Oleh: Ust. Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Banyak pertanyaan ditujukan kepada kami tentang hukum puasa 'Arafah di tahun ini yang jatuh pada hari Sabtu, 05 November 2011 M. Sementara di sana ada larangan berpuasa di hari sabtu saja. Sehingga sebagiannya ada yang menyiasati dengan berpuasa pada hari Jum'atnya, agar tidak jatuh dalam larangan berpuasa pada hari Sabtu saja.
Jumhur ulama berpendapat, dimakruhkan berpuasa pada hari Sabtu saja. Karena menghususkan puasa pada hari Sabtu menyerupai puasa orang Yahudi. Pemakruhan ini juga dilandaskan kepada hadits dari Abdullah bin Busr, dari saudara perempuannya, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah bersabda,
لا تَصُومُوا يَوْمَ السَّبْتِ إِلا فِيمَا افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ أَحَدُكُمْ إِلا لِحَاءَ عِنَبَةٍ، أَوْ عُودَ شَجَرَةٍ فَلْيَمْضُغْهُ
"Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu kecuali puasa yang diwajibkan atas kalian. Jika salah seorang kalian tidak mendapatkan (makanan) kecuali kulit anggur atau tangkai pohon, maka hendaklah ia mengunyahnya." (HR. Abu Dawud no. 2421, Al-Tirmidzi no. 744, Ibnu Majah no. 1726, dan Ahmad 6/368. Syaikh al-Albani menshahihkannya dalam al-Irwa', no. 960, Abu Isa al-Tirmidzi mengatakan: Ini hadits hasan. Sedangkan makna pemakruhan dalam hal ini adalah seseorang menghususkan puasa pada hari Sabtu, karena orang Yahudi mengagungkan hari Sabtu.)
Makna Falyamdhuh-ghu (maka hendaklah ia mengunyahnya) menunjukkan anjuran sangat untuk berbuka.
Namun diakui banyak juga ulama yang tidak menerima hadits ini, mereka menilai hadits ini memiliki cacat. Imam Malik mengatakan, "Hadits ini adalah hadits dusta."Abu Dawud berkata, "Hadits ini mansukh." Al-Hafidz Ibnul Hajar berkata, "Hadits ini mudhtharib (kacau)." Al-Thahawi berkata, "Hadits ini syadz (rancu). Demikian juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan selainnya menilainya memiliki cacat. Sehingga mereka yang mendhaifkan hadits ini berpendapat, tidak mengapa (boleh) berpuasa pada hari Sabtu walaupun dikhususkan. Oleh karenanya, Mereka lebih mengutamakan dan sangat menganjurkan untuk melaksanakan puasa-puasa yang disyariatkan walaupun bertepatan dengan hari Sabtu, seperti puasa 'Arafah dan lainnya. (Lihat: Shahih Fiqih Sunnah (Terjemahan), Syaikh Abu Malik Kamal: 3/198)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, Para sahabat kami berkata: Dimakruhkan menghususkan puasa hari sabtu. . . dan yang makruh adalah ifraduhu (puasa hari sabtu saja). Jika ia menggandengnya dengan puasa hari lain, tidak dimakruhkan, berdasarkan hadits Abu Hurairah dan Juwairiyah. Dan jika ia bersesuaian dengan satu puasa (yang disyairatkan) bagi orang, maka tidak dimakruhkan. (Al-Mughni: 3/52)
Maksud hadits Abu Hurairah di atas adalah apa yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim, Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu berkata: Aku mendengar Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
لا يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَه
"Janganlah salah seorang kalian berpuasa pada hari Jum'at kecuali ia juga berpuasa sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya."
Sedangkan hadits Juwairiyah adalah yang diriwayatkan Al-Bukhari dalam Shahihnya, dari Juwairiyah binti al-Harits Radhiyallahu 'Anha, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menemuinya pada hari Jum'at dan bertanya, "Apakah engkau berpuasa kemarin?" Ia menjawab, "Tidak." Beliau bertanya, "Apakah engkau hendak berpuasa besok?" Ia menjawab, "Tidak." Lalu beliau bersabda, "Kalau begitu berbukalah."
