Kemudian jamaah haji laki-laki memakai pakaian Ihram (yaitu izar (sarung) dan rida (selendang) , dan disunahkan memakai sandal [ lihat gambar 2] berdasarkan sabda Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam : (( hendaklah salah seorang dari kalian berihram dengan sarung dan selendang dan sandal )) HR Ahmad dan dishahihkan oleh Ahmad Syakir (7/169)
Adapun wanita maka boleh berihram dengan pakaian apa saja asalkan menutup aurat dan tidak ada unsur tabarruj (hiasan) atau menyerupai laki-laki, tanpa ditentukan warnanya, akan tetapi tidak memakai cadar dan sarung tangan berdasarkan sabda Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam : (wanita yang berihram tidak boleh memakai cadar atau sarung tangan)) HR Imam Bukhari, namun tetap menutup wajahnya dari laki-laki asing tanpa cadar, berdasarkan perkataan Asma’ binti Abi Bakar radhiallahu anha: ( kami dahulu menutup wajah kami dari laki-laki asing ketika berihram)HR Al Hakim (1/454) dan beliau berkata : Hadits Shahih sesuai dengan syarat syaikhain dan disepakati oleh Adz-dzahabi.
Kemudian setelah itu berniat dalam hatinya untuk masuk
kedalam Ihram, disyariatkan untuk melafadzkan apa yang diniatkannya, dengan mengucapkan : ( Labbaika Umrotan ) atau ( Allahumma Labbaika Umrotan). Paling Afdhol melafazkan itu ketika telah berada diatas kendaraannya, seperti mobil atau yang lainnya.\
*Tidak ada sholat dua raka’at khusus untuk Ihram, akan tetapi jika jamaah haji berihram setelah sholat wajib maka itu afdhol, berdasarkan perbuatan Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam (HR Imam Muslim).
* Barangsiapa yang musafir dengan pesawat terbang, maka dia berihram ketika sampai miqotnya.
* Seorang jamaah haji boleh mensyaratkan dalam Ihramnya apabila kuatir tidak dapat menyempurnakan umrahnya atau hajinya karena adanya halangan yang tidak terduga, seperti sakit, ketakutan, atau semacamnya, dengan mengucapkan setelah ihramnya : ( in habasani habisun famahalli haitsu habatsatni ) dan faedah syarat ini apabila ada sesuatu yang menghalanginya maka dia menyelesaikan Umrohnya tanpa membayar fidyah .
* Kemudian setelah Ihram disunahkan untuk memperbanyak talbiyah, yaitu mengucapkan : ( Labbaika Allahumma Labbaikan Labbaika Laa Syariika Laka Labbaika, Innal Hamda wan Ni’mata Laka wal Mulka, Laa Syariika Laka) untuk laki-laki dengan meninggikan suaranya, adapun wanita maka mereka merendahkan suaranya.
* Kemudian ketika telah sampai Kabah menghentikan Talbiyah dan melakukan idhtiba’ ( dengan menyingkap pundak kanannya )pada pakaian Ihramnya ( Shahih Sunan Abu Dawud oleh Syaikh Albani no:1658) [ seperti gambar 3], setelah itu mengusap hajar Aswad dengan tangan kanannya sambil menciumnya dan mengucapkan : ( Allahu akbar )(HR Imam Bukhari), apabila tidak memungkinkan menciumnya disebabkan kesesakan maka cukup menyentuhnya dengan tangannya dan mencium tangannya(Muttafaqun “alaihi). Jika tidak mampu menyentuhnya maka dengan benda yang dibawanya ( seperti tongkat) atau semacamnya dan mencium benda tersebut, namun jika tidak memungkinkan menyentuhnya, maka cukup menghadapkan badan kepadanya dan mengisyaratkan tangan kanannya- tanpa menciumnya – sambil mengucapkan : ( Allahu Akbar )(HR Imam Bukhari)[ seperti dalam gambar 4], kemudian berthawaf mengelilingi Kabah sebanyak 7 kali mulai dari Hajar Aswad dan selesai disitu, dengan menciumnya dan menyentuhnya sambil bertakbir setiap kali melewatinya, kalau tidak memungkinkan cukup memberi isyarat tanpa menciumnya sambil bertakbir- seperti sebelumnya - , dan ini juga dilakukan pada akhir putaran ketujuh.
Adapun Rukun Yamani maka setiap kali melewatinya menyentuhnya dengan tangan kanan tanpa bertakbir (Muttafaqun ‘alaihi),[ seperti dalam gambar 4], namun jika tidak memungkinkan karena kesesakan maka tidak member isyarat kepadanya dan tidak bertakbir, tetapi melanjutkan Thawafnya.
Dan disunahkan ketika menempuh jarak antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad untuk mengucapkan : ( Rabbana Aatina Fid Dunya Hasanah Wa Fil Aakhirati Hasanah Waqinaa adzaaban nar ) (Shahih Sunan Abu Dawud no:1666) [ seperti dalam gambar 4].
* Tidak ada dzikir khusus ketika thawaf, namun seandainya membaca Al Quran atau mengulang-ulang sebagian doa-doa yang dicontohkan atau berdzikir kepada Allah maka tidak mengapa.
* Disunahkan untuk melakukan Ramal, yaitu berjalan cepat dengan langkah pendek pada tiga putaran yang pertama dari Thawafnya, berdasarkan perbuatan Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam dalam Thawafnya (Muttafaqun ‘alaihi).
* Hendaklah dalam keadaan suci ketika berthawaf, karena rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam berwudhu sebelum berthawaf (Muttafaqun ‘alaihi).
* Apabila ragu jumlah Thawafnya maka mengambil yang paling diyakininya, yakni menguatkan yang paling sedikit, jadi apabila ragu apakah telah berthawaf tiga putaran atau empat, maka diambil yang tiga untuk kehati-hatian dan menyempurnakan sisanya.
* Kemudian apabila telah selesai berthawaf menghadap ke Maqam Ibrahim alaihi salam sambil membaca : ( Wattakhadzu min maqami Ibrahima musholla ) (QS Al Baqarah:125), kemudian sholat dibelakangnya dua raka’at setelah menghentikan Idzthiba’ dan mengembalikan selendangnya diatas kedua pundaknya [seperti dalam gambar 4].
* Disunahkan membaca surat Al-Kaafirun pada raka’at pertama dan surat Al- Ikhlash pada raka’at kedua (HR Imam Muslim).
* Apabila tidak memungkinkan sholat dibelakang Maqam Ibrahim karena kesesakan maka boleh sholat dimana saja dimasjid, kemudian setelah sholat dekat Maqam disunahkan minum air Zam-zam, kemudian menghadap Hajar Aswad untuk menyentuhnya dengan tangan kanan (HR Imam Muslim), kalau tidak mungkin maka tidak mengapa.