ORANG yang berpuasa dibolehkan bercumbu dengan istrinya, selama tidak di kemaluan dan terhindar dari terjerumus pada hal yang terlarang. Puasanya tidak batal selama tidak keluar mani (lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyah, 36: 52-53 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2/110-111).
Imam An-Nawawi radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa bercumbu atau mencium istri tidak membatalkan puasa, selama tidak keluar mani.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7:215).
Dari Aisyah radhiyallahu ' anha, beliau berkata, “Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam biasa mencium dan mencumbu istrinya sedang beliau sedang dalam keadaan berpuasa. Beliau melakukan demikian karena beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya. (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari Umar bin Khattab radhiyallah ‘anhu, beliau berkata, “Pada suatu hari aku rindu dan hasratku muncul kemudian aku mencium istriku padahal aku sedang puasa, maka aku mendatang Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan aku berkata, ‘Hari ini aku melakukan suatu kesalahan besar, aku telah mencium istriku padahal sedang puasa.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, ‘Bagaimana pendapatmu jika kamu berpuasa kemudian berkumur-kumur?’ Aku menjawab, ‘Seperti itu tidak mengapa.’ Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Lalu apa masalahnya?’” (Riwayat Ahmad).
Masyruq pernah bertanya pada ‘Aisyah, “Apa yang dibolehkan bagi seseorang terhadap istrinya ketika berpuasa? ‘Aisyah menjawab, ‘Segala sesuatu selain jima’ (bersetubuh).” (riwayat ini disebutkan dalam Fathul Bari (4:149), dikeluarkan oleh Abdur Razaq dengan sanad yang shahih). *
Sumber: Buku Tutorial Ramadhan: Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan dari Sebelum Ramadhan hingga Ramadhan Berlalu karya Abu Mujahid. Diterbitkan oleh Infaq Dakwah Center (IDC) Bekasi, Jawa Barat.