Kedua hadits di atas menunjukkan bukti jelas, boleh berpuasa hari Sabtu di luar Ramadhan bagi siapa yang berpuasa juga pada hari Jum'at.
Terdapat dalam Shahihain, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Puasa yang paling disukai Allah adalah puasa Dawud, beliau puasa sehari dan berbuka sehari." Dan ini pasti akan pernah bertepatan dengan hari Sabtu secara sendirian pada sebagian gilirannya. Dari sini diambil kesimpulan, apabila puasa yang biasa dikerjakan (seperti puasa hari 'Arafah dan 'Asyura) bertepatan dengan hari Sabtu, maka tidak apa-apa bepuasa padanya, walaupun hari Sabtu saja.
Macam-macam Puasa Hari Sabtu
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang macam-macam puasa hari sabtu:
Pertama, bertepatan dengan puasa fardu seperti puasa Ramadhan dengan pelaksanaan langsung atau qadha', puasa kafarat, pengganti penyembelihan hadyu tamathu'. Semua ini tidak apa-apa jika tidak menghususkannya karena diyakini memiliki keutamaan lebih.
Kedua, berpuasa sehari sebelumnya pada hari Jum'at, maka ini tidak apa-apa. Ini sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada Juwairiyah, istri beliau, yang berpuasa pada hari Jum'at: "Apakah engkau berpuasa kemarin?" Ia menjawab, "Tidak." Beliau bertanya, "Apakah engkau hendak berpuasa besok?" ia menjawab, "tidak." Lalu beliau bersabda, "Kalau begitu berbukalah." (HR. Al-Bukhari)
Ketiga, hari Sabtu bertepatan dengan puasa-puasa di hari yang disyari'atkan, seperti puasa Ayyamul Bidh, hari 'Arafah, hari 'Asyura, enam hari di bulan Syawal bagi yang sudah selesai mengerjakan puasa Ramadhan, enam hari pertama di bulan Dzilhijjah maka tidak apa-apa. Karena ia tidak berpuasa padanya karena ia hari Sabtu, tetapi karena ia termasuk hari-hari yang disyari'atkan puasa di dalamnya.
Keempat, bertepatan dengan puasa yang biasa dikerjakannya, seperti orang yang sehari puasa sehari tidak (Shaum Dawud) yang hari puasa bertepatan dengan hari Sabtu, maka tidak apa-apa ia berpuasa pada hari itu. Hal ini seperti sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam saat melarang mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya, "Kecuali seseorang yang terbiasa menjalankan berpuasa satu jenis puasa, maka tetaplah ia berpuasa."
Kelima, Ia menghususkan (mengistimewakan) hari Sabtu untuk berpuasa sunnah, ia berpuasa di hari itu saja. Inilah yang dilarang, jika hadits yang melarangnya shahih. (Diringkas dari Majmu' Fatawa wa Rasail al-Syaikh Ibni Utsaimin)
Kesimpulan
Berpuasa 'Arafah di tahun ini yang jatuh pada hari Sabtu (besok hari dari ditulisnya artikel ini) tanpa menggandengnya dengan puasa sehari sebelumnya, adalah tidak mengapa. Jadi tidak harus mengawalinya dengan puasa tanggal 8 Dzulhijjahnya. Bahkan menghususkan puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah) adalah tidak dibenarkan karena hadist-hadits yang menghususkannya tidak ada yang shahih. Namun jika berpuasa di hari Tarwiyah karena ia termasuk sepuluh hari pertama Dzulhijjah, -yang amal-amal shalih di dalamnya lebih dicintai Allah dan shaum termasuk dari amal-amal shalih tersebut-, maka tidak apa-apa. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]