahasa Indonesia. Warga Indonesia di Qatar jumlahnya cukup banyak, sekitar 25 ribu orang. Dari jumlah tersebut, 3.000 di antaranya tenaga profesional dan rata-rata bekerja pada sektor migas.

Tembakan berbuka

Jika di Indonesia, waktu berbuka ditandai dengan sirene atau suara beduk, tidak demikian halnya di Qatar. Di negeri ini, waktu berbuka ditandai dengan tembakan meriam canon. Tembakan meriam tersebut berasal dari QatarPost, sebuah gedung pemerintah dekat cornice (sebutan untuk pesisir pantai dekat kota). Inez mengaku memperoleh banyak hal positif selama di Qatar. ''Di sini kita jauh dari ingar-bingar duniawi, sehingga saya bisa lebih khusyuk dalam meningkatkan ibadah pada bulan Ramadhan,'' katanya. (PurWD/repbol)


latestnews

View Full Version